Aku masih berdiri di lobby memperhatikan rintik hujan yang sepertinya masih enggan untuk berhenti. Aku menghela nafas kasar mengamati sekililing dan tak mendapati taxi sama sekali, bagaimana aku bisa pulang? Ah harusnya tadi aku menurut saja dengan perkataan kak Ega untuk pulang. Aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan berencana untuk menghubungi kak Ega, siapa tau operasi kak Ega sudah selesai jadi dia bisa datang kesini untuk menjemputku.
" Hujannya malah makin besar ya?"
Aku kaget, seketika ponselku terlepas dari tanganku dan jatuh ke lantai tanpa sempat menghubungi kak Ega, aku menoleh ke arah sumber suara dan mendapati wajah kak Zean yang sangat dekat dengan telingaku. Aku mematung sesaat, setelahnya berusaha mengatur ritme jantungku yang seolah akan melompat keluar.
" Ponselnya mati!" Kak Zean mengambil ponselku dan menyerahkan kepadaku tanpa rasa bersalah sedikitpun karena sudah membuatku kaget dan menjatuhkan ponselku.
Aku mengambil ponselku dari tangan kak Zean, membolak-balik ponselku untuk memastikan apa yang kak Zean katakan. Dan benar saja ponselku mati dan sepertinya rusak. Bagaimana ini, aku bahkan belum sempat memberi kabar kepada kak Ega. Semoga saja aku bisa sampai rumah sebelum kak Ega. Setelah hampir setengah jam menunggu di lobby akhirnya hujan kembali renda. Aku mulai gelisah karena hari semakin malam dan aku tak kunjung menemukan taxi. Kulihat jam ditanganku, waktu menunjukan pukul 21:10 WIB dan suasana Mall masih terlihat ramai. Kemana perginya kak Zean? gumamku dalam hati yang tak mendapati sosok kak Zean di sekitarku. Apa mungkin dia sudah pulang? Tanpa berpamitan denganku? Ah entahlah yang terpenting sekarang bagaimana caranya agar aku bisa pulang. Aku
keluar dari lobby berniat berjalan keluar area Mall berharap ada taxi atau apapun yang bisa membawaku pulang, tiba-tiba sebuah motor sport bewarna merah berhenti di hadapanku.
" Naik, aku anter pulang!" Ajak si empunya motor sambil membuka helm-nya.
" Kak Zean."
" Yes, i'm. Ayo keburu malem!" Susah nyari taxi jam segini, apalagi abis hujan." terangnya sambil memberikan helm ke arahku.
" Nggak ngrepotin?" Tanyaku sekedar basa basi.
Kak Zean hanya menggeleng, aku meraih helm dari tangan kak Zean, memakainya lalu bergegas naik ke atas motor sebelum kak Zean berubah pikiran. Selama diperjalanan kami hanya terdiam, larut dalam pikiran masing masing. Dingin mulai terasa menusuk kulitku, apalagi aku hanya mengenakan kaos lengan pendek dan lupa membawa jaket. Setelah beberapa menit berlalu kak Zean menghentikan motornya di tepi jalan, aku hanya diam karena bingung kenapa kak Zean berhenti padahal rumahku masih lumayan jauh. Oh Tuhan aku lupa memberi tahu dimana alamat rumahku kepada kak Zean, mungkin kak Zean ingin menanyakan alamat makanya dia berhenti. Tapi bukannya kak Zean pernah mengantarku waktu itu bersama om Fajar. Ah entahlah mungkin dia lelah membawa motor besarnya ini.
" Makan dulu ya, aku lapar!" Ajak kak Zean yang terdenger lebih seperti perintah.
" Kamu mau makan apa?" Menunjuk beberapa tenda yang berdiri diseberang jalan.
" Maaf, kamu nggak biasa ya makan di pinggir jalan, kita cari restoran aja gimana?"Tanyanya lagi karena belum mendapat jawaban dariku.
" Nggak kak, nggak papa makan disana aja!" jawabku mengiyakan tawaran kak Zean dan tak sempat menolak.
" Trus mau makan apa? Gimana kalau.. " Perkataannya menggantung, matanya terlihat sibuk mencari tempat makan yang pas dengan seleranya, mungkin.
