Malam itu Adit datang ke rumah Ratih, kali ini dia membawa bakso tiga bungkus. Dia merasa tak enak kalau datang tidak membawa sesuatu karna ibu Ratih juga baik padanya, suka memberi makanan untuk dibawanya pulang.
tin...
tin...
Bunyi klakson motor Adit saat sudah di depan rumah Ratih. Ratih tidak tahu kalau Adit mau datang kerumahnya malam itu.
"Eh Adit, kog gak bilang mau kesini,"
"Sengaja mau ngetes kamu, ada di rumah apa lagi nglayap he he," balas Adit.
Adit masuk ke rumah setelah menyalami ibunya Ratih di warung, dia juga menyerahkan bakso bawaannya.
"Duh... emangnya aku tukang nglayap, aku kan anak rumahan yeee," seru Ratih.
"Ya mana tahu boong, ternyata kamu punya gebetan lain selain aku,"
"Ih gak percaya ya, aku cuma sama kamu saja kog Sayang," Ratih mulai genit.
"Tadi bawa apa, kenapa selalu bawa bungkusan kalau kesini," tanya Ratih lagi.
"Tadi aku pingin makan bakso, terus keinget kamu makanya beli bakso kubawa kemari. Sana siapin baksonya udah laper ini, sama es teh sekalian ya,"
Baru saja Adit selesai ngomong ibunya Ratih sudah datang membawakan bakso dan es teh buat Adit.
"Lah kog Ibuk yang repot jadinya," ucap Adit malu.
"Nggak apa-apa, ayok cepet dimakan nanti keburu dingin. Ibu makan di warung saja, trimakasih baksonya ya Nak Adit,"
Ibu Ratih kembali ke warungnya, kini tinggal Adit berdua dengan Ratih menikmati bakso.
"Dit..., Nina tuh selama SMA pernah punya pacar nggak sih?" tanya Ratih.
"Kalau di sekolah sih nggak ada, tapi nggak tau di luar sekolah,"
"Berarti bener dia bilang belum pernah pacaran," kata Ratih lagi.
"Mmmm dia yang bilang gitu?" tanya Adit.
"Iya, ku pikir bercanda anak itu,"
"Aku dulu naksir dia loh, tapi dia gak peduli gitu ya kupikir aku bukan standart dia kali jadinya aku mundur alon-alon he he,"
"Serius lo pernah naksir dia?" tanya Ratih.
"Iya serius, siapa yang gak naksir cewek cantik kayak Nina,"
"Hah..., jadi gue nggak cantik!"
"Uhuk..., bukan, bukan begitu kamu cantik, Nina juga cantik," Adit terbatuk, dia jadi salah tingkah.
"Jadi cantikan mana aku sama Nina!"
"Cantikan mana ya?" Adit garuk-garuk kepala.
"Jujur salah boong juga salah ini. Duh ribet kalau ngomong sama wanita," bathin Adit.
"Hei... malah bengong!" Ratih membuat Adit tersentak.
"Sama cantiknya, aduh ngapa jadi bahas Nina sih bahas kita kenapa," Adit berusaha mengelak.
"Sekarang kamu masih naksir dia ya?" tanya Ratih penuh selidik.
"Oh... please! jangan merusak selera makanku Ratih, bisa nggak kita bahas yang lain," Adit mulai kesal.
"Ok... sorry Bos aku kan baper kalau udah nyangkut cewek lain," Hani mulai menyadari perubahan wajah Adit.
"Ya jangan gitu dong, aku kan jujur sama kamu itu perasaanku dulu. Sekarang kamulah dihatiku bukankah kita harus saling jujur,"
"Iya... iya maaf ya Sayang, yuk makan lagi baksonya," Ratih membujuk Adit yang mulai terlihat kesal.
"Mmmm Dit, kamu gak ada temen cowok yang bisa kita jodohin sama Nina?"
"Ngapain juga kita jodohin orang, iya kalau mau kalau kagak,"
"Ya aku kan gak enak gitu, sejak sama kamu sekarang jarang jalan bareng Nina,"
"Ya kalau mau jalan, jalan aja kenapa sih Beb, emang aku larang kamu jalan bareng Nina?"
"Nggak juga sih, tapi kan kalau bisa double date gitu kan asik,"
"Mmmm ada sih tapi temenku itu jaim juga orangnya. Cocok kayaknya sama Nina,"
"Eh Nina gak jaim sih dia itu gimana ya orangnya, asik baik cuma gak peduli sama cowok aja sih, gimana ya bilangnya,"
Adit hanya mengangkat bahunya mendengar Ratih membicarakan Nina, Ratih asik bercerita tentang kebaikan Nina padanya.
"Nina itu baik kayak bapaknya, bapak Nina juga sangat berjasa buat aku,"
"Kamu kenal bokapnya Nina?" tanya Adit heran.
Ratih keceplosan ngomong, sekarang dia bingung mau menjelaskan pada Adit soal perkenalannya dengan ayah Nina.
"Mmm Dit, aku boleh nanya?" Ratih ragu-ragu.
"Nanya apa?"
"Hubungan kita ini seperti apa sih?" tanya Ratih.
"Maksudnya apa?"
