"Sialan sekali orang-orang kaya seperti itu. Bukannya mengucapkan terimakasih, malah menuduh kita yang bukan-bukan." Kata Ucok mengomel sepanjang jalan.
"Sudahlah Cok. Yang sudah terjadi biarkan saja lah. Jangan pernah kapok berbuat kebaikan. Walaupun orang tidak menghargai, setidaknya perbuatan kita di catat sebagai pahala di hadapan Tuhan. Mengapa kita perlu menyesal." Kata Tigor berusaha mendinginkan hati panas sahabatnya itu.
"Bukan begitu masalah nya bang. Kayak kita ini dapat upah puluhan juta aja menolong si Wulan itu. Entah apa kerugian yang dia alami sampai seolah-olah dia menuduh kita bersandiwara. Pret lah si Wulan itu. Malah kita sekarang mendapat musuh gara-gara dia." Kata Ucok lagi.
"Iya bang. Kali ini pasti si Karman akan mengadu kepada Monang kalau dia telah dipukuli oleh kita." Kata si Jabat.
"Monang memiliki sekitar dua puluh orang anak buah. Sementara kita hanya lima orang. Apa mungkin kita sanggup melawan mereka?" Tanya Sugeng khawatir.
"Kau takut Geng?" Kata Tigor balik bertanya.
"Takut itu tak ada dalam kamus aku bang. Tapi peluang menang itu sangat tipis." Kata Sugeng.
"Beginilah kalau tak punya apa-apa. Keluarga tak punya, pendidikan tak ada, harta juga apa lagi. Udahlah muka jelek, miskin pula. Jadi bahan hinaan orang terus-terusan." Kata Ucok sambil terduduk di bawah pohon beringin di samping jalan menuju jembatan tempat mereka berteduh selama 7 tahun ini.
"Sudahlah Cok. Kita sama saja. Sabar saja. Mungkin suatu hari nanti nasib kita bisa berubah lebih baik." Kata Tigor berusaha membujuk Ucok.
"Baik apanya Bang? Bagaimana mau membaik kalau ada peluang pun kau sia-siakan. Coba kau terima saja tawaran dari Martin itu. Pasti kita bisa mengontrak rumah, tidur di kamar. Tak ada tilam tak apa-apa bang. Asal tidak tiap hari masuk angin. Aku cape pas ngamen harus nahan kentut terus." Kata Ucok lagi.
"Kalian dengar baik-baik. Martin itu mafia. Pekerjaan mereka itu bertentangan dengan hukum. Fikirkan baik-baik sebelum melangkah. Karna sekali kau masuk menjadi anggota geng kucing hitam, tidak ada kata keluar kecuali mati." Kata Tigor memperingatkan.
"Hidup mati di tangan Tuhan, Bang. Daripada gini terus. Hidup segan mati tak mau. Jadi sampah masyarakat terus. Di hina terus. Sepele kali orang melihat kita bang. Orang tak mau tau dari mana sumber pendapatan kita bang. Yang orang tau, banyak uang. Ada rumah, ada mobil, bergaya setiap hari. Itu yang mereka lihat. Masalah haram atau halal bagi mereka hanya setipis kulit bawang perbedaannya bang."
"Sudahlah. Untuk saat ini sebaiknya jangan. Jika kalian masih menganggap aku sebagai saudara kalian, tolong jangan desak aku. Tapi jika kalian tidak menganggap aku lagi, maka aku akan pergi. Kita pecah kongsi. Ini kartu nama Martin. Kalian bisa meminta pekerjaan kepada Martin ini jika kalian mau." Kata Tigor sambil menyerahkan sekeping kartu nama ekslusif kepada Ucok.
"Apa ini bang? Bukan begitu maksudku. Ok lah aku salah. Aku minta maaf sama abang. Maklum lah. Gondok kali aku sama si Ronggur itu tadi." Kata Ucok sambil mendorong tangan Tigor yang ingin memberikan kartu nama itu kepadanya.
"Kartu apa itu? Wah.. Sepertinya kalian mendapat rejeki. Mengapa tidak bagi-bagi dengan teman seperjuangan."
Saat ini Tigor, Ucok, Jabat, Thomas dan Sugeng terkejut mendengar suara teguran tepat di belakang mereka.
Sambil bersikap waspada, Tigor segera memutar badan menghadap ke arah dagangnya suara barusan.
"Apa kabar Tigor? Sang penguasa Jembatan Tasik putri dan sekitarnya." Kata seorang lelaki berusia sekitar 30-an.
"Oh. Itu kau ternyata Monang. Jauh sekali kau datang kesini mengunjungi ku. Ada apa?" Tanya Tigor acuh tak acuh.
"Puiih... Jangan berpura-pura bodoh kau Tigor! Kalian telah mengeroyok anak buah ku. Sekarang aku meminta penjelasan kepada mu." Kata lelaki bernama Monang itu.
