"Kak Langit kok tau?" tanya Gita ragu.
"Taulah," Langit tertawa sumbang. Tunggu sebentar suara tawa itu juga terdengar dari balik pintu kamar ini.
Gita berjalan tertatih membuka pintu kamarnya, dilihatnya Langit sedang duduk di kursi meja makan sambil menikmati segelas air dingin dengan ponsel masih menempel di telinganya.
"Kok ada di sini?" protes Gita.
"Ga boleh?"
"Kalau tau mau ke sini kenapa tadi aku ga boleh ikut?!" Gita merasa kesal sekali, air matanya mulai menggenang. Entah mengapa hari ini moodnya sedang tidak baik.
"Langit tadi jemput Mama." Mama keluar dari dapur membawa semangkuk rawon.
"Mama yang minta tolong, karena mobil Mama bannya bocor tiba-tiba di jalan." lanjut Mama. Langit masih memandangnya tajam.
Biasanya ia akan tertawa jika berhasil mengerjai Gita, tapi kali ini tidak, Langit memasang wajah serius dan terkesan marah.
Kenapa harus dia yang marah, seharusnya aku yang marah karena sudah meninggalkan aku begitu aja di sekolah tanpa memberikan penjelasan. Gita melirik Langit kesal.
"Kan bisa ngomong." Gita menarik kursi di samping Langit.
"Apa aku juga harus lapor semua kegiatan dan rencanaku mau ke mana aja?" cetus Langit sengit.
"Ya ga gitu juga ... Kak Langit kenapa sih? harusnya aku yang marah, ditinggal pergi gitu aja pake ngebentak lagi tadi!"
"Eh, kalian ini kenapa sih? Kamu juga Gita, ga baik di meja ada makanan terus marah teriak seperti itu." Mama memandang Gita tajam.
"Kok aku yang salah sih, Ma? dah lah terserah, aku tuh emang ga pernah bener!" Gita mendorong piringnya yang masih kosong dan berjalan masuk ke dalam kamarnya sambil menahan rasa sakit di kakinya.
Gita mengunci dirinya di dalam kamar tak mempedulikan panggilan dari Mama untuk melanjutkan makannya. Ia melirik ponselnya, tidak ada pesan sama sekali dari Teddy.
Di mana cowok itu sekarang, dengan seenaknya mengobrak-abrik hati, datang dan pergi sesukanya dan sekarang berani meninggalkan jejak di bibirnya.
Gita mulai menangis lagi, untuk apa dan siapa ia juga tidak tahu. Ia merutuki dirinya sendiri mengapa cepat sekali menjadi melow hari ini.
Suara ketukan perlahan terdengar di pintu kamarnya. Gita membalikan badan memunggungi pintu dan menutup telinganya dengan bantal.
Suara ketukan di pintu menghilang berganti dengan dering panggilan di ponselnya. Nama Langit keluar di sana, mungkin yang mengetuk pintu kamarnya tadi juga dia.
Panggilan pertama dan kedua masih dia abaikan, tapi pada deringan ketiga terpaksa ia angkat karena sebelumnya Langit mengirimkan pesan singkat jika ia tidak membuka pintu atau mengangkat panggilannya, ia akan menceritakan kejadian saat pentas seni pada Mamanya.
"Apa!" ucap Gita ketus begitu menjawab panggilan Langit.
"Buka pintunya," sahut Langit dengan nada datar.
"Apa?!" Gita hanya mengeluarkan kepalanya dari balik pintu yang terbuka sedikit.
"Keluar," sahut Langit lagi masih dengan nada yang datar dan sorot mata menatapnya tajam.
"Ga mau!, bilang di sini aja!" Gita bersikeras, tetap menyembunyikan tubuhnya di balik pintu.
Tanpa ia duga Langit menarik handle pintu kamarnya, sehingga kepalanya yang berada di antara ambang dan daun pintu terjepit.
"Aakkkhhhh," Terpaksa Gita membuka pintu kamarnya lebih lebar.
"Jahat sekali sih!" Gita melangkah maju dan mulai memukul Langit dengan brutal.
Kesempatan itu Langit gunakan untuk menarik tangan Gita menjauh dari kamar menuju meja makan.
"Makan." ucap Langit. Ia menyodorkan piring yang berisi rawon dan telur asin yang sudah di belah.
"Nanti." Gita mencoba berdiri dari kursi, tapi bahunya ditahan oleh Langit agar tetap duduk di kursi.
