Kota tasik putri.
Setelah beberapa jam Tigor membawa adiknya berjalan kaki tak tentu arah, akhirnya tepat jam 3 subuh mereka pun tiba di suatu kota bernama tasik putri.
Dengan hati-hati Tigor menurunkan adik lelaki nya dari punggung dan manyandarkan anak itu di depan sebuah toko yang telah tutup.
Dengan berbekal kain sarung ngaji, dia menyelimuti adiknya yang tertidur pulas lalu dia pun bersandar sambil memijit-mijit kakinya yang terasa sangat lelah.
Masih terbayang saat ini dalam benaknya bagaimana ibu dan ayahnya di bantai oleh sekelompok orang yang tiba-tiba menyerang mereka. Padahal dia tidak tau apa kesalahan ayahnya sehingga menjadi korban pembunuhan.
Sambil menatap wajah adiknya yang tertidur pulas, dia memikirkan bagaimana untuk menjalani kehidupan dimasa yang akan datang. Bagaimana caranya bertahan hidup untuk seorang anak lelaki seusia dirinya. Apa lagi dia juga harus memikirkan adiknya pula.
"Oh Tuhan ku. Bagaimana aku harus bertahan hidup. Tolong bantulah hamba-Mu ini Tuhan." Kata Tigor berdoa dalam hati.
Karena seluruh jiwa dan raga nya benar-benar sangat lelah, akhirnya Tigor pun tertidur di kaki lima toko tersebut sampai sesuatu yang sangat dingin mengenai wajah nya.
Byuuur....!
"Hei hei hei...! Bangun kalian. Dasar anak-anak sialan. Pergi tidur di tempat lain dan jangan buat semak di depan toko ku ini!"
Terasa sesuatu yang dingin menyiram wajah Tigor dan adiknya Rio membuat kedua anak itu terperanjat bangun, lalu di susul dengan suara bentakan dan kata-kata kasar dari seorang lelaki setengah baya pemilik toko tersebut.
Sambil mengucak matanya, Tigor pun beringsut bangun dan berkata. "Maaf Paman. Saya tertidur tadi di depan toko anda."
"Anak sialan. Aku tidak mau mendengar alasan mu. sekarang lekas pergi atau aku akan menendang mu dari depan toko ku ini!" Kata lelaki setengah baya itu dengan mata membesar.
"Ba..., baik paman. Maaf." Kata Tigor lalu segera menarik tangan Rio untuk pergi dari tempat itu.
"Bang. Perut ku lapar." Kata Rio sambil merengek.
"Tahan sedikit dik. Kita tidak punya uang untuk membeli makanan." Kata Tigor.
"Tapi aku lapar. Ayo kita pulang aja Bang. Di sini tidak enak." Rengek Rio.
"Mau pulang kemana kita Rio? Ayah dan ibu sudah tidak ada. Kalau kita pulang, nanti kita di bunuh. Kau mau mati di tangan penjahat itu?" Tanya Tigor.
"Tidak. Aku mau." Jawab Rio sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ayo kita ke rumah makan itu!" Ajak Tigor kepada adiknya.
"Pak. Bolehkah aku membantumu mencuci piring? Tidak perlu di gaji Pak. Cukup beri saja kami nasi. Nasi kosong pun tidak apa-apa pak." Kata Tigor begitu dia menghampiri pemilik rumah makan itu.
"Apa? Siapa yang membutuhkan tukang cuci piring? Sok bilang tak perlu gaji pulak kau! Pergi dari sini. Nanti orang-orang yang makan di sini kehilangan selera melihat kau yang comoang samping ini." Kata pemilik kedai menghardik Tigor.
"Maaf Pak." Kata Tigor lalu segera menarik lengan adiknya meninggalkan rumah makan itu.
"Tahan ya Rio. Mari ke tong sampah itu. Mana tau ada sesuatu yang masih bisa kita makan." Kata Tigor.
Begitu mereka tiba di dekat tong sampah itu, Tigor pun langsung membongkar beberapa plastik dan menemukan sepotong roti. Sambil tersenyum, Tigor langsung memberikan roti sisa itu kepada adiknya.
"Makan Rio. Jangan ada sisa!" Kata Tigor sambil menelan air liur melihat adiknya memakan roti itu dengan sangat nikmat.
