18

"Bisa aku menanyakan sesuatu padamu?" Tanya Dewi.

"Sesuatu apa ? "

"Apa hubunganmu dengan pria londo itu ?"

"Siapa? Maksudmu Larry?"

Dewi hanya mengangguk tanpa berbicara sepatah kata.

"Kita hanya sebatas teman saja" Sita tersenyum dan mencoba meyakinkan Dewi.

"Apa itu benar ?"

"Memangnya ada apa ?" Sita mulai terlihat sedikit heran.

Dewi menggeleng - gelengkan kepalanya yang membuat sita ragu.

"Ayo kita kesana !" Ujar dewi yang mencoba untuk mengalihkan topik.

Suasana pasar sedang ramai apalagi sekarang adalah musim panen, banyak sekali pedagang yang menjual setengah dari hasil panen lalu setengahnya lagi akan diserahkan kepada Belanda.

"Kau mau membeli ini ?" Sita menunjuk buah mangga yang terlihat segar.

"Aku hanya ingin melihat - lihat saja" ujar Dewi.

Sita tahu benar bahwa Dewi sangat menginginkan mangga namun gulden yang dibawa tidak cukup untuk membelinya.

"Sebaiknya Ayo kita pulang" ujar Sita.

Saat mereka hendak pulang, Sita melihat orang-orang yang saling berbisik-bisik.

"Sudah aku katakan untuk menyiapkan seluruh hasil panen!" Suara dengan nada tinggi tersebut berhasil membuat sita terkejut dan heran.

"Dugg"

Sita mendengar suara tendangan yang tidak jauh dari tempat dirinya berdiri, dilihatnya seorang pria paruh baya yang sedang tersungkur di tanah .

"Hari ini kau tidak menepati janji kami lagi inlander ! Kau akan merasakan akibatnya" tentara itu mengambil sebuah pistol di sakunya.

Mata Sita mendelik terkejut lalu berlari dimana pria paruh baya tersebut tersungkur untuk melindunginya.

"Sita !! " teriak Dewi yang ikut menyusul Sita .

"Apa kau tidak memiliki rasa kasihan melihatnya ?!" sita terlihat geram .

"Jangan ikut campur urusan kami !" Ujar pria londo tersebut yang dengan nada tinggi.

"Aku memiliki hak untuk melindungi kaumku! " Sita tidak ingin mengalah , nadanya juga menjadi tinggi .

"Diam kau pribumi !"

Sita berdiri dan merentangkan kedua tangannya untuk melindungi pria paruh baya tersebut , kini tentara tersebut berubah mengarahkan pistolnya tepat dihadapan Sita.

"Aku muak dengan gadis sepertimu yang bertingkah seperti pahlawan"

"Silahkan, tembak saja aku !"

Mata tentara tersebut terus menatap Sita sebelum dirinya meletakan kembali pistol itu di sakunya.

"Sial" celetuk tentara tersebut yang akhirnya pergi meninggalkan mereka.

Gerombolan kerumunan mulai membubarkan diri seolah tidak pernah terjadi apapun.

"Biar saya membantu anda berdiri" Sita membantu pria paruh baya tersebut.

"Terima kasih sudah menolong saya tapi kemungkinan mereka akan kembali lagi"

"Para londo itu memang tidak memiliki hati nurani" ujar sita yang mengerutkan alisnya.

"Saya akan berusaha supaya hasil panen saya memenuhi keinginan mereka" senyum pria paruh baya tersebut membuat hati Sita terenyuh.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama seseorang itu terus berusaha" pria paruh baya tersebut berjalan dengan kaki yang sedikit pincang.

"Saya akan mengantar pulang, Dewi sebaiknya kau pulang saja dahulu" ujar Sita.

"Bagaimana dengan ibu?" Tanya dewi sedikit berbisik .

"Jangan mengatakan masalah ini dengan mbok Karti” jawab Sita.

"Sekarang cepat pergilah sebelum ibumu khawatir" ujar Sita.

"Jangan repot ,saya bisa sendirian" pria paruh baya itu mencoba meyakinkan Sita.

"Saya telah diajarkan untuk melayani orang yang lebih tua"

"Kalau begitu baiklah neng" pria paruh baya tersebut tersenyum.

Dewi pergi meninggalkan Sita yang mengantarkan pria paruh baya tersebut ke rumahnya.

\*\*\*\*\*\*

Sesampainya di rumah, Dewi melihat seorang tamu yang tidak lain adalah Henrick yang sedang berbincang-bincang dengan ibunya.

"Dimana Sita ?" Mbok karti terlihat bingung sebab tidak melihat sita bersama putrinya.

"Tadi Sita menyuruhku untuk pulang duluan karena ingin membeli sesuatu " jawab Dewi .

