"Sejak kapan kamu manggil ibuku dengan sebutan 'ibu'?"
"Sejak tadi, La." Arina datang dari arah belakang menyahut pertanyaan Ala.
"Wah, cantik sekali gaunnya! Miss.Sora kemana Reni?" Pandangan ibu beralih ke petugas toko yang ternyata bernama Reni.
"Beliau sedang menuju kemari, Nyonya. Mungkin sebentar lagi sudah sampai." Jawab Reni.
"Boleh dicoba dulu?"
"Boleh, Nyonya. Silahkan nona Ala, saya bantu untuk memakai gaunnya."
Kaki Ala melangkah membuntuti Reni menuju ruang ganti.
Beberapa menit kemudian, gorden terbuka menampilkan Ala yang sudah memakai gaun. Gaun pengantin yang berwarna senada dengan warna kulitnya, membuat Ala nampak cantik dan cerah.
"Cantik ya, Fel." Ucap Arina. Namun Felix hanya terdiam, matanya terpaku menatap Ala.
"Fel." Arina menepuk bahu Felix.
"Ah, iya bu. Cantik."
Arina mengulum senyum. "Sabar, sebentar lagi juga bakalan nikah. Kamu bisa menatap wajah istrimu nanti sepuasnya."
Telinga Felix memerah menjadi salah tingkah. Ia jadi membayangkan bagaimana kehidupannya setelah menikah nanti.
"Selamat malam, Nyonya Arina. Maaf saya datang sedikit terlambat."
"Wah, miss.Sora! Santai saja, ini kita juga baru saja datang. Terus Ala sudah mencoba dress nya, cantik sekali." Sahut Arina.
"Ah, itu karena yang memakai juga tak kalah cantik." Miss.Sora beralih menatap Felix. "Oh, apakah ini calon pengantin pria nya?"
"Ya. Apa dia juga bisa sekalian fitting jas pengantin sekarang?"
"Bisa, nanti menunggu giliran nona Ala selesai. By the way, dia terlihat muda sekali."
"Hoho, yah begitulah."
***
Keesokan harinya.
"Ala! Kakak mau bicara sebentar sama kamu." Terdengar suara Asoka dari belakang ketika Ala dan Ria sedang berjalan di lobi kantor.
"Kakak?"
"Bisa ikut kakak sebentar? Ada yang perlu kakak obrolin dengan kamu."
"Kamu duluan, Ri. Jadwal aku selanjutnya masih satu jam lagi kan?"
Ria mengangguk.
Dari kantor, terlihat kafe yang berada di sudut jalan raya. Mereka memutuskan untuk jalan kaki karena memang jaraknya yang dekat. Dari luar terlihat kafe yang terlihat begitu ramai pengunjung, mengingat waktu masih menunjukkan jam makan siang.
Asoka menyuruh Ala untuk duduk terlebih dahulu, sedangkan Asoka memesan minuman untuk dirinya dan Ala.
Beberapa menit kemudian, kedua tangan Asoka membawa dua minuman yang sama.
"Nih, satu buat kamu." Asoka menyerahkan satu ice americano.
Dengan senang hati Ala menerimanya, hawa panas dan keringat yang mengucur membuat Ala begitu ingin meminum es tersebut.
"Kesukaan mu masih sama kan? ice americano?"
Ala menyeruput es tersebut. "Iya, tapi kenapa kakak juga pesan minuman yang sama? Biasanya kakak kan gak terlalu suka minum es."
"Sekedar ingin tahu rasanya aja, ternyata enak juga. Panas-panas gini minum es."
"Sebenarnya, apa yang mau kakak obrolin?"
"Ehem." Asoka berdeham untuk menghilangkan rasa gugup. "Emm, kakak mau minta maaf atas kejadian sewaktu di resepsi pernikahan malam itu."
"Aku udah maafin kok."
"Kakak juga udah dengar kabar dari ayah, kalau kamu akan menikah sebentar lagi. Jujur, aku sedikit khawatir dengan mu yang tiba-tiba menikah. Terus aku mengorek informasi dan menanyakan pada ayah."
Telinga Ala masih seksama mendengar cerita Asoka. Mulutnya masih di tahan untuk membalas agar Asoka menceritakan terlebih dahulu apa yang ingin disampaikannya.
"Kakak mana yang tidak kaget, mendengar adiknya akan menikah dengan pria yang terpaut jauh 11 tahun di bawahnya. Hal itu terdengar tidak logis, La." Imbuh Asoka.
"Lalu? Aku harus bagaimana, Kak? Pergi dan kabur seperti yang kakak lakukan dulu?"
Mulut Ala sudah tak tahan ingin membalas ucapan Asoka. Matanya berkaca-kaca jika mengingat lagi tentang kakaknya yang begitu egois meninggalkan dirinya hingga harus berakhir mengemban tanggung jawab besar keluarga sendirian.
Kalimat tersebut begitu menusuk relung Asoka. Hatinya pun begitu terluka menatap adiknya yang kini terlihat rapuh, tak terlihat raut serius dan wajah kuat yang selalu di tampakkan nya.
"Kakak tahu, kamu terluka atas kelakuan kakak di masa lalu. Kakak minta maaf, tapi bukan persoalan itu yang mau kakak bahas."
"Lantas, kakak mau membahas apa? Menginginkanku untuk membatalkan pernikahan?"
"Tidak! Kali ini aku akan menghargai keputusan mu, La. Kakak hanya ingin menyampaikan itu!"
Ingin rasanya Asoka segera merengkuh badan mungil adik perempuannya itu. Namun, terasa baginya kini jarak yang terbentang di antara keduanya setelah kepergiannya dari rumah.
"Ketika kamu menghadapi persoalan dalam rumah tanggamu nanti, ingatlah bahwa ada aku di belakangmu! Kembalilah ke belakang dan lihat ada aku yang akan menghiburmu dan menemanimu." Imbuhnya.
Bulir air mata Ala menetes setelah mendengar pernyataan Asoka. Hatinya seakan meleleh dengan ucapan kakaknya, ia dulu selalu berpikir Asoka sudah meninggalkannya. Kini ia tergugu bukan karena sedih atau kecewa, tapi karena tangis bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Natha
bibit bibit cinta yang mulai ditanam, agar nantinya tumbuh bersemi 🌹🌹🌹❤️❤️
2022-02-15
3
❤️
jadi ikut nangis dehh 😭😭😭😭😭
2022-01-05
1