"Kalau di rumah. Pasti kita makan nasi goreng atau kueh yang dibuat oleh ibu. Iya kan bang?" Tanya Rio sambil memandangi roti itu dan kembali mengunyah.
"Iya. Kalau orang tua kita tidak di bunuh, pasti kita tidak seperti ini." Jawab Tigor.
"Bang. apakah ibu dan ayah kita melihat kita dari langit?" Tanya Rio.
"Iya pasti mereka melihat kita dari atas sana. Makanya kita harus bisa bertahan. Nanti kalau udah besar, kita cari geng tengkorak untuk membalas dendam kepada mereka." Kata Tigor.
"Aku mau menjadi seorang polisi bang. Biar aku bisa membalas mereka."
"Boleh. Tapi abang harus mencari pekerjaan dulu. Kita harus menabung. Kalau umur mu sudah enam tahun, nanti kau bisa masuk sekolah." Kata Tigor sambil membelai rambut adiknya itu.
"Apa abang tidak mau sekolah?" Tanya Rio dengan polos.
"Abang mau. Tapi kalau abang sekolah, bagaimana nanti Rio sekolah? Kita kan tidak punya uang. Makanya Rio saja yang sekolah, biar abang yang nyari uangnya. Katanya mau jadi polisi."
"Iya bang. Rio harus jadi polisi." Jawab Rio.
"Sudah selesai kau makannya? Ayo kita pergi!" Ajak Tigor sambil menarik lengan adiknya.
"Kemana kita bang?" Tanya Rio.
"Kemana saja. Asal dapat bertahan hidup." Jawab Tigor. Lalu mereka pun segera melakukan perjalanan. Sesekali Tigor harus menggendong adiknya ketika anak itu kelelahan.
Begitu mereka berdua tiba di sebuah area bangunan, Tigor pun menyuruh adiknya untuk berjalan seperti biasa karena dia juga sudah sangat kelelahan.
"Hey anak kecil. Untuk apa kau datang kempat ini?" Tanya seorang mandor kepada Tigor.
"Bang. saya mau mencari pekerjaan. Yang penting bisa makan bang. Aku sanggup mengangkat batu bata." Kata Tigor.
"Kami memang kekurangan tenaga kerja. Tapi kami tidak menerima anak di bawah umur. Bisa kena sangsi kami karena mempekerjakan anak kecil." Jawab mandor itu.
"Hari ini saja bang. Asalkan kami bisa bertahan hidup untuk hari ini, maka besok adalah urusan besok." Kata Tigor memelas.
"Nah ambil uang sepuluh ribu ini. Pergi beli roti sana. Dan jangan datang lagi kemari!" Kata mandor tersebut sambil melemparkan uang sepuluh ribu rupiah kearah Tigor lalu mandor itu segera berlalu.
"Ayo dek kita pergi beli makanan." Kata Tigor dengan wajah berseri-seri.
Setelah mereka berdua selesai membeli roti, Tigor pun segera membawa adiknya berjalan menuju ke arah jembatan kemudian mereka berdua turun ke bawah tepat di bawah jembatan itu.
"Nah.., di sini enak. Ayo kita makan!" Kata Tigor sambil membuka bungkusan roti dan membelah menjadi dua bagian.
Melihat Rio begitu lahap memakan roti itu, Tigor yang sangat sayang terhadap adiknya ini hanya memakan satu gigitan saja lalu menyerahkan sisanya kepada Rio.
"Ini makan lagi Rio. Biar kau cepat besar." Kata Tigor sambil mengulurkan roti yang berada di tangannya itu kepada Rio.
"Abang mengapa tidak makan?" Tanya anak itu.
"Abang kenyang. Kau saja. Kau kan mau jadi polisi." Kata Tigor.
"Hehehe... Terimakasih Bang. Aku memang mau jadi polisi. Nanti kalau aku jadi polisi, aku akan mengajak abang jalan-jalan naik mobil polisi." Kata Rio sambil terus mengunyah.
"Iya Rio. Jangan lupakan abang ya dek kalau kau nanti jadi orang sukses." Kata Tigor sambil membelai rambut adiknya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Mahrita Sartika
sedih'
2025-02-05
0
On fire
💞🩵🩵
2024-12-18
0
On fire
🩶❤️🩹❤️🩹
2024-12-18
0