Kamar Nicko ....
Fadli dan Nicko baru saja bangun dari tidurnya. Beberapa saat kemudian, Fadli menghubungi istrinya, ia mengatakan jika Intan dan Giara tengah berjalan-jalan di sekitar pantai.
Fadli dan Nicko pun memutuskan untuk segera membersihkan diri dan beranjak ke lantai utama, untuk sarapan di restoran hotel megah ini. Di dalam lift, Fadli pun berbicara pada Nicko.
"Nick, jadi dia adalah mahasiswimu di kampus?" tanya Fadli serius.
"Iya, dan kebetulan ini gak banget, Fad! Kenapa kamu bisa punya nomornya dia?" tanya Nicko.
"Bosku selalu pakai jasanya dia kalau pergi ke mana-mana. Dia pintar akting, pintar mencairkan suasana. Pokoknya, kalau sama dia, dijamin nyaman deh ... makanya Bosku merekomendasikannya. Dan emang bener, dia cantik banget kan?"
"Standar itu," Nicko tak terima.
"Tapi Bosku kemarin bilang, jika dia tak menerima jasa plus-plus, Nick. Katanya nih katanya, dia itu masih perawan!" ucap Fadli sedikit berbisik.
Nicko terdiam. Mendengar kata perawan sedikit membuatnya terganggu. Menurut Nicko, mana mungkin seorang sugar baby masih perawan? Tentu saja mereka selalu bermain-main bersama pria-pria tua.
Tak mungkin jika Giara belum pernah melakukan hal seperti itu. Nicko yakin, jika Giara bukan gadis baik-baik. Ia pasti sering melakukan hal seperti itu dengan para pria yang menyewanya.
"Sepertinya tak mungkin. Mana ada seorang sugar baby yang masih perawan? Dia pasti sudah sering dijamah oleh banyak pria. Apalagi, pria-pria tua yang memanjakannya dengan uang!" balas Nicko spontan.
"Ya Tuhan, Nick ... kenapa pikiranmu itu negatif terus? Tapi aku percaya pada Bosku. Dia malah memperlakukan Giara seperti anaknya sendiri. Katanya, kalau ada yang memaksa ingin tidur dengannya, dia tak segan-segan akan menghajar pria itu, bahkan mengancam akan melaporkannya. Dia itu tangguh, Nick, makanya aku merasa cocok jika itu untukmu. Kamu pasti tak akan merasa risih, karena dia tak genit." jelas Fadli.
Nicko menghela napas. Jika itu adalah Giara yang lain, dan bukan mahasiswinya sendiri, mungkin Nicko tak akan secanggung ini. Masalahnya, Giara adalah mahasiswi di kampusnya. Secara tidak langsung, hal ini akan berdampak setelah nanti mereka berada di kampus lagi.
"Masalahnya dia adalah mahasiswiku di kampus! Aku tak menyadarinya, karena nama samarannya adalah Diva! Jika saja aku tahu bahwa Diva adalah Giara, lebih baik aku tak jadi menyewanya. Ini akan berdampak pada mata kuliahku, Fad. Dia jadi seenaknya, dan ingin terus meminta izin untuk pulang lebih dulu, saat jam kuliah masih berlangsung." jawab Nicko.
"Mungkin karena profesinya sebagai sugar baby Om-Om itu, dia jadi sering izin pulang ya?" tebak Fadli.
"Ya iya lah, dia pasti melayani pria-pria. Sangat menjijikkan. Aku tak sanggup membayangkannya." Nicko bergidik ngeri.
"Jangan gitu kamu, Nick. Kayaknya Giara bukan wanita malam seperti yang kamu bayangkan. Dia sepertinya memang masih tersegel." jawab Fadli meyakinkan.
"Seyakin itukah kamu? Kamu kan tak mengenalnya, Fad." ujar Nicko.
"Kenapa tidak kamu coba saja, Nick? Mana tahu benar. jika dia masih perawan, dan kamu mendapatkan kesuciannya,"Fadli terkekeh.