"Membeli apa ?" Mbok karti semakin tidak mengerti.

"tidak tahu buk, kalau tidak salah ia tadi terlihat sedang mencari pedagang buah" Dewi merasa sepertinya ia harus berbohong karena tidak ingin ibunya dan henrick merasa khawatir.

"Apa benar yang kau katakan?" Henrick ikut menimpali pertanyaan dengan sorot mata birunya yang tajam.

"Iya benar" jawab Dewi yang sedikit gugup .

Kemudian dewi pergi menuju kamarnya sebelum ibunya memberikan pertanyaan lain.

"Jangan khawatir dengan Sita" ujar mbok Karti

"Aku sudah lama tidak berjumpa dengannya dan aku rindu" Henrick mengusap wajahnya.

"Sepertinya sita akan lama kembali, jam istirahatku akan segera berakhir" ujarnya.

"Apa sebaiknya tidak menunggu Sita dahulu?" Tanya mbok Karti.

"Aku harus segera kembali untuk mengurus pekerjaan” jawab Henrick sembari beranjak dari kursi.

"Saya minta maaf tuan" ujar mbok Karti yang merasa bersalah.

"Tidak perlu meminta maaf, kau tidak melakukan kesalahan. Mungkin aku datang di waktu yang tidak tepat" Henrick mencoba untuk meyakinkan mbok Karti.

"Baiklah tuan" ujar mbok karti menundukan pandangannya

\*\*\*\*\*\*

"Maafkan saya yang tidak bermaksud membuat neng repot"

"Jangan dipikirkan, saya senang bisa membantu"

"Sebelumnya nama neng siapa ?"

"Nama saya Sita, kalau anda? " tanya Sita

"Saya mbah kardi" sembari membuka pintu rumah yang engselnya sudah sedikit goyah .

"Jika tidak ada neng , saya tidak tahu apa yang terjadi pada saya. Barangkali sudah meninggal "

"Jangan berkata seperti itu mbah "

"Mbah sempat ingin berhenti menjadi seorang petani karena merasa tidak berdaya pada peraturan yang ada"

"Tanaman mbah akan panen sekitar dua bulan lagi karena mbah sempat gagal panen"

"Bagaimana dengan mereka? Apa mereka tidak akan mencari mbah lagi?" Tanya Sita.

"mbah tidak tahu, semoga saja mereka mengerti" jawab mbah kardi.

Saat itu terik matahari sudah mulai menyengat, Sita yang tidak sempat berlama-lama disana lalu pamit setelah mengantar mbah Kardi.

"Kalau begitu saya pamit pulang mbah sepertinya ibu saya bingung" Sita teringat ia harus segera pulang sebelum mbok karti merasa khawatir .

"Sebentar, saya ambilkan air dahulu" ujar mbah kardi .

"Jangan repot , maaf saya terburu - buru mbah" Sita mencoba menolak tawaran mbah kardi .

"Saya juga minta maaf karena tidak memberikan apapun neng"

"Tidak apa - apa mbah jangan meminta maaf" ujar Sita.

"Saya pamit dahulu , permisi"

"Iya Silahkan"

Sita kemudian berjalan terburu - buru untuk segera mencapai rumah. Dirinya menyusuri jalan setapak yang tadi dilalui olehnya dan mbah Kardi. Tidak biasanya sita pergi sendirian, ia selalu bersama dewi atau paling tidak dengan Larry. Saat jalan yang ia lewati sudah cukup jauh, Sita melihat pohon mangga yang sedang berbuah lebat dan aromanya menggoda siapa saja yang lewat disana. Ia berpikir untuk mengambil beberapa mangga sebagai alasan untuk mbok karti apabila mbok Karti menanyakan kepergian Sita. lagipula Sita juga teringat bahwa Dewi terlihat sangat menginginkan buah mangga saat dipasar tadi.

Sita mencoba memanjat pohon mangga yang terlihat cukup tinggi, ia teringat saat smp dirinya sering dimarahi oleh ibunya karena mencuri mangga pak Ahmad, salah satu warga di komplek rumahnya.

"Baiklah akan aku panjat kau sekarang" gumam Sita.

Perlahan - lahan ia mencoba memijakan kakinya pada pohon tersebut.

