Gita meringis malu pada Teddy, di karenakan tatapan tajam Langit yang seakan mengawasi mereka berdua.
"Maaf, Kak Langit itu di minta Kakak sama Mama untuk ngawasin aku. Kak Bima tu agak-agak protektif gitu orangnya," jelas Gita.
"Kamu yakin dia seperti itu, hanya karena di minta sama Kakakmu?" tanya Teddy tidak percaya.
"Yakinlah, kenapa?"
"Enggak, ga apa-apa." Teddy melempar senyumnya yang terkesan mengejek pada Langit.
"Sudah selesai?, yuk balik ke kelas," ajak Teddy.
Tiap langkah kaki mereka keluar dari kantin, menjadi sorotan mata semua pengunjung yang ada sedang istirahat siang di sana.
Saat melewati meja Langit, sengaja Teddy melingkarkan tangannya di pinggang Gita dan menariknya lebih merapat ke tubuhnya.
Gita sedikit terkejut akan gerakan Teddy yang tiba-tiba memegang pinggangnya, tapi ia tak bisa menutupi rasa bahagianya. Wajahnya memerah dan sesekali kakinya tersandung karena grogi.
Langit menahan kesal tapi berusaha untuk tetap terlihat tenang dan tidak terpengaruh, karena banyaknya mata yang sedang memperhatikan mereka.
Berita tentang Teddy yang melingkarkan tangan di pinggang Gita saat di kantin, dalam hitungan detik sudah tersebar hingga ke sudut sekolah.
Melinda meremas ponselnya saat menerima foto yang di kirimkan di salah satu grup chating.
"Dasar kegatelan!" tangan Melinda mengepal lalu ia lampiaskan kemarahannya pada meja di depannya.
"Siapa?," Debi teman sebangku Melinda mencoba melongok isi ponselnya, "Oww anak kelas sepuluh yang lagi naik daun itu ya."
"Widiihh sudah jadian mereka?" Mata Debi terbelalak melihat foto candid Gita dan Teddy.
"Jadian??" Melinda menyipitkan mata menatap Devi dengan sinis.
"Nebak doang Mel, kan belum tentu." Devi mengkerut takut melihat reaksi Melinda.
"Teddy itu milik aku, cuman punya aku ... inget itu!"
"Iya Mel, Teddy milik kamu. Pepet dong, rebut, samber, aku dukung pokoknya deh," cicit Devi.
Melinda terdiam, di kepalanya tersusun banyak rencana agar Teddy kembali memandangnya.
Dulu saat belum ada Gita dan teman-temannya, yang menjadi sorotan dan idola adalah Melinda dan kumpulannya. Teddy pun, cukup dekat dan dengan mereka, tapi sejak kehadiran Gita semua situasinya terbalik.
...🔹️...
"Sori, Gita hari ini pulangnya sama aku." Langit menarik tangan Gita saat akan menaiki motor Teddy.
"Iihh apaan sih Kak Langit?" tangannya menyentak kesal pegangan Langit pada tangannya.
"Mama kamu yang suruh, hari ini pulangnya sama aku." Langit kembali meraih tangan Gita.
Teddy hanya menatap keduanya dengan heran, "Kalau anaknya ga mau, jangan di paksa dong." Teddy mengambil alih tangan Gita.
"Silahkan ... silahkan, kalau kamu mau antar Gita pulang lalu di semprot sama Mamanya, dan kamu Empi sudah tau kan maksud aku?" Langit mundur satu langkah, berlagak memberikan mereka jalan.
Teddy menoleh pada Gita menunggu keputusan gadis itu. Tanpa berkata apapun Gita berjalan ke arah motor Langit yang terpakir tidak jauh dari sana setelah menghentakan kakinya kesal.
Sepanjang perjalanan, Gita tidak berkata apapun. Wajahnya masih ditekuk, ia mau menunjukan pada Langit kalau sedang marah sekali.
"Ini mau kemana?, aku mau pulang!" Gita menggoyangkan badan Langit, setelah sadar bahwa jalanan yang mereka lalui tidak menuju arah rumahnya.
"Aku ada urusan," sahut Langit tak acuh. Ia membelokkan motornya masuk kedalam gedung perkantoran besar.
"Ayo ikut," Langit berbalik saat menyadari Gita tidak mengikuti langkahnya.
"Ga mau!, aku di sini aja." Gita melipat kedua tangannya di dada. Bibirnya masih terlipat maju kedepan.
"Ayoo, kamu kalo berdiri di sini banyak yang nawar nanti." Langit menarik paksa tangan Gita untuk jalan mengikutinya.