"Brengsek kau, Fadli! Sudah lah, jangan bicara ngasal lagi. Kamu memang menyebalkan! Gerutu Nicko yang kesal pada Fadli.
Fadli hanya terkekeh karena berhasil menggoda Nicko. Fadli sebenarnya sedikit tercengang, kenapa Giara dan Nicko harus kedapatan bahwa mereka satu kampus? Tentu saja hal ini akan sangat canggung bagi mereka.
Jika dipikirkan, bisa saja Fadli menjodohkan Nicko. Rasanya, Fadli sangat tertarik melihat kedekatan mereka. Toh, Nicko adalah seorang duda yang kesepian, dan Giara? Giara adalah wanita yang sedikit nakal, yang menggantungkan hidupnya pada para pria-pria kaya.
Kenapa mereka tak disatukan saja? Apakah Fadli harus menyatukan mereka?
.......
Keesokan harinya,
Dua hari telah berlalu, akhirnya semua peserta reuni akan kembali pulang ke Jakarta. Mereka semua tengah bersiap-siap untuk kembali pulang. Sebelum pulang, mereka diperbolehkan memiliki waktu santai selama dua jam.
Waktu dua jam itu bisa digunakan untuk berbelanja dan membeli oleh-oleh, ataupun untuk sekadar berfoto dan menghabiskan waktu. Hal itu tak berlaku bagi Nicko dan Giara.
Nicko dan Giara malah sibuk membereskan koper dan barang bawaan mereka. Nicko sepertinya tak berminat membeli oleh-oleh atau apapun. Giara sebenarnya ingin membeli oleh-oleh khas Bali, namun sayangnya, Nicko tak berinisiatif seperti pria-pria lain yang membayarnya.
Kebanyakan dari pria-pria itu pasti memanjakan Giara, dan membelikan apapun yang Giara inginkan. Hal ini sepertinya tak berlaku bagi Nicko, karena Nicko tipe pria yang datar dan serius.
Nicko sepertinya tak suka membuang-buang waktu demi hal yang tidak penting. Pupus sudah harapan Giara untuk shopping dan membeli semua oleh-oleh khas Bali.
Uang yang diberikan Nicko memang masih banyak, namun Giara tak akan pernah mau membelikan uang tersebut untuk hal yang bersifat foya-foya. Ia sudah berjanji, jika uang hasil jerih payahnya, akan ia gunakan untuk berobat Ibundanya, bukan untuk bersenang-senang.
Nicko seakan tak sadar, jika menyewa seorang wanita bayaran itu, harus memuaskan keinginannya. Semua ini karena Nicko dan Giara saling kenal, jadi mereka tak merasakan feel saat bertemu seperti ini.
"Pak Nicko gak belanja? Sekarang kan waktunya untuk membeli oleh-oleh," seru Giara.
"Aku tak suka belanja," balas Nicko.
"Oh begitu ya ... padahal banyak banget lho oleh-oleh khas Bali yang bisa diberikan untuk anak Pak Nicko,"
"Tak perlu, yang ada nanti dia marah tak diajak pergi, jika dia tahu aku pergi tak mengajaknya."
"Ooh, ... baiklah," Giara tak bisa bertanya apa-apa lagi.
Nicko terdiam, ia tetap fokus pada barang bawaannya yang tengah ia bereskan. Beberapa saat kemudian, pintu kamar hotel Nicko ada yang mengetuk. Diluar sudah ada Intan dan Fadli yang akan mengajak mereka untuk membeli buah tangan.
Nicko pun beranjak dan membuka pintu kamar hotelnya, "Hai, Fad. Ada apa?"
"kita beli oleh-oleh, Nick. Istriku bawel terus nih minta belikan buah tangah untuk keluarga di rumah." ajak Fadli.
"Iya, Nicko, ayo kita belanja bersama ..." ajak Intan.
Nicko terdiam. Ia malas untuk bepergian lagi, karena Nicko ingin secepatnya segera pulang ke Jakarta. Giara saja tadi mengajaknya untuk bepergian membeli oleh-oleh, namun Nicko tak mau, karena ia sama sekali tak tertarik.
