Episode 2

Ala's POV

Tak terasa pagi sudah berganti menjadi malam, jam tangan yang masih melingkar menunjukkan pukul 19.25 WIB. Aku duduk bersandar di kursi belakang dengan mata terpejam. Hari ini pekerjaan lumayan menguras tenaga dan pikiranku, namun setidaknya tidak seperti kemarin yang membuatku hampir tertidur di kursi kantor.

Aku harus lebih banyak olahraga dan menjaga pola makan agar tubuhku yang mungil ini bisa mengimbangi kinerja kantor yang begitu padat. Aku memandang ke arah jendela yang menampilkan jalanan padat merayap penuh kendaraan, sesaat mataku menangkap segerombolan bocah SMA yang masih berseragam lengkap. Mereka sedang duduk mengumpul di samping warung makan padang, dan terlihat raut ceria dari wajah mereka.

Aku tersenyum tipis menatap wajah-wajah polos mereka yang tengah terbahak-bahak. Aku teringat dulu semasa SMA, tidak banyak hal yang menyenangkan ketika berseragam putih abu-abu. Waktuku hanya untuk belajar dan les ketika pulang sekolah, namun saat bertemu dengan pria bernama Hendrik, sesaat aku terlena mengikuti arus permainannya.

Hendrik selalu mengajakku pergi entah ke mall atau ke puncak untuk sekedar bermain dengan teman yang lain. Tentu aku tak pernah meminta izin dengan kedua orang tuaku, aku melewatkan waktu les dengan menggantinya bermain bersama Hendrik dan teman yang lain.

Namun semua berakhir, ketika aku tidak sengaja mendengar percakapan Hendrik dengan temannya. Ia mengungkap alasan dia tiba-tiba dekat denganku hanya untuk memenuhi rasa penasarannya terhadapku yang bergelar 'gadis terpintar di sekolah', ia ingin menaklukan ku lalu memamerkannya ke seluruh sekolah. Benar-benar brengsek!

Ditambah ketika pulang sekolah, ayah dan ibu memergoki ku yang sudah melewatkan les selama sebulan. Mereka marah dan menceramahi ku sepanjang malam, bahkan mulai mencarikan sekolah baru untukku pindah. Lengkap sudah karma untukku.

Peristiwa itulah yang membuatku malas untuk berdekatan dengan pria hanya untuk sekedar pacaran. Aku takut terlena lagi dan akhirnya melepas segala hal yang sudah ku impikan.

Lamunanku buyar saat mobil yang membawaku sudah sampai di rumah. Dengan gontai aku berjalan memasuki rumah luas 2 lantai yang aku beli dua tahun lalu.

"Ala, kok baru pulang?" Sahut suara seorang pria sontak membuatku menoleh.

"Loh? Ayah? Kok kesini gak bilang-bilang?" Aku balik tanya. Sejak dua tahun lalu, aku memutuskan tinggal terpisah dari rumah utama karena jarak tempuh dengan kantor memakan waktu lebih dari 30 menit. Jadi aku terheran dengan kedatangan ayah yang tiba-tiba.

"Kita udah nungguin kamu daritadi." Ternyata ibu juga ikut datang. Ia terlihat keluar dari arah dapur.

"Kok ayah sama ibu gak telpon atau WA aku dulu sih? Kan biar aku pulang lebih cepet tadi." Aku mulai ikut duduk di sofa bersebrangan dengan ayah.

"Maunya kasih surprise, eh ternyata lama banget pulangnya. Keburu gak mood deh." Omel ibuku yang masih terlihat cantik diusianya yang menginjak 56 tahun.

"Ada hal penting apa yah sampai dateng ke rumah Ala?" Tanyaku penasaran.

"Ehem, gak ada apa-apa kok. Masak berkunjung ke rumah anak harus ada alasan sih? Ya gak sayang?" Jawab ayah yang membuatku curiga.

"Iya, masak gitu aja di tanyain." Ibuku juga menimpali.

Mataku memicing ke arah mereka semakin membuat mata sipit ini tidak terlihat. "Yakin? Kayaknya nggak deh."

Pasalnya, jika ada sesuatu hal yang tidak penting ayah atau ibuku hanya menyapa di telepon atau menyuruhku untuk berkunjung bila mereka kangen. Hal seperti ini malah membuatku begitu curiga kepada mereka.

"Kakek yang menyuruh mereka berkunjung, La." Aku menoleh ke asal suara yang tiba-tiba.

"Kakek?" Pekik ku. Aku beranjak dari sofa dan menghampiri kakek yang begitu ku rindukan. Segera ku menghambur ke pelukan kakek.