"Kalo ada yang nawar, ya aku naikkan aja lagi harganya."
"Hati-hati mulutnya!," Langit menyentil bibir Gita, "Kalau ngomong jangan sembarangan!" Langit menatap tajam pada Gita yang menutup bibirnya karena merasa sakit di sentil.
"Duduk di situ!," Langit menunjuk sofa panjang di ruangannya.
"Kak Langit mo ngapain kesini?, kerja gantiin Om Hendrik ya?" Bukannya duduk, Gita malah mendekati Langit yang duduk di belakang meja besar.
"Kalau mau cepat pulang, duduk manis. Jangan cerewet!" Langit kembali menunjuk sofa.
"Aku naik ojek online aja kalo gitu," Gita mengambil ponselnya, ia merasa kesal karena dari tadi dapat nada ketus dari Langit.
"Sekali nurut sama aku bisa ga sih, Empi?. Aku tuh juga pingin pulang cepat." Langit kembali fokus dengan lembaran kertas di hadapannya.
"Ada yang bisa aku bantu?," ucap Gita lirih, setelah lima belas menit ia berdiam diri hanya memandang Langit bekerja.
Langit mengangkat kepalanya, Gita tampak sedikit takut saat melihatnya, "Sini," panggilnya.
"Urutkan kertas-kertas ini berdasarkan tanggal ya. Tiap satu bulan masukan dalam map-map ini, bisa?" Gita mengangguk dengan semangat.
Tiga puluh menit mereka berdua fokus dalam kerjaan masing-masing.
Krriuuukk ....
"Laper?, heheheheee ...." Langit tertawa keras saat bunyi-bunyian terdengar keras dari perut Gita.
"Ini masih belum selesai, kita makan di sini aja ya," ucap Langit sambil menekan tombol intercom di mejanya.
"Bu Indah, minta tolong pesankan nasi padang dua porsi, rendang sama ayam pop ya. Terima kasih."
"Bener kan, kamu maunya nasi padang ayam pop?" tanya Langit memastikan, saat sambungan intercom sudah terputus.
Gita mengangguk kembali, Langit memang tidak pernah salah untuk mengetahui apa yang Gita mau dan suka.
Gita memperhatikan Langit yang duduk di hadapannya sedang menikmati nasi padang. Ada yang ingin ia sampaikan tapi masih merasa ragu.
"Kak ...." Langit mengangkat wajahnya saat Gita tidak kunjung menyelesaikan kalimatnya.
"Mmm ... tadi Kak Teddy ... nembak aku, bilangnya suka gitu," ucap Gita lirih.
"Lalu?" Kening dan rahang Langit mengeras tanpa dia sadari.
"Aku diem aja sih, ga tau mau jawab apa." Gita menunduk takut, tidak berani membalas tatapan mata Langit yang seakan menembus pupil matanya.
"Kamu suka sama dia?" tanya Langit, Gita mengangguk masih dengan kepala tertunduk.
Lama tidak ada tanggapan, Gita mengangkat wajahnya perlahan. Ia mendapati Langit sedang menatapnya sedih.
"Kenapa Kak?" tanya Gita heran.
"Ga apa-apa," Langit menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan berat. Ia kembali ke mode tak pedulinya.
"Terserah kamu aja, tanyakan sama Mama dan Bima jangan tanya sama aku. Aku itu bukan siapa-siapamu, jadi ga ada urusan!." Langit langsung berdiri setelah berbicara dengan nada yang cukup ketus.
"Aku kan mau minta pendapat ... kalo keberatan juga ga apa-apa."
"Kamu butuh pendapat aku?, masih mau dengar apa kata aku?" Langit berbalik menghadap Gita yang masih duduk di depan meja makan.
"Kalo kamu masih mau dengar pendapat aku, yang bukan siapa-siapa kamu ini. Kamu tadi ga bakal marah saat aku larang pulang sama Teddy." Langit kembali berbalik berjalan ke arah mejanya, menyusun berkasnya kembali dan bersiap pulang.
...❤❤...
Jangan lupa like dan komennya pleaseee 🙏😁
Kopi dan bunga juga dong 🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Red Velvet
Cerita anak SMU, tp dikemas dgn beda. Apalagi karakter Langit aku suka banget😊
2023-03-23
0
Santi Haryanti
langit oh Langit
2022-04-05
0
Paulina H. Alamsyah Asir
aq mau jg lo di tembak.. tp pake cuan pelurunya .😂😂😍😍😍
2022-02-06
3