"Sudah belum?, jangan lama-lama milihnya aku masih ada urusan ini," keluh Langit sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
Sudah hampir dua jam ia menunggui tiga cewek yang masih memperdebatkan tanaman mana yang akan dipilih.
Apakah tanaman yang berbunga atau yang berbuah, sama sekali perdebatan yang tidak penting.
Gita tidak menjawab kalimat protes dari Langit, ia hanya memberi isyarat telunjuk di bibirnya. Langit mendesah kesal karena merasa diabaikan.
"Sudah selesai kak, jangan manyun gitu ah kan cuman bentar." Gita dengan sumringah datang membawa tiga polybag tanaman.
"Dua jam Empi, lama itu. Cuman beli ginian juga. Ributin apa aja sih kalian tadi ... ehhh mau taruh di mana itu?" protes Langit saat Gita akan mengkaitkan plastik berisi tiga polybag pada spion sepeda motornya.
"Taruh sini lah mau di mana lagi."
"Berat!, pegang sendiri. Ini sepeda motor laki ga ada kaitan untuk barang," cetus Langit kesal.
"Peliiittt. Galak-galak nanti ga ada cewek yang mau," sahut Gita sewot.
"Bodo amat, buruan naik aku masih ada urusan."
"Kita mau makan dulu Kak, laperrr ... tuuh ikutin si Nindy." Gita menunjuk sepeda motor Nindy yang sudah duluan melaju.
"Ga bisa Giiit, aku masih ada urusan." Langit bersikeras.
"Ayolahhh Kak, aku laperrr. Kalo aku pingsan terus jatuh dari motor gimana hayo." Gita menaruh dagunya di pundak Langit.
"Jangan gitu ah empi." Langit menggoyangkan bahunya agar Gita tidak lagi bersandar padanya.
Meskipun mereka sudah dekat sejak kecil, Langit tetap memberi batasan pada adik sahabatnya itu apalagi Gita sudah beranjak dewasa.
Tubuhnya sudah bisa menarik hasrat lawan jenis. Lain pikiran dari Gita, ia menganggap Langit sama seperti Bima abangnya yang masih bisa bermanja-manja.
Walaupun hati mendongkol, Langit tetap memenuhi permintaan Gita. Ia mengikuti kemana motor Nindy pergi.
"Kakak mau makan apa?, aku pesanin ya," ucap Gita ceria. Ia sama sekali tidak mempedulikan wajah Langit yang masam karena dipaksa duduk berdampingan dengan Anggita.
"Terserah kamu ajalah," sahut Langit tidak peduli.
"Oke samaan aku aja ya. Aku ayam geprek level tiga, minumnya es jeruk. masing-masing dua ya mba," kata Gita pada pelayan cafe.
"Aku soto sama es jeruk," pesan Nindy.
"Sama, soto dan es jeruk," sahut Anggita.
"Kenalan dong, masak diem-dieman gini," Gita menyenggol Nindy yang di sebelahnya.
"Nindy," ucap Nindy sambil mengulurkan tangannya ke arah Langit.
"Anggita," sahut Anggita menyusul.
"Langit," balas Langit menyalami satu persatu teman Gita dengan malas.
"Kak Langit ini masih jomblo loh, ini yang kamu bilang ganteng tadi nggi," goda Gita yang di sambut dengan tatapan tidak suka dari Langit.
"Memang ganteng," sahut Anggita menimpali. Anggita yang terbiasa berhadapan dengan cowok, sudah tidak merasa canggung untuk memuji lawan jenis.
"Naahh, aku dukung loh kalo kalian jadian," ucap Gita sumringah.
"Cepat habiskan makanmu, sepuluh menit belum selesai aku tinggal," perintah Langit kesal.
"Cuman sayangnya Kak Langit ini galak, masih lebih ramah abang aku," cibir Gita tak peduli dengan peringatan Langit.
"Kakak kamu yang di sebut sama Kak Teddy tadi ya?" Mata Anggita membesar antusias.
"Iyaa, niih fotonya. Ganteng kan, sekarang lagi kuliah di luar kota nanti kalo pulang aku kenalin." Gita menunjukan foto Bima dari ponselnya.
"Maauu," Anggita bersorak diikuti anggukan kepala Nindy.
"Tuuh kalo galak-galak mana ada cewek yang mau ... weekkk," Gita menjulurkan lidahnya ke Langit yang duduk di hadapannya.
"Jangan gitu Git, Kak Langit juga ganteng kok," Nindy menengahi.
"Masih ganteng juga Teddy Aliando." Gita menerawang bak orang sedang jatuh cinta.
"MAKAN!" Gita tersentak saat Langit berkata dengan suara keras.
...🔹️...
"Kak, kenapa sih kok galak banget di depan temen aku. Kan cuman di kenalin doang kayak jual mahal gitu," sungut Gita saat mereka sudah berada di atas motor perjalanan pulang.
