Om Hans mabuk bukan kepalang. Giara merasa terbebani dengan perlakuannya, karena tak mungkin Om Hans akan segera sadar. Sebenarnya, ada yang lebih Giara takutkan dari mabuknya Om Hans, Giara takut tanpa sadar pria paruh baya ini menginginkan tubuhnya.
Sebelum terlambat, Giara segera menghubungi supir pribadi Om Hans, dan memintanya untuk segera menjemput Om Hans di bar yang telah disebutkan alamatnya.
Mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tak diinginkan, Giara pun segera berlalu pergi meninggalkan Om Hans sendirian. Walau pada akhirnya Giara tak mendapatkan apa-apa malam ini. Namun tak mengapa, karena Giara paling tak mau menemani pria yang mabuk.
"Malam ini aku tak menghasilkan uang. Kenapa juga aku tak meminta bayaran dulu pada Om Hans? Aku gak sadar kalau dia akan mabuk seperti itu. Dan mabuknya itu, bener-bener ngeri deh! Kata-Kata dia bikin aku muak," Giara berbicara sendiri sembari berjalan di atas trotoar pejalan kaki.
Ucapan Om Hans saat mabuk, sangat membuat Giara takut dan kaget. Apalagi, Om Hans berkata ingin menikah dengan Giara. Seketika tubuh Giara bergidik ngeri karena ia tak mungkin menyetujuinya.
"Biasanya kan orang mabuk itu bicaranya suka jujur. Jadi, apakah tadi Om Hans berkata jujur? Dia memiiki masalah dengan istrinya. Kenapa juga harus membawa-bawa aku kedalam masalahnya? Mana mau aku menikah dengannya? Dengan perjaka kaya raya saja aku tak mau, apalagi dengan pria tua seperti Om Hans, yang sebenarnya malah cocok menjadi Papaku," Lagi-Lagi, Giara berbicara sendiri.
Giara terus berjalan, hingga ia tak sadar, jika ia telah sampai di dekat jalan raya yang kini telah sepi. Giara pun segera memesan ojek online agar ia bisa segera pulang dan sampai ke rumahnya.
Tak apa, walau Giara tak mendapatkan uang malam ini. Giara hanya tak mau, jika ia harus menemani Om Hans dalam keadaan mabuk. Namanya orang mabuk, takut berperilaku di laur nalar.
Mungkin hari ini Giara tak akan mendapatkan uang, semoga esok hari Om Hans akan menghubunginya dan membayarnya. Walau terkesan mata duitan, namun Giara tak peduli, karena hidupnya memang bertujuan untuk mendapatkan uang.
..........
Keesokan harinya ....,
Hari ini hari minggu, dan kampus pun libur. Giara masih terlelap, dan rasanya enggan untuk beranjak dari kasurnya yang empuk. Namun, mau hari ini kuliah ataupun tidak, Giara harus tetap bangun pagi, karena ia harus membersihkan rumahnya.
Sang Ibu sudah tak bisa melakukan aktifitas pekerjaan rumah. Sehari-harinya, ia hanya berbaring dan kadang duduk di kursi roda. Penyakit darah tinggi yang menyerangnya, kini merambat pada struk setengah badan, yakni kakinya lumpuh tak bisa berjalan.
Usia yang sudah renta, dengan beban hidup yang begitu berat, tentu saja tak mudah menjadi Ibu Giara yang harus bertahan hidup melawan penyakitnya. Bagi Giara, kebahagiaan dalam hidupnya, adalah kesembuhan sang Ibu.
Cara apapun akan Giara lakukan untuk sang Ibunda. Giara senantiasa melakukan apapun kemauan Ibunya. Selagi masih ada, dan selagi Giara masih bisa memberikan yang terbaik untuk sang Ibu.
Pagi ini, ia telah memberi sarapan untuk Ibunya. Giara memasak bubur dan menyuapi sang Ibu sambil berjemur. Mereka termasuk beruntung, karena memiliki rumah peninggalan sang Ayah, sebelum Ayahnya pergi.
Giara jadi tak perlu bersusah payah mengontrak, karena rumah kecil ini pun, sangat layak untuk mereka tinggali. Sembari berjemur, Giara memijat-mijat tangan dan bahu sang Ibu.
Sebagai bentuk rasa kasih sayang pada sang Ibu, Giara tulus melakukan semuanya dengan kesabaran penuh. Selagi masih ada, selagi Giara masih bisa membahagiakannya, maka ia akan tetap menjaga da merawat sang Ibu.
"Ibu, Ibu mau makanan apa? Biar Ara belikan untuk Ibu. Hari ini kampus dan kerjaan Ara libur, Bu. Jadi, Ara bisa berbelanja kebutuhan kita, dan kalau Ibu ingin sesuatu, bilang aja. Biar Ara belikan ...," seru Giara pada sang Ibunda.
Ibunda Giara hanya menggeleng. Dia terus menggeleng-geleng, seakan tak mau apa-apa, dan tak ingin ada yang dibeli olehnya. Namun Giara tak menyerah, Giara tahu, alasan Ibunya menggeleng.
Bukan karena memang tak menginginkan apapun, namun karena Ibunda Giara tak mau merepotkannya. Beliau takut jika Giara sebenarnya tak punya uang, dan memaksakan diri untuk membelikan keinginan Ibundanya.
"Ibu, gak usah khawatir. Ibu gak usah takut Ara gak punya uang. Ara baru gajian, Bu ... uang Ara masih banyak. Untuk berobat Ibu pun, masih Ara simpan, kok. Udah, Ibu bilang ya, Ibu mau apa? Biar Ara belikan, sambil Ara ke supermarket hari ini, membeli buah dan sayuran untuk Ibu." Giara terus merayu.