"Huhuhu, cucuku tersayang. Bagaimana kabarmu, nak?" Kakek mengusap pelan punggungku. Dibanding ayah-ibu, aku lebih merindukan kakek yang dulu kerap kali bermain denganku sewaktu kecil. Saat-saat yang indah dulu semasa nenek masih ada.

"Dani kemana, kek? Kok gak bantuin kakek keluar?" Tanyaku. Dani adalah perawat pria yang masih muda khusus dipekerjakan oleh ibu untuk menemani kakek yang mulai sakit-sakit an.

"Kamu itu, bukannya menjawab kabar malah menanyakan hal yang lain. Tuh dia lagi makan, kasian sejak tadi belum makan karena selalu stand by di sisi kakek."

Aku tersenyum senang. "Aku baik kok, kek. Seperti yang kakek lihat."

"Duduklah! Ada hal yang harus kakek sampaikan." Perintah kakek.

Aku memapah tubuh kakek yang memang sudah renta, ditambah tubuh yang sering sakit membuatnya sulit untuk berjalan normal sendiri.

Aku duduk di samping kakek, sedang ayah-ibu duduk bersebrangan.

"Ehem, Ala. Kakek sekarang tanya, umur kamu berapa?" Tanya Kakek.

"29, Kek."

"Hmm, Sudah dewasa rupanya. Sudah saatnya juga kamu menikah."

Satu alisku meninggi. "Menikah?"

"Ya, Ala! Kakek ingin kamu menikah."

"Tapi, kek. Ala mau nikah sama siapa? Punya pacar aja nggak." Mulutku mencebik.

"Hmm, kamu itu udah cantik, pintar, dan ulet. Tapi sayang belum menikah."

"Emang penting ya kek? Karir Ala udah bagus, buat apa menikah? Toh umurku juga baru 29." Jawabku enteng.

"Baru 29 katamu? Haduh, jantungku!!" Semua yang tengah duduk terperanjat dengan kakek yang mulai memegangi dadanya kesakitan.

"Maafin Ala, Kek!!" Ucap ku menenangkan kakek.

"Kamu tahu kan, La. Kamu adalah harapan satu-satunya kakek untuk meneruskan perusahaan. Tau sendiri kakakmu Asoka malah mengejar impiannya menjadi aktor. Kakek ingin kamu segera menikah untuk memperkuat posisimu di perusahaan." Ucapnya dengan napas tersengal.

"Dani!! Segera tangani kakek, Dan!" Jerit ibu memanggil Dani.

Dani terlihat datang dengan muka panik. "Ada apa dengan kakek, bu?"

"Tiba-tiba beliau megang dada terus napasnya tersengal, Dan. Cepat tangani dia!" Ujar ibu.

"Baiklah, kita bawa kakek dulu ke kamar." Ucap Dani.

Ayah dan Dani berusaha membopong kakek untuk ke kamar. Aku berusaha menenangkan ibu yang terlihat panik sekaligus sedih.

***

"Ala.." Lirih kakek memanggil namaku.

"Ya kek? Ala disini." Aku duduk di sampingnya dan memegang tangannya lembut.

"Kakek ingat, dulu sekali pernah kakek membuat perjanjian dengan seorang kawan baik." Ucap kakeknya.

"Perjanjian apa kek?"

"Kalau kakek membantu perusahaannya yang kala itu sedang bangkrut, ia berjanji akan menjodohkan salah seorang dari anak atau cucunya kepada anak atau cucu kakek. Kakek sempat terlupa dengan janji tersebut karena ibumu adalah anak tunggal dan sudah mendapatkan jodohnya sendiri. Sekarang, inilah saatnya kakek akan menagih janji kepada keluarganya dengan menikahkan mu. Kamu bersedia kan, La?"

Sesaat aku bingung. "Eh. E.. Tapi kek, kan masih ada kak Asoka yang juga belum menikah." Aku berusaha mengelak.

"Haduhh, dadaku sakiiit!!!" Keluh kakek dengan memegang dadanya.

Entah keluhan kakek benar apa adanya atau di buat-buat yang jelas berhasil membuat semua orang menjadi panik. "Udah, La. Terima aja! kasihan kakek!" Ujar ayah.

Aku memejamkan mata sekejap dan menghela napas. "Yaudah Ala terima, Kek."

"Alhamdulillah." Sontak mereka menjawab kata syukur dengan serempak.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

lanjut..

2023-02-23

1

Tama Rizkia

Tama Rizkia

e

2022-03-05

1

Agung Prasetyo

Agung Prasetyo

Alhamdulillah

2022-01-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!