Tidak terasa sudah beberapa bulan berlalu semenjak Tigor dan ke empat teman-teman nya berkenalan.
Ketika itu Tigor sedang mengamen di salah satu kafe di kota tasik putri yang tidak terlalu jauh dari sekolah dasar tasik putri.
Tepat ketika Tigor dan teman-temannya akan pindah ke tempat yang lain, tiba-tiba Rio yang tidak memperhatikan jalan pun tersandung dan jatuh.
Bukan hanya sekali anak itu jatuh. Tapi ada beberapa kali membuat Tigor dan teman-temannya pun heran.
Setelah mereka memperhatikan, ternyata Rio terlalu fokus melihat anak-anak yang seusia dengannya memakai pakaian seragam sekolah dan saling tertawa bersama sahabat-sahabat lainnya.
"Kau mau sekolah Rio?" Tanya Tigor.
"Dari mana duitnya bang? Tidak usah sekolah pun tak apa-apa." Kata Rio. Bibirnya berkata seperti itu. Tapi matanya terus saja memandang ke arah bangunan sekolah dasar tersebut.
"Ayo lah kita pulang." Ajak Tigor kepada Rio dan langsung menarik tangan adiknya itu.
Setelah mereka tiba di jembatan, Tigor langsung mengambil sebatang besi yang ujungnya runcing seperti tombak. Besi ini biasa dia gunakan sebagai senjata untuk mempertahankan diri jika ada kelompok sebelah yang mengganggu dirinya dan teman-temannya.
Sambil membawa besi runcing itu, Tigor mulai mengorek tanah di samping sebuah batu besar.
"Apa yang kau lakukan bang Tigor?" Tanya salah satu sahabatnya.
"Menggali tanah. Aku menyisihkan uang setiap hari untuk biaya pendaftaran sekolah Rio." Jawab Tigor.
"Wah. hebat kau bang. Ayo kita lihat!." Kata yang bertanya tadi. lalu mereka pun segera melihat di dalam tanah yang dikorek oleh Tigor tadi terlihat celengan gambar kodok.
Ketika itu juga Tigor mengangkat celengan tersebut dari dalam tanah dan memecahkan celengan tersebut hingga pecah di beberapa bagian. Kini terlihatlah lembaran-lembaran uang kerja dari 5000 sampai sepuluh ribuan.
Sambil tersenyum puas, Tigor akhirnya memeluk Rio dan berkata. Hari ini kita beli dulu baju, celana, sepatu dan lain-lain perlengkapan. Besok kita mendaftar." Kata Tigor disambut tawa bahagia dari Rio.
"Yeee.., besok aku sekolah. Besok aku sekolah." Kata anak itu.
"Salut betul aku sama kau bang Tigor. Aku kira kau boros selama ini. Ternyata kau menabung untuk menyekolahkan Rio." Kata Thomas dengan nada bicara penuh kebanggaan.
"Hanya dia harapan ku, Thomas. Walaupun aku jadi bajingan, setidaknya aku ingin dia jadi orang. lagi pula, aku adalah pengganti ayah sekaligus ibu buat dia. jadi, kalau bukan aku, siapa lagi?" Kata Tigor.
"Iyalah bang. Tapi tetap aja aku terharu. Andai dulu itu adikku tidak meninggal dunia, aku pun mungkin akan berbuat sama seperti mu. Makanya aku menganggap Rio ini adalah seperti adik kandung ku sendiri. Semua ini gara-gara si bungkring sialan itu." Kata Thomas dengan mata memerah.
"Ayo bang kita berangkat membeli baju seragam untuk Rio!" Kata Sugeng.
"Yok. Kita beli di pasar pedagang kaki lima saja. Kalau yang di toko, pasti sangat mahal." Kata Tigor sambil memungut uang tabungan nya.
Setelah selesai menghitung jumlah uang itu, mereka berenam pun berangkat menuju pasar sore di kota Tasik putri untuk membeli seperangkat alat sekolah untuk Rio.
*********
Keesokan paginya Tigor, Sugeng, Thomas, Ucok dan Bejo/Jabat berangkat bersama-sama menggunakan pakaian terbaik mereka guna mengiringi hari pertama Rio bersekolah.
Dalam hati mereka ada rasa bangga melihat seragam baju putih, celana merah dan topi merah yang dikenakan oleh Rio.