" Nasi goreng." Ucap kami bersamaan, saling memandang dan melempar senyum.
Akhirnya kami sepakat untuk makan nasi goreng, kak Zean kembali melajukan sepeda motornya menuju salah satu tenda yang menjual nasi goreng. Aku turun dari motor, masuk kedalam tenda dan memesan.
" Bang nasi gorengnya dua, yang satu nasi goreng ayam, pedes ya bang, jangan lupa tambahin telor ceploknya dua, setengah mateng ya bang!"pesanku.
" Kak Zean mau pesen nasi goreng apa?" tanyaku kepada kak Zean yang sudah berdiri di belakangku.
" Samain aja." Ucapnga lalu pergi dan duduk di kursi plastik yang tersedia di dalam tenda.
" Samain ya bang, jangan lupa telurnya setengah mateng." Ucapku mengulang pesanan.
" Minumnya apa neng?" Tanya si abang penjual.
" Teh manis anget aja bang, dua ya." Tambahku.
Aku bejalan ke arah kak Zean dan duduk di sebererang kak Zean, kami duduk saling berhadapan yang terhalang sebuah meja. Tiba tiba kak Zean mengulurkan tangannya dan mengantung di udara dengan telapak tangan menengadah.
" Ponselmu.!" Pinta kak Zean memecahkan kebingunganku.
" Kenapa dengan ponselku?" Tanyaku penasaran namun tetap mengeluarkannya dari dalam tas dan meyerahkan kepada kak Zean.
" Besok biar aku bawa ke service center, tadi aku liat di Mall ada dan ternyata sudah tutup . I'm sorry, gara-gara mengagetkan kamu, ponselmu jadi rusak". Ungkapnya yang membuatku terkejut tak percaya dengan ucapan kak Zean padahal aku sempat berburuk sangka padanya tadi.
" Aku bisa benerin sendiri kok kak, lagian aku yang ceroboh kurang hati-hati, ini bukan salah kakak kok.!" Tegasku merasa tak enak hati dan berusaha merebut ponselku dari tangan kak Zean namun gagal karna ponselku sudah berpindah ke dalam saku celana kak Zean.
Setelah beberapa saat pesanan kami datang dan memecah kecanggungan yang aku rasakan. Kak Zean terlihat kaget melihat nasi goreng pesananku, mungkin dia tadi tidak mendengar dengan jelas apa yang aku pesan dan main bilang samain aja.
" Dengan dua telor setengah matang?" Ucapnya sambil menunjuk sepiring nasi goreng di depannya.
" Hmmmm." Jawabku singkat.
" Why?" Tanyanya lagi penasaran.
" Mata sapi ada berapa?" tanyaku sambil menyuapkan sendok ke mulut.
" Dua!"
" Ini namanya apa?" Aku mengacungkan sendok ke arah telur yang sedang kami perdebatkan.
" Telur ceplok." Jawabnya mantap dan masih belum mulai makan.
" No, no, nama yang lain?" Sanggahku.
" Telur mata sapi." jawabnya lagi.
" Jadi kalo telur mata sapi, telurnya harus berapa? Tanyaku lagi sambil menahan tawa melihat ekspresi kak Zean.
" Dua."
" That's true!" Jawabku sambil menjentikan jari dan tersenyum .
" Aa... Terserah deh , hahaha." Balasnya sambil tertawa kecut dan mulai menyendok nasi gorengnya.
Setelahnya kami makan dengan hening, sesekali aku melihat ke arah kak Zean yang terlihat fokus dengan makananya, dia terlihat sangat menikmati makananya dan sepertinya dia benar-benar lapar , lihatlah betapa lahapnya dia memakan nasi gorengnya. Tanpa sadar aku tersenyum melihat kak Zean makan, lalu aku kembali fokus pada makananku dan menghabiskannya tanpa sisa.
" May I ask your name?" Tanyanya sopan.
" Aku harus tau namamu atau sesuatu yang bisa aku hubungi jika ingin mengembalikan ponsel ini kan.!" Terangnya lebih lanjut.