"Huh sudah ku duga. Kita mendapat musuh gara-gara betina sialan itu." Kata Ucok berbisik ketelinga Sugeng.
"Bicara apa kau Cok? Tadi kau yang bersemangat sekali mengejar Karman. Kau takut? Jika kau takut, potong saja anu mu kasih ke anjing biar jadi bencong kau." Kata Sugeng merasa marah mendengar keluhan Ucok tadi.
"Aku bukan takut. Hanya saja kebaikan yang tidak dihargai membuat aku mendadak mau muntah." Kata Ucok membela diri.
"Sudahlah. Persiapkan saja dirimu. Kalau terjadi bentrok, kita hadapi bersama-sama." Kata Sugeng.
"Penjelasan seperti apa yang kau inginkan Monang?" Tanya Tigor sambil maju beberapa langkah.
"Jangan berpura-pura bodoh Tigor!"
"Karman kesini kau!" Bentak Monang memanggil Karman.
"Kau jelaskan bagaimana kau bisa di keroyok oleh Tigor ini!"
"Bang. Tadi aku jalan di depan Kafe itu. Tiba-tiba si Tigor ini memanggil ku. Dia bilang kalau daerah ini adalah area kekuasaan nya. Anak buah Monang tidak boleh masuk. Ya aku lawan lah sampai akhirnya dia dan keempat anggotanya mengeroyok aku." Kata Karman berbohong.
"Fitnah. Kau Karman benar-benar brengsek. Kau menjambret tas tangan seorang gadis dan kami mengejar mu. Dipinta secara baik malah menyerang ku dengan pisau. Jujur kau Karman!" Bentak Sugeng berang.
"Apa benar begitu Karman?" Tanya Monang.
"Dusta Bang. Kau sengaja memutar balik fakta kan Geng?" Kata Karman masih tetap berbohong.
"Karman. Tidak ku sangka kalau lidah mu bercabang dua. Kau ingin membuat ulah di daerah ku. Setelah itu kau ingin mengadu domba antara aku dan Monang. Seharusnya aku memotong urat leher mu tadi di gang sempit itu." Kata Tigor sambil menunjuk lekat ke arah Karman.
"Apa kau punya bukti atas tuduhan mu itu Tigor?" Tanya Monang sambil menatap wajah Tigor.
"Ada banyak saksi yang melihat anak buah mu ini menjambret tas tangan seorang gadis. Jika tidak percaya, mari kita ke kafe sana dan kau bisa menanyakan kepada orang-orang di sana!" Kata Tigor sambil menunjuk ke arah kafe tempat mereka biasa ngamen.
"Bang. Jangan percaya kata-kata Tigor itu bang. Dia berdusta." Kata Karman yang mulai ketakutan.
Melihat raut ketakutan di wajah Karman, Monang kini semakin penasaran.
"Apakah kau tau siapa nama gadis yang di jambret oleh si Karman ini? Awas Tigor! Jika kau berdusta, kita akan menjadi musuh untuk selamanya." Ancam Monang.
"Nama gadis itu Wulan." Jawab Tigor.
"Aku menduga bahwa gadis itu bukan anak orang biasa. Ini karena tadi sebelum berpisah, kami sempat berbicara dengan seorang pemuda mengendarai mobil Pajero sport yang datang khusus menjemput gadis itu." Kata Tigor lagi.
"Bisa kau katakan padaku seperti apa ciri-ciri orang itu?!" Kata Monang.
"Pemuda itu sebaya dengan ku. Memakai pakaian mahal dan bergaya. Dia bersama dua orang pengawal berbadan tegap. Kalau aku tidak salah dengar, pemuda itu bernama Ronggur." Kata Tigor menjelaskan.
"Wulan... Ronggur. Celaka. Itu pasti anak Lalah."
"Karman.. Kemari kau!" Kata Monang menyuruh Karman mendekat.
Begitu Karman mendekat sambil ketakutan, langsung saja Monang mengirim tamparan yang sangat keras membuat Karman jatuh tersungkur.
"Kurang ajar kau Karman. Bosan hidup kau. Apa kau tau kalau gadis yang kau jambret itu adalah anak gadis Lalah? Benar-benar mencari penyakit." Kata Monang sambil menendang tubuh Karman yang masih terduduk di tanah.
"Ampun bang. Aku tidak tau." Kata Karman.
"Sekarang baru kau mau mengaku. Hampir saja karena ulah mu, terjadi kesalah fahaman antara aku dan Tigor. Bangsat kau..."
Bugh....?!
"Hoeeek....!"
Saat ini Karman benar-benar muntah darah akibat berulang kali di tendang oleh Monang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Minthil She Judhezt
kalau GK salah ingat si Karman si Nelayan itu y Thor
2022-09-03
2
Boru Panjaitan
Next...
2022-08-22
1
Boru Panjaitan
Mantap
2022-08-22
1