Keluarga Nina sedang berkumpul di ruang keluarga, dan membicarakan tentang masalah keluarga Dian.
"Jadi belum ada kabar dari mamamu Dian?" tanya mama Nina pada Dian.
"Belum ada Tante," Dian terlihat murung.
"Atau mungkin ke rumah nenekmu, apa kamu sudah hubungi keluargamu yang lain?" papa Nina ikut bertanya.
"Nenek dan kakek sudah tidak ada Om, tinggal adik dan kakak Mama, tapi semua diluar pulau Om, tidak mungkin mama kesana,"
"Ya sudah untuk sementara kamu disini dulu, semoga mamamu cepat memberi kabar. Kalau papamu kamu gak coba menghubunginya," sambung mama Nina.
"Saya sakit hati sama papa, untuk apa saya hubungi orang itu," Dian terlihat sangat membenci papanya.
"Nggak boleh gitu, bagaimanapun dia papamu walimu yang sah. Coba kamu ceritakan masalah ini bagaimanapun dia juga harus tau soal ini,"
Papa Nina mencoba membujuk Dian agar menghubungi papanya.
"Dian gak tahu mau ngomong apa dengan orang itu Om, Dian udah benci sama Dia Om," Dian terisak manangisi nasibnya yang tiba-tiba berubah jadi berantakan.
"Ya sudah kalau gitu kasih nomor hp papamu sama Om, biar Om yang bicara dengannya,"
Dian kemudian memberikan hand phonenya kepada papa Nina setelah dia mencarikan nomor papanya.
Papa Nina mengetik nomor papa Dian di hand phone miliknya, dia berencana mengajak laki-laki itu bertemu dengannya besok dan membicarkan masalah ini.
"Ya sudah Nin, ajak Dian istirahat di kamarmu sana. Ini sudah malam besok kalian harus kuliah," mama Nina menyuruh anaknya mengajak Dian pergi tidur.
"Siap Bos, yuk Dian kita ke kamar. Selamat malam Mah Pah Nina tidur dulu,"
Nina naik ke kamarnya diikuti Dian. Tinggalah mama Nina dan papa Nina. Mama Nina mendekati suaminya dan bergayut manja.
"Heran ya Pah bisa gitu laki-laki nikah lagi, gak mikir apa bagaimana nasib keluarganya," mama Nina ikutan kesal dengan papanya Dian.
"Sstt... gak boleh gitu, kita gak tahu masalah mereka," papa Nina tidak suka istrinya ngomongin hidup orang.
"Ya habis kayak gitu main tinggal-tinggal keluarganya, gak mikir siapa yang menemani saat dia susah," mama Nina masih kesal.
"Ya biarin kan itu pilihan dia," jawab papa Nina.
"Kira-kira Papa punya pikiran mau nikah lagi gak?" mama Nina berbalik mencurigai suaminya.
"Hmmm ini yang Papa tidak suka, orang yang ngelakuin terus Papa yang di sangkut-sangkutin, hubungannya apa coba,"
"Ya tap...,"
Belum selesai mama Nina berbicara, papa Nina sudah ******* bibir istrinya agar tak membahas orang lain.
Ciuman papa Nina semakin panas, membuat mama Nina terengah engah.
"Ah Papah jangan disini, nanti dilihat Nina atau bibik bahaya," bisik mama Nina.
"Ya ayok pindah ke kamar Sayang," ajak papa Nina.
Mereka berdua berlari kecil memasuki kamarnya, dan melanjutkan kemesraan di dalam kamar. Papa Nina lebih memilih bercinta dari pada berdebat tidak penting.
Selama ini kalau mama Nina sudah mulai ngambek tanpa sebab obatnya cuma satu, di bikin mendesah berkali-kali oleh papa Nina, dan itu ternyata sangat manjur. Mereka tidak pernah sampai bermasalah terlalu lama.
*********
Papa Nina sudah menghubungi papanya Dian mereka membuat janji untuk bertemu saat makan siang.
"Hallo dengan Pak Hendra?" sapa papa Dian saat menemui Hendra papanya Nina.
"Ya benar, Pak Markus ya papanya Dian?" tanya Hendra.
