"Gita?" Teddy berdiri dari kursi, tapi gerakannya tertahan oleh tangan Melinda.
"Oh, hey. Kak Teddy ada di sini juga," Gita menyapa Teddy salah tingkah. Ia tidak mempedulikan Melinda yang menertawakannya dengan sinis.
"Iya, aku sama Melinda lagi cari bahan dan diskusi untuk acara sekolah bulan depan." Teddy berjalan pelan ke arah Gita, setelah berhasil melepaskan tangannya dari pegangan Melinda.
"Oww, oke silahkan dilanjut. Aku keluar dulu, buku yang aku cari ga ada." Gita membalikan badan dan akan berjalan keluar perpustakaan.
"Kamu cari buku apa?, aku bantu carikan ya." Suara lembut Teddy menghentikan langkahnya.
"Eeeh ... mmm ... buku .... buku tentang antariksa, ya buku tentang planet-planet gitu." Gita memutar-mutar jarinya gugup mencari jawaban yang tepat. Ia tidak siap dan kebingungan saat ditanya soal buku yang dicari.
"Oww, oke aku bantuin cari ya." Teddy manggut-manggut dengan kening berkerut, meski ia sedikit heran dengan jawaban Gita tapi tetap berusaha terlihat memahami.
"Sejak kapan anak bahasa belajar tentang antariksa?" ejek Melinda yang bersandar di salah satu rak buku.
"Suka-suka," sahut Gita ketus. Ia sendiri sebenarnya juga merasa malu karena terpergok mengintai dan berbohong, tapi apa boleh buat sandiwara tetap harus berlanjut demi harga diri.
"Ga usah Kak, nanti aku cari sendiri." Gita membalikan badan dengan cepat untuk menyelamatkan wajahnya.
Sepanjang perjalanan kembali ke kelasnya, tak henti-hentinya Gita merutuki kebodohannya.
Ia merasa cemburu sekaligus kesal pada Melinda, dalam pikirannya berkecamuk apa benar Teddy sudah mempermainkannya.
"Ketemu?" Anggita yang pertama menyambutnya saat ia masuk ke dalam kelas.
Gita tidak menjawab, ia terus berjalan menuju ke bangkunya.
"Mmm, lagi sama Melinda ya?" tanya Anggita bertanya dengan hati-hati.
"Biar aja, aku juga belum jadian sama dia," ucap Gita sambil merengut, tapi mulut dan hatinya tidak sejalan. Air matanya sudah mulai merembes.
"Astagaaa, kamu beneran jatuh cinta sama tu cowok?" Nindy menimpali. Gita tak menjawab, ia meletakan kepalanya di atas meja yang di alasi tas sekolahnya.
"First love ya, pantes. Nikmatin aja, nanti juga ilang rasa sakitnya." Nindy berkata cuek.
"Ya ampun telat banget kamu ngerasain cinta pertama, Git." Anggita mengusap-usap punggung Gita yang sudah bergerak naik turun menahan tangis.
"Emang kamu pertama kali jatuh cinta umur berapa Nggi?" tanya Nindy.
"SD kelas tiga, hahahahaa ... bocil banget ya. Aku dulu suka sama guru lesku. Umurnya waktu itu dua puluh lima tahun, ganteng sih enggak, cuman berkharisma ... suaranya itu loohh, hahahahaa ... kalo kamu Nin?" Anggita menertawakan dirinya sendiri.
"SMP, sama kakak kelas tapi beda sekolah. Dulu dia dateng ke sekolahku karena ada pertandingan basket persahabatan sekaligus untuk memperkenalkan SMU-nya," jelas Nindy sambil merenung dan sesekali tersenyum tipis.
"Basket?, SMU mana emang?" tanya Anggita.
"Ah udah ngobrolnya, Pak Cahyo sudah mau masuk. Git, buruan hapus air matamu." Nindy kembali menghadap ke depan tanpa berniat menjawab pertanyaan Anggita.
...🔹️...
"Git ... Gita, Gita tunggu dulu. Kok buru-buru sih?" Teddy menarik tangan Gita.
Saat waktu bel jam pelajaran berakhir, Gita langsung melesat menuju keluar pagar menghindari Teddy yang terlihat berjalan menuju kelasnya.
"Mau pulang Kak," sahutnya sambil memandang tangannya yang di genggam Teddy.
Ia tidak marah pada pria ini, ia hanya merasa malu dan sedikit kesal. Perasaan sukanya pada idola wanita di sekolahnya ini, masih ada bahkan cenderung kuat.
"Biasa nunggu aku, kamu marah?" Teddy menundukkan kepala berusaha melihat wajah Gita yang tertunduk.
