14

"Tidak , aku mohon jangan!"

Teriakan yang terdengar sangat pilu dan mengusik malam. Dua tentara yang sedang menikmati tubuh seorang gadis, seperti singa yang sedang menyantap mangsanya .

"Diam inlander !"

"Nikmati saja permainan ini !"

Kini mereka merobek kebaya yang gadis itu kenakan, salah satu dari tentara tersebut menjambak rambutnya dengan kuat.

"Tolong hentikan" pekik gadis itu, dirinya berharap ada seseorang yang menolongnya.

"Hey, sudahlah"

Suara seseorang dari balik pintu itu membuat mereka berhenti sejenak. Gadis itu berpikir sepertinya doa yang ia panjatkan telah dikabulkan. Pria itu berdiri tepat di pintu dengan seragam yang masih ia kenakan.

"Apa yang kau lakukan

disini?" Tanya salah satu dari mereka.

"Kau mengganggu kami"

"Sekarang itu tidak penting kawan" ujar pria itu.

"Apa yang ingin kau katakan?"

Pria itu hanya menyeringai seolah sedang memikirkan sebuah rencana jahat.

"Aku ingin membalaskan apa yang telah direbut dariku dan tidak sepantasnya dia mendapatkan apa yang harusnya menjadi milikku" ujar pria itu .

"Aku tahu siapa yang kau maksud kawan"

Jam dinding terus berdetik mengisi kesunyian .

Gadis itu masih menangis tersedu-sedu sehingga pria asing mengalihkan pandangannya kepada sang gadis, perlahan pria asing itu melihatnya lalu mendekatinya sembari tersenyum .

"Pulanglah sekarang" bisiknya.

Gadis itu hanya mengangguk seolah tidak memikirkan makna yang tersimpan didalamnya .

"Hey, kenapa kau biarkan dia pergi?!"

Pria itu hanya diam lalu menatap ke arah pintu dan tepat saat gadis itu hendak keluar melalui pintu, ia menarik pelatuknya sehingga sebuah peluru melesat mengenai kepala sang gadis.

"Dorrr dorr"

Dua peluru tepat mengenai kepala gadis itu , seketika tubuhnya tersungkur ke lantai dan bersimbah darah. Nafas gadis itu tersengal - sengal hingga hembusan nafas terakhirnya.

"Aku mengakui bahwa kau penembak yang jitu"

"Bukankah seharusnya kau yang mendapatkan jabatan perwira tinggi itu"

"Jangan ingatkan aku lagi" kini pria itu memasang wajah emosi.

Kemudian pria asing itu bergegas pergi.

"Semoga berhasil kawan !" teriak salah satu dari mereka.

\*\*\*\*\*

Semua orang terlihat berdesak-desakan hendak menonton perlombaan panjat pinang, terlihat para pejabat belanda dan kaumnya duduk di tempat yang sudah dipersiapkan sedangkan para penonton dari kalangan pribumi hanya bisa duduk di pinggir lapangan yang panas akibat terik matahari.

Sita dan Larry mencoba mencari tempat yang teduh di sekitar pohon mangga, sebenarnya Larry bisa saja untuk duduk diantara kaumnya namun Sita menolak karena dirinya begitu kesal dengan ulah kaum Belanda.

"Kau tahu tidak kenapa ada panjat pinang ?" tanya Larry.

"Kenapa ?" Sita memasang wajah bingung.

"Panjat pinang adalah hiburan yang perayaan ketika Ratu kami ulang tahun sehingga menjadi tradisi" ujar Larry.

"Aku mengerti, bukankah dia adalah Ratu yang tidak pernah merelakan apabila Hindia Belanda merdeka?" pertanyaan yang menohok itu cukup untuk membuat Larry terbungkam untuk sementara .

"Kenapa kau berkata seperti itu ?" tanya Larry

"aku seorang pelajar dan aku tahu segalanya" jawab Sita.

Sita sangat tidak menyukai sikap kaum Belanda terutama yang dirinya lihat sekarang, mereka terlihat mengolok-olok kaum pribumi yang sedang bersusah payah untuk meraih hadiah. Sita berpikir panjat pinang yang biasa ia lihat akan sama dengan yang sekarang namun pemikirannya salah, entah kenapa Sita merasa panjat pinang yang dilakukan oleh kaum pribumi adalah sebagai penghinaan terhadap bangsa Indonesia.

"Kau pelajar darimana ?" tanya Larry .

"Deggg"

Sita memasang raut wajah terkejut, ia mencoba mencari sebuah alasan karena saking kesalnya Sita dengan kalangan Belanda, membuat dirinya berceletuk seperti itu.

"A apa kau tahu STOVIA ?" Tanya Sita sedikit ragu .

