Hari mulai beranjak siang ketika aku dan kak Ega berangkat ke tempat les ku. Di sepanjang perjalanan aku hanya terdiam, mataku menatap keluar jendela mengamati jalanan yang terlihat lengang siang ini, mungkin karena bukan di jam sibuk jadi hanya beberapa mobil yang terlihat melintas melewati mobil kami.
"Kamu beneran mau nurutin keinginan ibu masuk kedokteran nanti?"Tanya kak Ega mengakhiri keheningan.
"Hemm." Jawabku pasrah.
"Kuliah kedokteran bukan hal yang mudah Ndi, kalo kamu tidak yakin sama apa yang ibu inginkan, mending kamu bilang sama ibu sebelum terlanjur nantinya, siapa tau ibu bakal berubah pikiran kalau kamu berani mengutarakan keinginan kamu sekarang!."
"Kakak tau sendiri gimana ibu sekarang, lebih baik aku nurut aja dari pada bikin ibu tambah sedih, masalah mudah atau enggak kita lihat saja nanti kak, buktinya kakak saja bisa jadi dokter masa aku enggak sih?"
Setelah mendengar jawabanku, aku melihat raut kecewa di wajah tampan kak Ega yang disertai helaan nafas panjang dan terdengar berat. Kak Ega memang selalu mendukung apapun keinginanku, dia tidak ingin aku menyesal di kemudian hari karena salah mengambil keputusan. Tapi mau bagaimana lagi aku terpaksa mengubur semua angan dan impianku demi kebahagiaan ibu dan aku yakin aku takkan pernah menyesal dengan keputusanku. Ya semoga saja tidak di kemudian hari.
Sibuk meyakinkan diri bahwa keputusanku tidak salah, ternyata mobil kak Ega sudah berhenti di depan bangunan 2 lantai yang ku yakini adalah tempat les-ku. Tempat ini masih terlihat sedikit asing karena baru pertama kalinya aku datang ke tempat ini. Aku membuka sabuk pengamanku, mengulurkan tangan ke arah kak Ega untuk berpamitan dengan kakak tersayangku ini. Setelah mendapat sambutan tangan dari kak Ega aku langsung mengecup punggung tangan kak Ega dan bergegas keluar dari mobil.
"Ndi, nanti pulang sendiri bisa kan? Kakak ada operasi, dideket sini ada halte bus kok, nanti jalan aja ke halte kalau nggak naik ojek ya!"Teriak kak Ega dari dalam mobil dan akupun hanya mengangguk lalu berjalan meninggalkan mobil kak Ega.
POV EGA
Melihat wajah Indhi, meskipun dia bilang bahwa dia baik baik saja tapi aku yakin yang di rasakan adalah sebaliknya. Aku sangat mengenal siapa adikku ini, dia tipe manusia yang akan menomor duakan dirinya sendiri jika itu menyangkut kebahagiaan orang terkasihnya. Kadang aku merasa kasihan padanya, di usianya yang masih begitu muda dia harus kehilangan figur seorang ayah, di tambah dengan kesibukan ibu dan juga sikap ibu yang mulai berubah sepeninggal ayah, aku sangat yakin dia sangat menderita. Sejauh ini aku masih bersyukur melihat adikku tumbuh menjadi gadis yang baik meskipun sudah tak seperiang dulu lagi.
Dulu aku sangat khawatir dengan kondisi psikisnya, keadaan membuatnya harus dewasa sebelum waktunya. Sempat aku membawanya menemui salah satu temanku yang menjadi Psikiater, namun di pertemuan ketiga dia menolak datang dan meyakinkanku bahwa dia baik baik saja. Semenjak itu aku hanya bisa menuruti keinginannya, mensupport apapun yang dia lakukan selama itu hal yang positif, meluangkan sedikit waktu di tengah padatnya jadwal operasiku hanya sekedar untuk menemaninya makan atau belajar di rumah.
Terkadang aku berfikir untuk mulai menata hidupku sendiri. Di usiaku yang sudah menginjak 28 tahun ini harusnya aku mulai memikirkan untuk membangun sebuah keluarga, namun aku tak boleh seegois ini, aku harus menjaga ibu dan melihat Indhi bahagia dan ceria seperti dulu lagi baru nanti aku memikirkan diriku sendiri. Untuk saat ini kebahagiaanku cukup dengan melihat ibu dan Indhi sehat dan melihat senyum mereka. Ya meskipun untuk saat ini sangat susah untuk membuat mereka tersenyum. Namun aku yakin suatu saat nanti aku akan melihat mereka tertawa bahagia. Harapku.