Ibunya hanya diam saja, enggan menjawab ucapan Giara yang tiada henti-hentinya merayu. Giara dengan sigap, mengambil buku catatan kecil di sakunya lalu memberikan buku itu pada sang Ibu, agar Ibunya menuliskan apa yang dia inginkan.
"Ibu tulis aja ya apa yang mau Ibu beli ... ayo, Bu, jangan sungkan, katakan saja ..."
Akhirnya, setelah dirayu habis-habisan, Ibunda Giara menyerah, dan dia menuliskan beberapa makanan yang ia inginkan. Giara tersenyum lepas, akhirnya Ibunya menuliskan beberapa keinginannya.
Setelah selesai, Giara segera bersiap. Ia akan belanja kebutuhannya selama dua minggu. Ibunya harus mengonsumsi makanan yang bergizi, agar tetap sehat dan keadaannya berangsur membaik.
Giara segera pamit dan bergegas berangkat ke pusat perbelanjaan di pusat kota. Hari minggu ini kebetulan ia tak ada jadwal apapun, sehingga memudahkan Giara untuk belanja dan membelikan apapun yang Ibunya inginkan.
Satu jam kemudian, akhirnya Giara sampai di Mall mewah pusat perbelanjaan terlengkap di Ibu kota ini. Giara sengaja ke Mall ini, karena ia juga ingin membeli beberapa bando dan ikat rambut untuknya.
Beberapa jam berkeliling di Mall, Giara merasa lelah dan lapar. Akhirnya, ia memutuskan mencari restoran untuk makan dan sekadar menghilangkan rasa laparnya.
"Jalan-Jalan sendiri gak enak juga ternyata. Makan, makan sendiri, jalan, jalan sendiri. Sayang banget Belva gak bisa diajak pergi," Giara berbicara sendiri.
Giara pun memesan beberapa menu makanan di restoran tersebut. Restoran ini dekat dengan mesin ice cream otomatis yang begitu disukai oleh anak-anak. Tak ayal, jika banyak sekali anak-anak yang datang dan pergi untuk membeli es krim tersebut.
Kebetulan,Giara duduk di meja luar restoran itu, sehingga ia bisa melihat mesin ice cream itu bekerja. Tiba-Tiba, saat Giara tengah menunggu makanannya, ada seorang anak perempuan berusia enam tahun yang tengah berlari sambil memegang es krim.
Karena gadis kecil itu berlari, tiba-tiba saja es krimnya jatuh tepat dipinggir meja restoran tempat Giara duduk. Gadis kecil itu refleks menangis, karena es krim yang baru saja ia tukar dengan koin, harus jatuh begitu saja.
"Eh, ya ampun, Dek, es krimnya jatuh ya? Aduh, kasihan banget ... sini, sini bangun. Biarin aja es krimnya jatuh, yang penting kamu gak apa-apa, kan?" Giara refleka berdiri dan mendekati anak kecil yang tengah menangis itu.
Anak itu tetap menangis sambil meratapi es krimnya yang terjatuh. Giara celingukan, melihat ke kiri dan ke kanan, di mana orang tua anak kecil yang malang ini. Namun, tak terlihat ada orang tua yang tengah mencari anaknya di sekitar tempat Giara berdiri.
"Eh, jangan nangis terus cantik. Gak apa-apa, es krimnya nanti bisa beli lagi. Udah ya, udah, jangan nangis. Di mana orang tua kamu? Tadi sama siapa perginya? Orang tua kamu pasti nyariin loh Dek," Giara terus membujuk agar gadis itu berhenti menangis.
Anak kecil itu masih berlinang air mata, Giara gugup karena takut disangka yang tidak-tidak oleh pengunjung lain. Apalagi, anak ini tengah menangis dan tak berhenti.
"A-Ayah ...," seru anak kecil itu, sembari isak tangis masih terdengar.
"Ayah? Ayahmu di mana? Biar Kakak antar cari Ayahmu. Kenapa bisa terpisah sama orang tuamu, Dek? Mereka pasti khawatir. Ayo, biar Kakak antar cari di mana mereka." ajak Giara.
"No, no, aku mau es krim lagi," suara itu maish diirngi isak tangisnya yang tersedu-sedu.
"Iya, iya, nanti pasti beli es krim lagi. Yang terpenting sekarang, kita cari dulu orang tua kamu ya. Kita ke pusat informasi sekarang. Biar Kakak yang antar," Giara sebisa mungkin terus merayu gadis kecil itu.
Tiba-Tiba, saat Giara tengah mengusap air mata gadis kecil itu, suara dari belakang mereka, teramat sangat mengagetkan, dan terdengar khawatir sekali.
"Queen, Queen ... ini Ayah, Ayah di sini ..." suara yang tampak familiar, dan sering Giara dengar.
Giara pun berbalik. Seorang pria di belakang mereka, yang tengah berlari mendekati Giara dan gadis kecil tersebut terliha terengah-engah, sepertinya telah kehabisan tenaga.
"Astaga, P-Pak N-Nicko?" mata Giara refleks melotot, mendapati pria tersebut, adalah orang yang sangat dikenalnya.
"G-Giara?" kekagetan itu pun jelas nampak terlihat, ketika pandangan mereka saling beradu.
*Bersambung*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
susi 2020
🥰😍😍🥰
2023-05-09
0
susi 2020
😘😘
2023-05-09
0
Rhina sri
klo jodoh gk bkl kemana... pasti di pertemukan kembali🤣🤣
2022-01-17
0