"Kau pelajar STOVIA? Jarang sekali aku melihat gadis yang menyenyam pendidikan sejauh itu" jawab Larry.

Untunglah Sita segera mengingat ucapan Henrick saat di rumah paman Albert sehingga ia mendapat sebuah alasan yang dirasa cukup masuk akal.

"Lalu bagaimana kau bisa berteman dengan Henrick ?" tanya Larry .

"Itu karena mbok karti" jawab Sita.

"kau pernah berkata padaku bahwa kau bekerja disana bukan?"

"Ah iya, aku membantu mbok karti"

"Kau adalah seorang pelajar STOVIA tapi kenapa kau harus membantu jongos? Bukankah kau bisa saja menjadi seorang dokter" ujar Larry semakin penasaran pada Sita.

"Sangat sulit untuk mencari pekerjaan karena kalanganmu hanya menganggap pribumi adalah budaknya dan lagipula belum sempat aku lulus, keluargaku mengalami kebangkrutan sehingga aku tidak bisa melanjutkan pendidikan" semakin lama sita terbiasa pada pertanyaan Larry.

Larry hanya terdiam dan mengarahkan pandangannya pada perlombaan begitu pula dengan Sita.

Semua orang tertawa menyaksikan para peserta lomba yang kesulitan untuk meraih hadiah bahkan hingga terjatuh, diantara semua orang yang tertawa entah mengapa sita tidak terlihat senang .

"Lihatlah monyet itu ! Hahaha" gelak tawa yang menggelegar dari salah satu pejabat yang menunjuk peserta lomba.

"Tidak tahu malu" celetuk Sita mendengar ucapan pejabat itu .

"Apa katamu? Disini terlalu ramai" Tanya Larry.

"Ah tidak ada" jawab Sita.

Akhirnya para peserta lomba berhasil meraih hadiah yaitu beberapa bahan pokok seperti beras, gula dan lainnya.

"Acaranya sudah selesai, ayo kita pulang" ujar Sita.

Mereka akhirnya bergegas untuk pulang pada sore itu.

\*\*\*\*\*\*

Sesampainya di rumah mbok Karti, Sita melihat sesosok pria yang ia kenal yang tidak lain adalah Henrick.

"Kau tunggu disini sebentar " ujar Sita yang menyuruh Larry untuk menunggunya di kejauhan.

Begitu pula Henrick yang melihat Sita, raut wajah bahagia ketika melihat sita terukir di wajah Henrick.

"Apa kabarmu ?" tanya Henrick.

"Aku baik" jawab Sita dengan singkat kemudian ia masuk rumah meninggalkan henrick sendirian.

Henrick yang melihat Larry dari kejauhan lalu menghampirinya meskipun Henrick tidak begitu menyukainya.

"Apa saja yang kalian lakukan hari ini ?" tanya Henrick.

"kami hanya menuju lapangan yang tidak jauh dari sini untuk menonton hiburan" jawab Larry.

"Sita adalah gadis yang manis bahkan kalangan seperti kita bisa menyukainya bukan ?" Ujar Larry.

apa yang dikatakan Larry tersebut membuat henrick hanya tersenyum walaupun sorot mata Henrick sangat tajam. Tidak berselang lama, Sita datang menghampiri mereka walaupun sita berharap Henrick segera pulang namun pemikirannya tidak tepat.

"Hari sudah sore, apa kau tidak pulang Larry ?" tanya Sita.

"Jangan khawatir Sita" Larry tersenyum pada Sita.

"Sampai jumpa kawan" ujar Larry pada Henrick .

Setelah Larry sudah pergi cukup jauh, Sita mencoba mengabaikan henrick namun itu sia - sia saja karena di lubuk hatinya, ia sangat rindu pada Henrick .

"Kau tidak pulang ?" tanya Sita.

"Dan bila kau akan pulang ke rumah itu ?" Henrick berharap bisa membawa Sita ke rumahnya.

Sesaat sita hanya terdiam mendengar pertanyaan Henrick.

"Aku akan pulang tapi tidak untuk sekarang" ujar Sita.

Henrick hanya mengangguk seolah ada harapan baginya untuk membawa Sita kembali.

"Baiklah, aku akan mengingat ucapanmu" ujar Henrick.

Sita hanya menatap Henrick dengan wajah yang datar kemudian segera meninggalkannya.

"goede nacht!" Teriak Henrick.

(Selamat malam)

Sita berbalik badan dan hanya mengangguk tanpa sepatah katapun,  Henrick merasa bahagia saat mendengar ucapan Sita walaupun ia harus menunggu lama dan ia yakin bahwa Sita tidak akan pernah mengingkari apa yang ia ucapkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!