"Sudah dibilang aku tuh paling ga suka dijodoh-jodohin, kayak ga laku aja," sahut Langit.
"Emang ga laku, sampe sekarang juga belum pernah punya cewek. Kak Bima aja sudah dua kali pacaran."
Langit sedang malas membalas ocehan gadis di belakangnya, ia lebih memilih menarik gas agar lebih cepat sampai tujuan karena sudah mendung dan akan turun hujan.
"Loh mau kemana?, dah gelap Kak mau hujan loh," protes Gita saat motor Langit berbelok ke arah yang tidak biasanya.
"Sudah aku bilang dari tadi, aku itu ada urusan. Diam dulu kamu!"
Gita masih cemberut saat sampai di gedung perkantoran besar, dan Langit menyuruhnya menunggu di area parkir sepeda motor.
"Kenapa lama Lang?, ini berkas yang harus segera kamu tandatangani." Om Wahyu menyambutnya dan langsung menggelar semua kertas di hadapan Langit.
"Maaf Om, tadi ada urusan sedikit."
Sejak perpindahan kepemimpinan perusahaan Papa ke Indonesia, Langit harus siap hadir di semua rapat penting. Walaupun yang menjalankan dan keputusan tetap pada Om Wahyu, tetap membutuhkan persetujuan Langit di setiap keputusannya.
"Sudah Om ini saja kan?"
"Ya cukup, terima kasih. Kenapa buru-buru?" tanya Om Wahyu saat melihat Langit sudah seperti akan terbang keluar pintu.
"Urusan belum selesaaiii." Tubuh Langit sudah tidak terlihat, namun suaranya masih terdengar dari balik pintu.
"Lama banget!, dah mau ujan." Gita menghentakan kakinya kesal.
"Masih lama juga kamu tadi di toko bunga."
Secepat kilat Langit melajukan motornya, tapi tetap saja hujan turun mendahului sebelum mereka sampai ke rumah.
"Tanamankuuuu ... hwwaaaaaa." Gita menangis kencang saat melihat nasib tanamannya yang layu, tanahnya tumpah karena banyaknya air hujan yang masuk.
Langit hanya terdiam tak bisa berbuat apapun, tubuhnya sudah basah kuyup begitu juga dengan Gita.
"Eehh ada apa ini kok teriak-teriak," Tante Silvi, mama Gita keluar dari rumah karena mendengar putrinya menangis di halaman.
"Aku kesel sama Kak Langit!, udah dibilang mau hujan pake mampir segala!," Gita melempar plastik berisi polybag begitu saja, dan langsung masuk meninggalkan Langit dan Mamanya yang melongo bingung.
"Duuuh, anak perempuan kok ya judes banget to. Maaf yo Lang, Gita selalu ngerepotin. Hayuk masuk dulu, ganti bajumu pake punya Bima, nanti masuk angin." Tante Silvi menarik Langit masuk ke dalam rumah.
"Maaf ya Tan, tanaman Gita jadi rusak. Padahal itu buat tugas sekolah dia besok."
"Alaaahhh, ga usah dipikir," sahut Tante Silvi santai.
...🔹️...
"Giiiiitttt, sudah selesai belum nanti terlambat. Tuh Langit sudah jemput." Mama mengetuk pintu kamar Gita dengan keras.
"Bolosss aja, males dimarahin nenek lampir ga bawa tugas. Ngapain juga jemput segala, suruh berangkat sendiri aja Ma!" Gita balas berteriak dari dalam kamar.
"Baru satu hari sudah mau bolos aja, buruan keluar!" Kali ini Langit mengetuk pintu kamar Gita.
"Apa??!" Gita membuka pintu kamar dan memasang wajah judesnya.
"Niih udah aku gantiin, di tambah bonusnya." Langit mengangkat plastik berisi tiga polybag tanaman baru dan setangkai mawar putih ke depan wajah Gita.
"Masih ngambek?, sudah SMU itu berarti dah gede jangan kebanyakan cemberut nanti ga ada cowok yang naksir," ledek Langit membalas perkataan Gita saat di cafe.
"Kata siapa?, lihat aja nanti Teddy Alindo akan bertekuk lut-----aaaahhh," Gita meringis saat Langit menarik telinganya agar keluar dari kamar.
...❤❤...
👩🦰: Jangan lupa Like, komen, rating, bunga, kopi dan Votenya yaa 🙏😁
💁♀️: Banyak banget mintanya
👩🦰: Namanya juga usaha 🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Red Velvet
Muji Teddy terus, 😅😅😅 tp emang biasa sih org ganteng mubazir kalo gak dipepet😄
2023-03-06
0
Santi Haryanti
seru kak
2022-04-05
0
Chengil
lanjut thor jangan lupa mampir di karyaku
karma cinta
terjerat cinta guru matematika
2022-03-08
2