Lara Cintaku
Umurku masih 14 tahun ketika pertama kali aku bertemu dengan dia. Ya dia, Zean. Arzean Wijaya. Seseorang yang setelah itu selama bertahun-tahun mengisi hari-hariku dengan penuh tawa, seseorang yang pada akhirnya menorehkan luka terdalam di hidupku. Menyesal? Tentu tidak. Jika waktu harus kembali kemasa dimana aku mengenalnya, aku akan tetap pada keputusanku mengenalnya, membuka hati untuknya serta melawati suka dan duka bersama.
FLASBACK ON
Hari ini sepulang sekolah seperti biasa aku dan sahabatku menunggu angkutan umum ditepi jalan raya untuk membawa kami kembali kerumah. Hari ini kami pulang lebih awal karena disekolah sedang melaksanakan ulangan akhir semester 2. Aku adalah siswi kelas 8 disalah satu SMP Negeri di daerahku.
"Ish, tadi susah banget sih soal matematikannya Ndi, aku hampir jadi pengarang profesional tadi." Gerutu sahabatku yang kemudian diiringi ledakan tawanya saat kami masih berdiri menunggu angkutan umum.
Arumi namanya, kami bersahabat sejak pertama kami masuk di sekolah ini. Kami seumuran, tapi kadang dia lebih terlihat seperti adik bagiku. Sifatnya yang manja dan kekanakan tak membuatku merasa terbebani bersahabat dengannya. Mungkin karena dia anak satu satunya di keluarganya hingga sifat manjanya terbawa sampai kami menginjak masa remaja.
"Memangnya semalam tidak belajar?" Jawabku lirih.
"Belajar sih, cuma kok yang aku pelajarin gak ada yang keluar ya?"Jawabnya sambil menggaruk kepala yang ku yakini tak terasa gatal.
"Emang kamu belajar apaan?"Tanyaku penasaran.
"Aku belajar bahasa Korea biar kalau nonton boys over flower mataku nggak usah melotot liatin terjemahnya, kan jadi gak fokus nontonnya, hahahaha." Jawabnya reflek membuat mataku melotot kearahnya. Memang saat ini kami para remaja perempuan sedang menggilai tontonan televisi dari negari gingseng tersebut.
"Nggak usah melotot deh, percumah gak ada serem-seremnya, yang ada malah aneh, mata minimalis kaya gitu lagu-laguan mau melotot."
Aku hanya menyeringai mendengar ejekan sahabatku ini, percumah menimpali ejekannya karena pada akhirnya aku tak akan menang jika berdebat dengannya. Belum lagi ejekannya kepadaku memang benar adanya. Ukuran mataku yang lebih mini dari teman temanku kadang menjadi bahan ledekan untuk mereka. Orangtuaku asli berdarah Jawa namun entah bagaimana aku bisa terlahir dengan mata seminimalis ini dengan kelopak mata tunggal yang membuatku semakin terlihat berbeda dari teman temanku.
Saat sedang asik membicarakan para pemain drama Korea tiba-tiba terlihat angkutan umum yang biasa kami tumpangi mendekat. Sebuah angkutan umum berhenti di hadapan kami dan kamipun segera masuk kedalam angkutan tersebut. Di dalam angkot Arum kembali sibuk menceritakan alur drama Korea yang di tontonnya semalam alih-alih belajar Matematika.
"Indhi, pulang ke rumahku dulu yuk, lagian kan ulangannya sudah selesai udah gak usah belajar lagi mending sekarang kita berhappy-happy ria." Ajaknya yang kemudian aku sambut dengan anggukan.
Setelah beberapa menit di perjalanan akhirnya kami sampai di depan komplek perumahan Arum. Dia turun terlebih dulu untuk membayar ongkos angkot yang kami naiki di susul aku yang mengekor dibelakangnya. Namun karena tidak hati-hati saat akan turun dari angkot kakiku tergelincir dan seketika tubuhku terjatuh dari angkot tersebut yang di susul dengan teriakan histeris Arum. Aku membuka mata saat aku tak merasakan sakit sama sekali di tubuhku dan seketika aku terkejut, alih-alih berada di atas aspal tubuhku malah terjatuh di pelukan seseorang yang datangnya entah dari mana.
Saat aku mendongakan kepalaku untuk melihat wajah orang tersebut sesaat kesadaranku menghilang karena ternyata aku terjatuh di pelukan seorang pria. Dan ketika mata kami tak sengaja saling bertemu aku melihat sorot kekhawatiran dari bola mata birunya, matanya terlihat begitu teduh dan damai, belum lagi hidung mancung yang dengan gagahnya bertengger di antara alis coklat tuanya yang hampir menyatu itu membuatnya semakin terlihat menakjubkan. Tidak sampai disitu, bibirnya yang terlihat penuh dan berwarna kemerahan membuatku terheran, bagaimana seorang pria memiliki bibir seindah itu?
"Kamu nggak papa kan? Hey, are you okay?" Suaranya terdengar tegas namun menenangkan membuatku yang masih terbuai akan ketampanannya mau tidak mau harus kembali sadar dan mulai melepaskan diri dari pelukan pria tersebut.
"Emm,aa,,ii,,iyaa,, aaku gak papa!"Jawabku penuh dengan kegugupan.