"Aku tuh belum laper!" Gita memandang Langit dengan memohon dan juga sedikit kesal.
"Kamu ga kasihan sama Mamamu, tadi berusaha pulang cepat supaya bisa bawakan makanan kesukaanmu?" Mata Gita mencari mamanya di seluruh sudut ruangan, sepertinya Mama sedang mencuci baju karena terdengar suara mesin cuci di belakang.
Di bawah tatapan tajam Langit, Gita mulai menyendokkan nasi dan rawon hangat ke dalam mulutnya. Hatinya yang masih kesal membuat air matanya jatuh perlahan di pipinya.
Tangan kanan memegang sendok, sedangkan tangan kiri sibuk menghapus air mata yang terus berjatuhan tanpa mau berhenti.
Gita merasa ada yang menyentuh kakinya, ia melihat Langit sedang berjongkok dan mengoles salep di tumitnya yang lecet.
"Jangan banyak gerak, tahan aja kalo sakit," ucap Langit saat ia menggerakan kakinya karena terasa perih.
"Kenapa dia ga anter kamu pulang tadi?" tanya Langit masih menunduk memegang kakinya.
"Dia siapa?" tanya Gita pura-pura bodoh.
"Pacarmu, Teddy kan?"
"Bukan pacar," sahut Gita pelan.
"Apa?, bukan pacar tapi berani pake main cium-cium kamu?!" Langit mendongak dan mulai berdiri. Ia memandang Gita dengan marah.
Gita menunduk, menghadapi piringnya yang sebentar lagi kosong.
"Dan kamu mau aja digitukan?, Empi lihat aku!" Suara Langit semakin tegas.
"Apa Kak Langit juga mau menghina aku?, bilang aku cewek murahan gampangan gitu? silahkan!"
"Siapa yang bilang kamu seperti itu?"
"Semua anak cewek di sekolah mungkin," ucap Gita lirih lalu kembali menunduk.
"Aku juga ga tau kalo Kak Teddy bakalan cium aku di panggung. Aku juga marah sama dia tadi," jelas Gita pelan masih terus menunduk takut memandang wajah Langit.
Langit menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan keras "Jauhi dia."
"Ha?" Gita mendongak memandang Langit bingung.
"Jangan mau dekat-dekat sama dia lagi, dia itu cowok ga benar Empi."
"Kenapa?, masih suka?" Langit terlihat tidak senang saat Gita bereaksi tidak setuju dengan permintaannya.
"Hari ini dia mungkin cium kamu, besok bisa jadi dia akan berbuat yang lebih jauh." Gita memandang Langit tidak mengerti.
"Kamu yakin dia hanya cium kamu?, cewek di sekitarnya kan banyak."
"Empi, aku hanya bisa kasih saran. Biarkan dia yang mengejar kamu, bukan sebaliknya. Pria yang baik akan memperlakukan wanita yang disayanginya juga dengan baik, bukan hanya dengan perkataan manis dan kontak fisik. Kamu paham?" Langit berusaha berkata pelan dan jelas agar Gita mengerti penjelasannya, tapi nampaknya gadis itu masih belum paham. Terlihat dari keningnya yang tetap berkerut.
"Aku pulang dulu lah," ucap Langit lelah.
...❤...
"Hei," Teddy tersenyum miring saat tahu siapa yang menepuk bahunya.
"Bisa bicara sebentar ... di belakang aja." Langit memberi kode pada Teddy agar mengikutinya.
"Ada apa, sepertinya serius nih." Langit memilih tempat di sisi gedung lama, agar tidak banyak yang mendengar mereka berdua.
"Kalau kamu tidak serius dengan Gita, tolong jauhi dia."Langit langsung pada tujuannya.
"Apa hubungannya denganmu?" Teddy tertawa sedikit mengejeknya.
"Ada. Itu aja yang aku mau sampaikan." Langit hendak berbalik dan pergi dari sana.
"Kalau aku ga mau?" Suara Teddy yang terdengar menantang menghentikan langkahnya.
...❤❤...
Terima kasih yang sudah mendukung, membaca, dan beri like, komen, bunga, vote juga kopinya 🙏🥰
Yang lain jangan lupa yaaa 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Tamirah
lelaki yg baik akan menjaga sikap serta menghargai teman wanitanya.kalau sdh berani bersentuhan fisik itu mah nafsu.
2024-10-21
0
Red Velvet
Tedy benar2 the most wanted paling bad boy😣😣
2023-03-23
0
Santi Haryanti
wah cari perkara nih
2022-04-05
0