"Aku belum selesai, kalian saja duluan." Nicko beralasan.
"Kalau gitu, mana Giara? Dia pasti mau banget diajak membeli oleh-oleh. Apalagi, kemarin dia bilang, dia mau belikan Ibunya oleh-oleh khas Bali, katanya ..." ujar Intan.
"Apa? Dia bilang begitu?" Nicko sedikit terkejut, pantas saja Giara tadi mengajaknya untuk pergi membeli oleh-oleh.
"Tunggu sebentar, biar kutanyakan padanya," Nicko pun masuk kedalam kamarnya.
Nicko melihat Giara ternyata berada di balkon, tengah mengambil handuk yang menggantung. Nicko pun berjalan menuju balkon, dan segera bertanya pada Giara.
"Istri Fadli menunggumu di luar, katanya kamu dan dia akan membeli oleh-oleh. Temui sana," pinta Nicko.
"Oh aku lupa, aku gak jadi kok beli oleh-olehnya. Aku harus nabung, Pak. Aduh, Kak Intan malah inget aja, padahal aku cuma bercanda. Aku harus bilang sama dia, kalau aku gak jadi belanjanya," Giara pun berjalan untuk menemui Intan.
Sontak saja Nicko meraih tangan Giara. Nicko menahan Giara, agar Giara menghentikan langkahnya. Entah kenapa Nicko malah memegang Giara, tenry saja Giara jadi kaget karena Nicko memegang tangannya.
"Eh, a-ada apa ya, Pak?" Giara sedikit kaget.
"Kenapa kamu gak jadi belanjanya? Bukannya kamu bilang sama istrinya Fadli, kalau kamu mau belikan oleh-oleh untuk Ibumu? Kenapa harus tak jadi? Apa uang yang kuberikan tak cukup?" tanya Nicko serius.
"Tidak, bukan seperti itu, Pak, hanya saja banyak biaya yang harus saya keluarkan. Belum kuliah, belum lagi untuk berobat Ibu. Alangkah lebih baiknya, uang dari Pak Nicko aku pakai untuk hal yang lebih bermanfaat. Begitu, Pak ..."
Nicko terdiam. Ia tak tahu tentang kisah hidup Giara. Tentang bagaimana kesehariannya, ataupun keuangannya. Nicko jadi merasa tak enak, lalu ia pun berinisiatif untuk bertanggung jawab atas semuanya. Toh, yang mengajak Giara ke Bali pun, adalah Nicko. Tentu saja Nicko harus membiayai apapun yang Giara inginkan.
"Baiklah, ayo kita pergi," langkah Nicko mendahului Giara.
"P-pergi? Pergi ke mana, Pak?" Giara heran.
"Bukankah kamu ingin membeli oleh-oleh? Ayo, biar aku belikan untukmu!" seru Nicko.
"Enggak, Pak, aku gak mau beli oleh-oleh, kok. Beneran, gak usah, Pak ..." Giara jadi tak enak.
"Bukan buat kamu, tapi buat Ibumu. Tenang saja, aku yang akan bayar semuanya, kamu tak perlu khawatir. Ayo, kita pergi. Fadli dan Intan sudah menunggu di depan," tangan Nicko refleks lagi meraih tangan Giara lagi, dan membuat Giara kaget.
Ya Tuhan, kenapa dia? Kenapa tadi cuek lalu sekarang berubah? Dan ini, dia memegang tanganku. Apa dia tak menyadari dengan apa yang sedang dia lakukan? But, terima kasih banyak, Pak Nicko ternyata tidak seburuk yang aku pikirkan. Ucap Giara dalam hati, sembari mengikuti langkah Nicko menuju keluar kamar hotel.
*Bersambung*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
susi 2020
🥰🥰😲
2023-05-08
0
susi 2020
🥰😎😍
2023-05-08
0
Rhina sri
seru banget buat nicko bucin... aku bacanya sampai sentum swnyum sendiri😂😂
2022-01-17
0