Rio pun tersenyum bangga namun malu-malu melihat dirinya sendiri di pantulan kaca jendela rumah orang. Dalam hati dia berjanji bahwa dia akan belajar sungguh-sungguh dan harus menjadi polisi di masa depan.
"Berdoalah Rio semoga pendaftaran belum di tutup dan kau bisa lolos." Kata Tigor sambil menggandeng tangan Rio.
"Aku ada kenal sama seorang lelaki pemulung. Namanya pak Harianja. Semoga saja dia bisa membantu kita nanti bang untuk berbicara kepada kepala sekolah. Jujur saja aku juga gugup. Mana pernah aku berhadapan sama orang terhormat seperti kepala sekolah." Kata Thomas.
"Oh. Dimana rumah pak Harianja itu, Thomas?" Tanya Tigor ingin tahu.
"Tidak jauh dari sekolah dasar itu. Tapi masalahnya kartu keluarga itu lah bang. Katanya kalau mau mendaftar harus ada itu." Jawab Thomas.
"Kita tanya dulu lah. Semoga saja pak Harianja nanti bisa membantu kita." Kata Tigor.
"Rumah pak Harianja kan dekat di sekolah itu. Mungkin dia kenal sama kepala sekolah dan guru-guru di sana. Itu bisa mempermudah kita untuk meminta bantuannya supaya si Rio ini bisa di terima oleh kepala sekolah itu sebagai siswa di sana." Kata Jabat pula.
"Percaya sajalah sama rejeki. Kalau memang sudah rejekinya Rio, tidak akan tertukar sama orang lain." Kata Sugeng.
"Ayo lebih cepat sedikit kita jalannya. Itu dia rumah pak Harianja. Semoga saja dia belum keluar untuk bekerja." Kata Thomas.
Mereka berenam mempercepat langkah kaki mereka dan akhirnya sampai juga di depan rumah kontrakan pak Harianja.
"Assalamualaikum pak Harianja."
"Pak...! Apakah balak ada di dalam?"
"Ya... Wa'Wa'alaikumsalam." Terdengar jawaban dari dalam di susul pintu yang terbuka.
"Ternyata kalian rupanya. Wah rapi sekali kalian pagi ini. Mau kemana ini?" Tanya pak Harianja.
"Begini pak. Kami ini berniat mau meminta tolong sama bapak untuk membantu mendaftarkan adik kami ini untuk menjadi siswa di sekolah dasar itu." Kata Thomas sambil menunjuk ke arah bangunan sekolah dasar tasik putri itu.
"Hmmm.., ternyata ada juga kesadaran betapa pentingnya pendidikan. Berapa orang kalian yang mau menjadi murid kelas satu sekolah dasar?" Tanya pak Harianja.
"Adik kami ini saja Pak. Kalau kami nanti yang sekolah, aku takut nanti guru-guru ketakutan melihat tampang kami ini. hahahaha." Kata Ucok.
"Baiklah. Aku berganti pakaian dulu ya. Akan aku usahakan agar anak ini bisa di terima." Kata pak Harianja lalu masuk ke dalam rumahnya untuk berganti pakaian.
"Wih mantap. Semoga saja kau bisa di terima ya Rio!" Kata Sugeng sambil mencubit pipi Rio.
"Kalau aku tidak di terima, nanti aku akan katakan bahwa aku mau menjadi polisi. Mereka pasti akan menerima." Kata Rio .
"Pokoknya berdoa saja Rio!" Kata Sugeng.
"Manusia itu tidak boleh sombong merasa mampu atas segalanya. Nanti Tuhan marah. Makanya dengan berdoa, kita bisa menanamkan dalam hati kita bahwa seorang manusia itu sangat bergantung kepada Tuhan, dan cara menggantungkan harapan itu salah satunya dengan berdoa. Setelah berdoa, barulah kita berusaha. Karena doa saja tanpa usaha sama saja bo'ong." Kata Tigor menasehati adiknya.
"Iya bang." Jawab Rio lalu mengangkat tangannya dan mulai berdoa.
Tak lama berselang, pak Harianja pun keluar dari rumahnya dengan menggunakan pakaian terbaik nya kemudian mereka bersama-sama berjalan menuju ke kantor kepala sekolah di sekolah dasar tasik putri itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Mahrita Sartika
didikan yg baik
2025-02-05
1
Boru Panjaitan
Semangat ya Tigor dan Rio
2022-08-15
2
Boru Panjaitan
Salut dengan Tigor
2022-08-15
1