Bermacam suara hujatan berdengung memenuhi seluruh aula. Telinga Gita tidak mendengar jelas suara-suara itu, ia hanya fokus pada pria yang ada di sisinya.
Teddy masih berlutut di samping ranjang yang ia tiduri sebagai Putri Aurora, bibirnya terurai senyum yang amat manis.
Beraninya ia mencium bibirku di depan semua mata yang menonton, bahkan di barisan paling depan sejumlah guru ikut menonton. Gita mengusap bibirnya kesal.
Entah apa yang dirasakannya saat ini, apakah ia harus bahagia sudah dicium oleh most wanted boy in the school ? ataukah ia harus marah karena merasa dilecehkan? ... by the way mereka kan belum jadian.
Masih duduk di atas ranjang, Gita melihat ke arah barisan penonton yang menatapnya penuh permusuhan.
Oow tidak, menghadapi Melinda and her gank aja sudah menguras emosi dan pikirannya, sekarang apa harus siswi seisi sekolah ini ikut memusuhinya?
Seharusnya pria yang sedang berlutut ini yang harus mereka musuhi, karena ia yang mencium duluan meskipun Gita juga menyukainya.
Gita menoleh kembali ke arah Teddy, pria itu masih tetap pada tempatnya. Sebelum para penonton naik ke atas panggung dan menjambak rambutnya, lebih baik ia segera pergi dari sana toh drama sudah berakhir dan Sang Putri Aurora sudah terbangun.
"Git, tunggu kita harus berikan hormat penutup dulu." Teddy mengejar Gita yang sudah menghilang di balik layar.
Sebelum mengikuti Gita masuk ke ruang kostum, ia mencari pria yang tadi menatapnya tajam saat ia melakukan adegan mencium sang putri. Ternyata Langit sudah tidak ada di dalam aula, sudut bibirnya terangkat misinya sukses.
"Kak Teddy tadi ngapain sih!" Gita mulai merasa kesal pada cowok idolanya ini.
Ia merasa kesal pada Teddy yang menurutnya sedikit keterlaluan kali ini. Teddy sudah mencuri ciuman pertamanya di depan banyak orang tanpa seizinnya,
Mau dibilang ga suka dicium seorang idola terlalu munafik kedengarannya, tapi setidaknya ia berharap ada pemberitahuan lebih dahulu jadi dia bisa bersiap untuk menerima ciuman dari Teddy.
"Kenapa? kamu ga suka?" Teddy memasang senyum mautnya.Tuh kan dikasih senyuman seperti itu aja kakinya sudah gemetar, rangkaian kata yang sudah disiapkan terbang ke mana-mana.
Gita hanya merengut kesal tanpa bisa berkata apa-apa. Jadi apa statusnya sekarang bagi Teddy?, dibilang pacar ga pernah ditembak, bukan pacar tapi kenapa dicium?
"Gatel."
"Ganjen."
"Kecentilan."
"Dia pikir dirinya oke gitu?"
"Dari deket biasa aja ternyata."
"Model ginian paling juga abis itu ditinggalin sama Teddy."
"Murahan."
Suara-suara yang bukan lagi bisikan, terdengar jelas di telinga Gita saat ia melangkah di lorong sekolah menuju ke kelasnya.
Sesampainya di kelas ia tidak menemui kedua sahabatnya, sepertinya mereka sudah pulang duluan.
Bagi pengisi acara pentas seni dan panitia memang pulang sedikit lebih lambat dari siswa lainnya. Saat ini Gita sendirian di dalam kelas, mau keluar kelas dan berjalan menuju pagar saja nyalinya hampir tidak ada.
Teddy yang di harapkan untuk menjadi benteng dari hujatan para siswi di sekolahnya malah meninggalkannya dengan alasan ada syukuran dengan pengurus OSIS karena acara berlangsung sukses ... shi*t.
Gita menarik nafas panjang sebelum melangkah ke luar dari kelas. Ia memakai hodie, menutup seluruh kepalanya. Ia berjalan sambil menunduk terus dan berharap tidak ada yang menyadari ada dirinya di tengah lapangan.
Bugh ...
"Aduuhh." Gita jatuh terduduk. Ia tidak melihat apa yang ada di depannya, yang dia tahu ia sudah menabrak sesuatu yang keras.
"Kamu kenapa sih selalu ceroboh?"
"Kak Langit." Mata Gita membesar saat tahu siapa yang sudah ditabraknya.
"Kak, aku bareng pulangnya ya." Gita bergelayut di lengan Langit.