"Ya saya Markus,"
"Silahkan, oh ya mau pesan makan apa,"
Hendra mengajak Markus makan dulu sebelum membahas masalah Dian dan Ibunya. Setelah makan dan santai barulah Hendra membahas soal Dian.
"Duh Pak Hendra maafkan saya kalau Dian menyusahkan keluarga Bapak, biar nanti saya jemput Dian Pak,"
Markus tidak enak hati dengan keberadaan Dian di rumah keluarga Hendra.
"Soal itu tidak masalah Pak Markus, saya sangat senang karna ada teman Nina di rumah. Yang saya pikirkan bagaimana mamanya Dian takut terjadi apa-apa saja diluar sana,"
"Itulah sifat jelek istri saya Pak dari dulu suka kabur, saya juga tidak bisa memahami sifatnya walapun sudah sekian lama menikah. Kemudian saya bertemu dengan istri saya yang sekarang sangat berbeda sikapnya saya menemukan ketenangan bersamanya,"
Markus mencoba membela diri atas alasannya menikah lagi, Herman tersenyum mendengarkan cerita Markus.
"Ya soal itu saya tidak ikut campur Pak Markus karna itu masalah intern Bapak dengan mamanya Dian,"
"Tunggu saja seminggu Pak Hendra mama Dian pasti pulang, saya sudah hapal kelakuannya,"
"Baiklah kalau begitu kita tunggu saja kabar dari mamanya Dian,"
"Baik Pak Hendra, oh ya bilang sama Dian saya masih menyayanginya hanya saja istri saya yang sekarang tak mau kalau anak saya ikut kami, adik Dian juga berada di rumah orang tua saya sekarang,"
"Kenapa harus di pisahkan kakak dan adiknya?"
"Itu sudah perjanjian antara saya dan mamanya Dian, untuk membagi anak,"
Hendra mengakhiri pertemuan mereka, merekapun bersalaman sebelum berpisah. Hendra kembali ke kantornya sedangkan papa Dian pulang ke rumah istri barunya.
*********
Malam harinya Hendra membahas soal pertemuannya dengan papa Dian. Dian mendengarkan nasehat om Hendra agar menunggu kabar dari mamanya.
"Bersabarlah Dian kita tunggu seminggu ini kabar dari Mamamu, tadi sih menurut Papamu begitu. Biasanya mamamu akan pulang dalam seminggu. Apa sebelumnya juga pernah seperti ini?" tanya papa Nina pada Dian.
"Kalau dulu mama pergi karena ada urusan keluarga Om tidak dalam kondisi ribut dengan papa seperti sekarang,"
"Apa pernah orang tuamu ribut-ribut selama ini?" tanya mama Nina.
"Kalau ribut besar saya tidak pernah lihat Tante, tapi biasanya mereka saling tak menegur kalau lagi marahan, mungkin waktu kami tidak dirumah mereka ributnya saya tidak tahu,"
"Ya sudah semoga memang seperti yang Papamu bilang kalau Mamamu akan pulang setelah satu minggu," kata papa Nina.
Dian merasa sedih karena belum tahu pasti keadaan mamanya yang tidak ada kabar sejak pergi dari rumah.
tut
tut
tut
Hand phone Dian berdering, Dian melihat di layar hand phonenya dari mamanya Dian langsung melonjak kegirangan.
"Mah... Mamah, Mamah dimana Mah?" Dian langsung memberondong mamanya dengan pertanyaan.
"Dian maafin Mamah sudah pergi dari rumah, Mamah akan menjemputmu Nak," suara mama Dian terdengar lirih.
"Mama tidak apa-apa kan Mah?"
"Mamah baik-baik saja, tunggu Mamah jemput kamu ya,"
Orang tua Nina ikut lega mendengar mamanya Dian sudah memberi kabar, setidaknya mama Dian dalam keadaan baik-baik saja.
Dian juga senang mamanya sudah menghubunginya, ketakutannya akan hal buruk yang menimpa mamanya sudah sirna.
Kini mereka tinggal menunggu kedatangan mama Nina menjemput Dian. Dian juga sudah memberikan alamat rumah Nina pada mamanya, yang akan datang menjemputnya.
*************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Wati Simangunsong
gra2 ap y
2020-12-16
0
ren rene
keren thor
2020-11-24
0
ren rene
keren thor
2020-11-24
0