" Prilatia." Aku memang selalu mengenalkan nama depanku kepada orang yang baru aku kenal. Kemudian aku mengeluarkan kartu nama kak Ega dan memberikannya kepada kak Zean.
" Itu nomer kakakku, kak Zean bisa menghibunginya jika ponselku sudah selesai di perbaiki dan hmmmm bolehkan aku minta nomer rekening kak Zean, aku akan mentransfer biaya perbaikannya?"
" Tak bisakah kamu membayarnya dengan yang lain? Seperti mengajakku makan malam, mungkin?" Tawarnya.
" Mungkin tidak." Jawabku setengah ragu.
" Hmm." Jawabnya singkat dan tanpa meminta penjelasan lebih lanjut kenapa aku menolak tawarannya.
" Pulang sekarang?" Tanyanya lagi.
Aku hanya mengangguk kemudian aku berdiri, melangkah meningalkan kak Zean yang masih terlihat menikmati teh manis hangatnya. Aku berjalan ke arah penjual nasi goreng sambil mengeluarkan dompet untuk membayar makanan kami. Saat hendak mengeluarkan uang tiba-tiba tangan kak Zean meraih tanganku.
" Aku yang traktir.!" Ucapnya tanpa melepas tanganku.
Aku mengangguk dan masih berdiri mematung di tempat sambil mencoba menenangkan detak jantungku yang berpacu dengan sangat cepat. Setelah selesai membayar kak Zean berhasil membuatku berdebar lagi, bagaimana tidak dengan entengnya dia meraih tanganku dan menariknya perlahan sambil berjalan ke arah motornya dan anehnya aku hanya pasrah saja menerima perlakuan kak Zean alih-alih menepis tangannya aku malah terkesan menikmati sentuhan kak Zean, ah bagaimana ini tangannya terasa begitu hangat. Sesampainya di motor kak Zean melepas tanganku, lalu tiba-tiba dia melepas hoodie biru navy yang dipakainya dan menyerahkan kepadaku.
" Pakailah, sepertinya kamu membutuhkannya, tanganmu sangat dingin seperti mayat hidup.!" Tangannya masih menggantung sambil memegang hoodie miliknya yang belum juga aku terima.
" Bagaimana dengan kakak, kakak juga akan kedinginan nanti?" Tolakku merasa tak enak hati.
" Aku masih pakai ini." Menunjuk kaos panjang yang dikenakannya.
" Tapi....
Belum sempat melanjutkan perkataanku kak Zean sudah memakaikan hoodienya ke kepalaku, aku mundur selangkah dan memgambil alih pekerjaan kak Zean lalu memakai hoodiie itu sampai menutup tubuh bagian atasku, lebih tepatnya menutup sampai bagian lututku. Mungkin karena perbedaan tinggi kami yang cukup banyak sehingga hoodie yang terlihat pas di tubuh kak Zean, malah terlihat seperti daster ketika aku yang memakainya. Kalian pasti penasaran kan seberapa tinggi kak Zean, tinggiku saat ini 160cm dan hanya sampai di bahu kak Zean saja jadi mungkin tinggi kak Zean sekitan 185 cm, itulah kenapa aku selalu mendongak setiap kali bicara dengannya.
"Hahahahah, kamu seperti hantu sawah." tertawa girang lalu membungkam mulutnya sendiri.
Aku hanya terdiam pasrah mendengar ejekan kak Zean, terserahlah yang terpenting sekarang adalah aku sampai rumah tanpa harus kedinginan. Setelah puas mentertawakanku kak Zean menaiki motornya lalu dikuti olehku dan kami kembali melanjutkan perjalanan. Beberapa menit kemudian kami sampai di depan rumahku, aku turun dari motor kak Zean, mengucapkan terimakasih dan dan mmelangkah menjauh dari kak Zean.
" Pril..
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Erni Fitriana
prilliiiiiiiii😘😘😘😘😘
2022-08-24
0
Ilham Risa
aku datang lagi kaki, semangat Kak😄💪
2022-06-06
1
meli meilia
smangatt Kak..salam hangat dr Cinta Sang Maharani..😁😁
2022-04-02
1