"Lain kali hati-hati kalau mau turun!" Peringatan itu keluar tegas dari mulutnya.
"Ah, iya. Terimakasih." Jawabku lagi sambil tertunduk untuk menekan rasa malu yang kini mulai aku rasakan.
"Ndi kamu gak papa kan, ada yang luka gak?" Teriak Arum terdengar cemas sembari membolak balikan badanku memastikan apakan ada luka yang tertinggal disana.
"Nggak papa Rum, gak ada yang luka kok." jawabku untuk menenangkan sahabatku.
"Syukurdeh kalau gak ada yang luka, lagian kamu gimana si kok bisa jatuh gitu?"
"Lah emang gimana, namanya juga musibah, mana aku tau bakal jatuh." Jawabku sedikit kesal mendengar pertanyaan dari sahabatku yang membuatku semakin malu.
"Makasih kak Zean." Ucap Arum kepada pria yang tadi menolongku.
Mendengar ucapan terimakasih Arum membuatku bertanya-tanya dari mana sahabatku ini mengenal pria itu? Dua tahun kenal dan bersahabat, aku hampir mengenal semua keluarga dan teman-teman Arum di sekitar komplek rumahnya. Tapi ini, kenapa Arum tak pernah cerita ataupun mengenalkanku kepada pria tampan ini. Apa yang aku pikirkan, kenapa aku terdengar kesal begini.
"Ayo pulang, bisa jalan kan?" Ajak Arum yang akhirnya membuyarkan lamunanku.
"Iya bisa." Jawabku.
Sebelum pergi aku menoleh ke arah pria itu dan mengucapkan terimaksih yang kemudian disusul dengan anggukan pria itu sambil tersenyum.
Setelah beberapa menit berjalan akhirnya kami sampai di rumah Arum, dia langsung mengajakku naik ke lantai dua menuju kamarnya. Rumah ini sudah tak terlihat asing lagi bagiku karena hampir setiap minggu aku pasti berkunjung ke rumah ini. Rumah yang selalu terlihat sepi, karena kesibukan orangtua Arum membuat mereka sangat jarang berada di rumah pada siang hari. Aku langsung merebahkan tubuhku di atas kasur ketika masuk ke kamar Arum, mataku terpejam sejenak mengingat lagi kejadian tadi dan seketika senyumku terukir saat aku mengingat senyum manis pria itu, pria yang sudah menolongku.
"Kenapa senyum-senyum sendiri, kamu yakin tadi kepala kamu nggak luka?"Ledek Arum yang membuatku tersadar dan segera bangun.
"Apaan sih."Jawabku manyun.
"Rum,, mmm,, cowok yang tadi nolong aku kok kamu bisa kenal si?" Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulutku setelah aku rasa sudah tidak bisa lagi menahan rasa penasaran.
"Oh kak Zean, kenal lah, dia itu temen kuliah om Fajar, sering kesini kalau lagi gak kuliah. Kenapa emang kok kamu penasaran, kamu naksir ya sama kak Zean.?" Terangnya dengan penuh selidik.
Mendengar jawaban dari sahabatku rasa penasaran yang sedari tadi menggebu kini seolah lebur dengan sendirinya tergantikan sebuah rasa aneh di hati ini. Sedih? kenapa, apa yang aku sedihkan? Bukannya aku hanya penasaran saja, kenapa mendengar jawaban Arum membuatku tidak lagi bersemangat untuk bertanya lebih jauh tentang dia.
Fajar Setiawan, dia adalah adik kandung dari mama Arum, yang berarti dia adalah om dari sahabatku ini. Aku cukup dekat dengan om Fajar karena kebetulan om Fajar juga tinggal bersama dengan Arum setelah kedua orangtuanya meninggal, jadi setiap kali aku berkunjung ke rumah Arum tak jarang aku bertemu dengan om Fajar dan hubungan kamipun semakin dekat, bahkan aku juga menganggap dia seperti om ku sendiri.
Usia om Fajar dengan Arum hanya berjarak sekitar 8tahun sehingga mereka lebih terlihat seperti kakak beradik dari pada om dan keponakan. Om Fajar adalah mahasiswa tingkat akhir jurusan Ilmu komputer di salah satu Universitas Negeri terbaik di daerah kami dan berarti jika dia adalah teman dari om Fajar dia juga adalah mahasiswa tingkat akhir dan berarti juga jarak usia kami sekitar 8tahun. Arghh, kenapa ini, kenapa dadaku terasa begitu sesak? Kenapa dengan fakta jarak usia kami membuatku begitu sedih, apa yang sebenarnya aku harapkan dari pria itu? Kenapa aku takut dia hanya akan menganggapku seorang bocah kecil alih-alih seorang gadis yang mulai beranjak remaja. Ah, apa ini, apa yang aku pikirkan? Kenapa aku berharap dia bahkan akan menganggapku seorang bocah, padahal belum tentu kami akan bertemu lagi. Hanya saja semoga kami akan bertemu suatu saat nanti. Semoga.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Erni Fitriana
menarik..dan aku tertarik...lanjut thor
2022-08-23
1
Erni Fitriana
kita satu server nihhh ndiii😁😁😁
2022-08-23
0
meli meilia
pake lipen?🤭🤭😁
2022-08-13
0