"Ya kita ini apa cuma sekedar pacaran buang waktu, have fun atau gimana gitu. Aku cuma ingin tahu masa depan hubungan kita, jadi aku gak mau terlalu berharap kalau kenyataannya cuma hubungan biasa,"
Adit menatap Ratih lama, kemudian dia mengambil es teh dan meminumnya perlahan. Ratih memandangnya penuh tanya.
"Rat, aku bukan anak orang kaya jadi kalau sekedar main-main juga bukan tipe aku. Kedua usia kita bukan ABG lagi jadi pacaran kita ya pacaran untuk jenjang yang lebih serius."
"Memang saat ini aku belum punya apa-apa, aku ingin kamu mendukungku sampai aku sukses. Apakah kamu mau menemaniku sampai saat itu tiba?" tanya Adit.
Ratih mengangguk matanya memerah, bulir air matanya mulai menetes.
"Kog malah nangis,"
Adit menghapus air mata Ratih, dan membelai rambutnya yang panjang tergerai.
"Tapi apa kamu terima aku apa adanya?" tanya Ratih sambil terisak.
"Tidak ada manusia yang sempurna, siapa sih aku ini mau menuntut kesempurnaan darimu,"
"Tapi Dit, aku....,"
Ratih tak bisa meneruskan ucapannya. Dia takut Adit tak bisa menerimanya saat dia tahu masa lalu Ratih.
Adit menggenggam tangan Ratih, mencoba memberikan kekuatan pada kekasihnya itu.
"Aku mau jujur padamu tentang masa laluku. Setelah ini kamu masih menerimaku atau tidak itu terserah keputusanmu Dit, aku cuma ingin jujur padamu,"
Adit memandang lekat wajah Ratih, ada ketakutan disana entah rahasia apa yang Ratih sembunyikan yang jelas Adit juga ingin Ratih terbuka padanya.
"Dulu aku pernah, pernah jadi cewek bokingan waktu SMA,"
Ratih menatap Adit yang terkejut mendengar ceritanya. Dia menelan ludah menguatkan dirinya untuk bisa bicara jujur pada Adit.
"Aku butuh uang saat itu, dan itu salah satu cara termudah untukku. Hingga suatu hari aku bertemu dengan Om Hendra ayah Nina,"
Adit semakin lekat memandang Ratih, dia belum bisa mencerna apa yang Ratih bicarakan. Adit menarik nafas panjang mencoba menahan dirinya.
"Om Hendra menemukanku, dan mengantarku pulang lalu dia memintaku untuk tidak melakukan hal itu lagi. Dia membantuku dengan mengasih uang setiap bulan untuk biaya sekolahku,"
"Dan aku baru tahu kalau ternyata dia ayahnya Nina, waktu kemarin tidak sengaja bertemu di kampus waktu mengantar Nina."
Ratih diam dia menunggu reaksi Adit yang juga terdiam. Suasana jadi terasa panas diruangan itu. Ratih sudah membayangkan kalau Adit pasti akan membencinya setelah mendengar ini. Tapi dia harus jujur pada Adit tentang dirinya yang dulu.
Adit menarik nafas panjang, dia tak menyangka kekasihnya pernah melalui jalan yang kelam.
"Kenapa kamu sampai seperti itu?" tanya Adit.
"Aku tidak tahu Dit,"
"Apa semua itu sudah berakhir?" tanyanya lagi.
"Aku sudah tidak melakukannya lagi, Om Hendra membantuku meskipun dia tidak pernah menemuiku. Makanya aku sangat sayang sama Nina dia malaikatku,"
Ratih terisak hatinya juga pedih, dia menangis karna takut kehilangan Adit. Baru saja dia merasa bahagia tapi harus berakhir karna kejujurannya.
"Sudah jangan menangis lagi, nanti dilihat Ibu," bujuk Adit.
"Aku malu padamu Dit hik," Ratih menggigit bibirnya menahan tangis.
Adit memeluk Ratih, membelai punggungnya. Hatinya sebenarnya sakit sekali menerima kenyataan ini. Tapi siapa dia yang harus menghakimi masa lalu seseorang.
"Itu masa lalumu Ratih, aku tidak akan menghakimi mu, saat ini dan kedepan yang penting kamu tidak seperti itu. Jujur aku kaget dengan semua ini tapi apakah aku berhak menghakimi mu," bisik Adit.
"Jadi kamu masih menerimaku Dit?" Ratih melepaskan pelukan Adit, memandang wajah kekasihnya mencari jawaban.
"Iya Rat, kita mulai lembaran baru. Lupakan masa lalu jangan diungkit lagi. Trimaksih kamu sudah jujur padaku,"
Ratih memeluk erat Adit air matanya tumpah, dia merasa lega dan bahagia. Beban beratnya yang dia pendam selama ini sudah terlepas. Sekarang Adit adalah masa depannya, tambatan hatinya yang terakhir.
***************
Note : jika suka cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Dewi Nurlela
salut buat Ratih👍
2021-04-24
0
Oka Luthfia
kan itu cuman masa lalu ,untung adit pikiranya luas ,jadi bisa menerima ,,, hidayah itu datang setiap saat kok ,mungkin itu cara Allah buat ratih berhenti dari pekerjaan haram denga mendatangkan om hendra
2021-03-30
0
Wati Simangunsong
jujur yg trindahh
2020-12-15
0