" satu..dua..tiga.. "

"Ahh kenapa susah sekali memanjat pohon ini ? Sita gak boleh nyerah"

Berulang kali dirinya gagal dalam memanjat pohon tersebut namun tekadnya kuat, ia berpikir untuk mengambil berpegangan erat pada batangnya yang kasar. Tidak butuh waktu yang cukup lama, akhirnya sita berhasil memanjat pohon mangga tersebut lalu mengambil beberapa buah yang sudah matang. Tidak berselang lama, Sita mendengar langkah seseorang yang mendekati pohon tersebut lalu dirinya mencoba memicingkan matanya dan yang dilihatnya adalah Henrick, Sita berpikir sepertinya Henrick tidak mengetahui keberadaannya disini dan Sita memilih untuk berdiam diri sembari Henrick melewati pohon mangga. Benar saja, Henrick sama sekali tidak melihat Sita yang berada di atas pohon, Henrick hanya melaluinya begitu saja tanpa curiga.

"Awww gatal" semut merah pada ranting pohon itu menggigit sita yang membuat tangan Sita terasa gatal sehingga tanpa sadar dirinya kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

"Duuuggg "

"Awww sakit sekali" ujar sita yang merintih kesakitan

Henrick yang terkejut lantaran mendengar benturan yang cukup keras , kemudian mengarahkan pandangannya ke belakang lalu dilihatnya Sita yang tersungkur di tanah .

"Sita, ada apa denganmu?" Henrick berlari menuju arah sita lalu membantunya.

"Jangan khawatir Henrick " jawab Sita.

"Bagaimana tidak khawatir? Sekarang jelaskan padaku bagaimana bisa kau terjatuh ?" tanya Henrick .

Henrick melihat mangga yang Sita genggam lalu mengarahkan pandangannya pada pohon mangga yang cukup tinggi.

"Apa kau memanjat pohon itu?"

Sita tidak menjawab pertanyaan Henrick dan hanya mengangguk .

"Kau pasti melihat diriku saat melewati pohon ini bukan? Kau bisa meminta bantuanku. Atau kau sengaja menghindariku lagi?"

"Sudahlah Henrick, aku harus segera kembali" ujar Sita yang mencoba untuk berjalan walau tertatih - tatih.

"Tunggu Sita" panggil Henrick.

Henrick kemudian berlutut dengan satu kaki dihadapan Sita yang membuat Sita berhenti.

"Naiklah cepat, aku akan menggendongmu" ujar Henrick.

Sontak jantung sita berdegup kencang dan sesekali mengerjapkan matanya .

"Tidak perlu Henrick"

"Kau selalu keras kepala Sita, mbok Karti pasti akan semakin khawatir"

Sita akhirnya menyetujui perkataan Henrick lalu membiarkan henrick untuk menggendongnya. Selama perjalanan Sita hanya terdiam tanpa mengatakan sepatah kata.

"Ternyata kau sangatlah berat" ujar Henrick sembari terkekeh .

"Jadi aku ini gendut , begitu?!" Sita merasa kesal saat Henrick mengejek dirinya .

"Kalau begitu aku turun saja" ujar Sita.

"Tidak bisa sebelum kita sampai tujuan, berpeganglah dengan erat" Henrick mempercepat langkahnya sehingga membuat sita terkejut lalu segera memeluk bahunya.

"Hati - hati Henrick, aku hampir saja terjungkal" pekik Sita.

Henrick hanya tersenyum menanggapi gadis itu.

"Aku pikir kalian terlihat sangat serasi" celetuk Sita

"Siapa yang kau maksud? Aku dan Emma?" Tanya Henrick.

"Lantas siapa lagi yang aku maksud"

"Kau hanya salah paham, Emma memintaku untuk mengantarnya membeli pakaian. Kau pikir aku menyukainya? Apakah itu membuatmu cemburu?" Henrick tertawa.

"Aku tidak pernah cemburu kepada siapapun" Sita mencoba menyangkalnya.

Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai tujuan.

\*\*\*\*\*\*\*

"Darimana saja Sita ? Kau tahu Mbok sangat khawatir" tanya mbok Karti.

"Aku membawakan mangga untuk mbok dan dewi " jawab Sita.

"Sita terjatuh dari pohon mangga sepertinya kakinya terkilir " ujar Henrick.

Sita mendelik menatap Henrick.

"Jangan khawatir mbok, besok pasti sudah sembuh" ujar sita meyakinkan mbok Henrick

"Ya Allah Sita bagaimana tidak khawatir? Kakimu terkilir, biar mbok memijat kakimu"

Henrick membantu Sita untuk duduk.

"Terima kasih tuan jika tidak ada anda, entah apa yang akan terjadi sekarang" ujar mbok Karti.

"Tidak perlu berterima kasih, sudah menjadi tugasku untuk menjaga Sita"

"Sita, maaf aku harus segera pergi. Nanti aku akan menjenguk dirimu kembali"jelasnya.

"Henrick, terima kasih sudah menolongku" ujar Sita.

"Sama-sama Sita, jaga dirimu dengan baik" Henrick tersenyum pada sita kemudian pergi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!