"Ga bisa." Langit melepaskan tangan Gita dan terus berjalan.
"Aku tau Kakak ada kerjaan di kantor, aku ikut sampe sore ga apa kok." Gita terus mengejar Langit hingga ke tempat parkir sepeda motor.
"Ga bisa!" Suara Langit semakin meninggi.
"Aku janji ga ganggu Kakak kerja, aku juga ga bakal minta makan yang aneh-aneh. Aku bayar sendiri deh makan siangnya." Gita berdiri di samping motor masih mengamati Langit yang sedang memakai helm, ia berharap Langit membolehkan ia naik di boncengan motornya.
"Kak aku ikut ya," Gita memohon. Ia tidak mau lebih lama sendirian di area sekolah saat ini
"AKU BILANG GA BISA, YA GA BISA!" Gita mundur satu langkah mendengar Langit berteriak. Ia hanya terdiam saat Langit mulai menyalakan motor dan terus berlalu meninggalkannya di belakang dengan asap motornya.
Suara-suara sumbang mulai terdengar lagi di sekelilingnya.
"Ciih gampangan."
"Semua dipepetin ternyata."
"Syukurin ditolak."
"Kayak piala bergilir aja."
Air mata Gita sudah mulai merebak siap jatuh, ia berjalan melintasi lapangan dengan kepala terus menunduk.
Air matanya mulai menetes perlahan saat ia menaiki angkot. Pandangannya diarahkan ke luar jendela, ia berusaha menyembunyikan air mata dan wajah sembabnya dari penumpang lainnya.
"Putus cinta ya neng?, atau di selingkuhin?" tanya seorang wanita berusia tiga puluhan. Gita hanya menggeleng pelan.
"Masih sekolah, jangan terlalu percaya sama mulut laki-laki. Belajar yang bener, kalo sudah besar dan pintar nanti baru cari cowok yang berkualitas."
"Hati-hati sama pergaulan jaman sekarang, jangan sampai salah pilih teman. Anak laki masih sekolah kalau ceweknya gini nih, mau kasih makan apa? paling juga emaknya yang nanggung." Wanita itu terus menasehati, sambil memperagakan perut orang yang sedang hamil.
Untunglah siang ini angkot tidak terlalu penuh jadi dia tidak terlalu mengundang perhatian banyak orang.
"Paak stop kiri ... kiriiii." Gita berteriak dengan panik saat menyadari tujuannya sempat terlewat cukup jauh.
"Lain kali jangan suka mendadak minta berhentinya Neng!" Semburan dari sopir angkot langsung diterimanya saat ia turun dan akan membayar.
Sampai di rumah Gita langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Terlalu asyik melamun dan menangisi nasib, membuat ia harus berjalan cukup jauh untuk sampai ke rumah dan sekarang kakinya terasa nyeri dan lecet.
Sambil memijat betisnya ia mengingat kejadian hari ini, sakit hatinya saat melihat Teddy di dekati Melinda tidak sesakit saat Langit membentaknya.
Air matanya menetes lagi saat ia mengingat suara dan tatapan Langit padanya. Gita mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Langit.
"Kak, kenapa tadi marah? kalau aku ada salah, aku minta maaf" 🥺🙏
Tidak ada balasan, hanya terlihat pesan masuk tapi belum terbaca.
"Lagi sibuk di kantor ya, maaf sudah ganggu. Semangat ya, udah aku ga ganggu lagi biar cepat selesai pekerjaannya." 💪
Pesan diterima dan dibaca.
"Kalau naik angkot harus hati-hati jangan sembarangan bicara dengan orang yang ga dikenal!."
"Jangan suka ngelamun di angkot, bahaya! bisa kena hipnotis, bisa kelewatan juga kayak tadi."
Gita melongo membaca pesan Langit yang masuk, dari mana teman kakaknya ini tahu kejadian selama ia naik angkot. Bukannya tadi Kak Langit sudah pulang duluan dan tadi dia ditinggal di sekolah?
...❤❤...
Love, komen, Like, kopi dan bunganya pelase 🙏🥰
Ada yang belum mampir ke novel aku yang pertama? mampir dong
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Red Velvet
Gita harus jodoh sama Langit, aku gak mau kalau Langit cuma menjaga jodoh org🥺 dia yg benar2 bertanggung jwab sama Gita
2023-03-23
0
Santi Haryanti
ayolah git jgn mau di manfaatin sama tedy
2022-04-05
0
Rahma AR
🥰🥰
2022-03-05
2