"Ga, siapa juga yang marah." Gita mencebik, hatinya sudah mulai luluh.
"Pulang bareng?" Teddy menggoyang-goyangkan tangan Gita, berusaha memancing senyuman dari gadis itu.
Gita mengangkat wajahnya, ia memandang wajah tampan di hadapannya. Ah, siapa yang bisa menolak wajah tampan bak idola korea ini.
"Yuk," Teddy berjalan ke arah parkiran, tangannya masih tetap menggandeng tangan Gita.
Langkah mereka berdua melambat saat melihat Melinda duduk di atas sepeda motor Teddy.
"Ted, jadi ga?" Melinda melirik kesal tangan Teddy yang masih menggenggam tangan Gita.
"Sekarang?" tanya Teddy sambil perlahan melepaskan genggamannya.
"Iyalah," sahutnya sambil menarik tangan Teddy tanpa mempedulikan pandangan Gita.
"Eh," Teddy masih bertahan di samping Gita.
"Kenapa?, ga enak sama dia?. Memangnya dia siapa kamu?, pacar? bukan kan?" Melinda sesekali melirik sinis pada Gita, ia hanya menunjuk Gita dengan arah kepalanya.
Teddy dan Gita saling berpandangan, Gita sangat berharap Teddy mengatakan iya atau setidaknya kata-kata yang tidak menjatuhkan harga dirinya.
"Teman ... teman dekat," tapi hanya itu yang diucapkan Teddy. Apalagi yang ia harapkan?, Teddy mengakuinya sebagai pacar di depan Melinda sedangkan mereka tidak mempunyai status apa-apa.
Jika diingat lagi Teddy juga tidak pernah menembaknya, atau memintanya untuk menjadi pacar tapi Teddy hanya mengatakan ia suka pada Gita.
"Git, maaf ya lain kali kita pulang bareng. Aku sama Melinda ada tugas untuk acara bulan depan." Gita berusaha tersenyum.
Mungkn jika wanita yang di samping Teddy itu bukan Melinda dia akan biasa aja, tapi ini si ular yang sangat berbisa mulutnya.
"Ayo dong Ted, nanti kesiangan. Pulangnya kita nongkrong di cafe yang kemarin ya," Melinda berkata manja, sambil menaiki sepeda motor Teddy dan merapatkan tubuhnya.
"Empi!, kok masih di sini. Kamu lupa kita kan mau jalan siang ini." Langit tiba-tiba datang dan langsung melingkarkan tangannya di pundak Gita.
Tanpa menunggu respon dari Gita, Langit menggiringnya ke arah sepeda motornya.
"Jalan kemana sih Kak!" Gita merengut sambil berusaha melepaskan tangan Langit dari bahunya.
"Sssttt, akting dikit dong." Langit tetap berusaha menempatkan tangannya di bahu Gita.
"Coba kamu lihat mereka ... lirik aja jangan langsung liatin gitu!," bisik Langit.
Teddy dan Melinda masih di posisinya, motornya sudah menyala tapi belum dijalankan oleh Teddy. Ia masih menatap tajam ke arah Langit dan Gita. Motornya baru dijalankan setelah Melinda menepuk punggungnya keras.
Gita menatap kepergian Teddy dan Melinda dengan sedih.
"Ayo, mau pulang ga?" Langit sudah berada di atas motornya yang sudah menyala.
"Menurut Kak Langit, Kak Teddy itu beneran suka ga sih sama aku?" tanya Gita saat mereka sudah berada di jalanan.
"Menurut kamu?"
"Ga tau"
"Kalau aku sebagai laki-laki, jika sudah memiliki seorang wanita ga akan ninggalin ceweknya begitu aja seperti kamu tadi."
"Aku sama Kak Teddy belum jadian," sahut Gita pelan.
"Katamu kemarin dia sudah nembak kamu?" Gita menggeleng.
"Bilang 'aku suka kamu' gitu aja, belum minta jadi pacar. Sama ga sih Kak?, terus aku harus jawab apa dong sedangkan dianya juga ga nanya perasaanku." Gita mulai menempelkan tubuhnya ke punggung Langit. Dagunya ia taruh di pundak Langit, ingin mendengar lebih jelas lagi penjelasan pria itu.
"JANGAN SEPERTI ITU!" seru Langit sambil mendorong kepala Gita menjauh.
...❤❤...
Like👍, komen dan votenya teman-teman. Jempol kalian sumber semangattt 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Red Velvet
Gita benar2 polos, tp bagus juga dia cerita terbuka sama Langit.
2023-03-23
1
Almira
deg2an tu ditemploki Gita 😆😆
2022-05-05
1
Santi Haryanti
nemplok terus nih 😂
2022-04-05
1