POV INDHI
Hampir 3 jam di dalam ruangan les membuat kepalaku hampir meledak. Ya Tuhan ini musim liburan kenapa aku masih harus bergelut dengan si Aljabar dan semua teman temannya yang memusingkan. Argggh, aku mengacak rambut hitamku yang terurai sebahu dan berjalan keluar ruangan tanpa menyadari penampilanku yang sudah berantakan dengan rambut acak-acakan.
Seperti gadis gila aku berjalan sambil mendengarkan musik dan bernyanyi menuju halte bus yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat les. Sesekali aku berhenti untuk membetulkan Earphone yang terlepas dari telingaku. Sepanjang perjalanan aku heran kenapa semua orang yang berpapasan denganku menatapku dengan aneh lalu tertawa, apa yang salah denganku?
Saat melewati sebuah bangunan yang didominasi dengan kaca sebagai dinding aku berhenti dan berjalan ke arah bangunan tersebut. Tentu saja mereka melihatku dengan tatapan aneh dan tertawa, lihatlah penampilanku ini, sudah seperti orang gila dengan rambut acak tak beraturan dan noda bekas bolpoint terlukis indah di wajahku.
Saat hendak merapikan rambut dan menghapus noda di wajah tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti tepat di belakangku dan si pemilik mobil membuka kaca mobilnya. Aku berbalik karena penasaran siapa pemilik mobil itu dan seperti tersambar petir di sore hari yang cerah, yang berada didalam mobil itu adalah om Fajar dan kak Zean yang juga terlihat kaget melihat penampilanku.
"Kamu abis tawuran Ndi?" Ucap om Fajar sambil tertawa puas mengejekku.
"Apaan sih om, aku habis les tau. Om mau kemana?" Tanyaku basa- basi untuk menyisihkan sedikit rasa malu.
"Kirain habis berantem, hahaha lagian rambut kamu berantakan gitu kaya habis jambak jambakan."
"Om mau kemana atau dari mana?" Tanyaku lagi dengan nada sedikit tinggi.
"Om mau pulang, dari kejauhan lihat kaya ada gadis gila lagi jalan sambil lompat lompat pas om samperin kok kaya kenal, eh ternyata memang beneran kenal, hahaha.. Ayo masuk sekalian om anterin, ini sudah sore jarang ada bus lewat!." Ajaknya lalu keluar dari mobil dan membuka pintu mobil belakang.
"Nggak ngrepotin kan om?" Tanyaku ragu.
"Enggaklah, ayo buruan masuk nanti keburu gelap!"
Aku hanya mengangguk dan bergegas masuk ke dalam mobil.
"Hye girl, we meet again." Suara dari balik kemudi itu membuatku berhenti bernafas untuk sementara. Tak mendengar tanggapan dariku kak Zean menoleh ke belakang dengan senyum manisnya.
"Hey are you okay?"
Mendengar pertanyaannya aku hanya mengangguk pasrah, belum lagi saat melihat senyumnya, seketika pipiku memanas dan aku yakin wajahku sudah memerah seperti kepiting rebus. Ya Tuhan tolong segera keluarkan aku dari mobil ini atau aku yakin jantungku tidak akan baik baik saja.
"Hmm , ya, i'm okay!" Jawabku gugup.
Tak lama kemudian om Fajar masuk kedalam mobil dan kami melanjutkan perjalanan pulang dengan hening. Sesekali aku mencuri pandang ke arah kak Zean dari kaca spion, menyadari gelagat aneh dariku terkadang aku juga melihat kak Zean melihatku dari balik spion di iringi dengan senyumnya dan gelengan kepalanya. Tapi kenapa dia tersenyum sambil menggelengkan kepala? Apa ada yang lucu? Atau mungkin dia merasa aneh di perhatikan oleh bocah sepertiku atau mungkin dia merasa risih? Entahlah hanya dia dan Tuhan yang tahu apa yang ada dalam pikirannya.
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Erni Fitriana
😆😆😆😆pasti muka kamu coret moret ndiiii.....ngaca deh...pasti malu
2022-08-23
0
Your name
Kak Ega orangnya baik ya, sekarang ini ia berusaha untuk fokus membahagiakan Indhi sama Ibunya. Tidak peduli dengan dirinya dulu, yang penting cukup melihat mereka bahagia. Itulah seperti halnya sebuah impian.
2022-03-16
0
Realpcy_Cyl
mampir tor
2022-03-15
2