"Aduuhhh, sakit tau Kakk!' Gita mengusap dagunya yang terkena sentakan bahu Langit. Bibirnya pun sedikit berdarah karena tidak sengaja tergigit saat sedang bicara.
Melihat bibir Gita yang memerah dari kaca spion, Langit segera menepikan motornya di pinggir jalan. Ia langsung turun dari motor tanpa menunggu reaksi dari Gita.
"Kenapa bibirmu?" Langit menangkup pipi Gita, mengarahkan wajah gadis itu sedikit ke atas agar ia bisa melihat lebih jelas bibir bawah gadis itu. Tatapannya tidak bisa ditutupi, ia sangat khawatir sekali.
"Kegigit tadi, pas Kak Langit angkat bahunya," Gita mencebik, sambil melepaskan tangan Langit dari kedua pipinya.
"Berapa kali aku bilang jangan suka nempelkan badan seperti itu ke lawan jenis. Kamu sudah besar bukan anak kecil lagi." Tanpa merasa jijik Langit mengusap bibir Gita yang mengeluarkan darah dengan jempolnya.
"Jangan-jangan kamu kalo berduaan sama si Teddy begitu juga?" Mata Langit membesar marah.
"Ga ah!, emang aku apaan."
"Lah itu tadi apa?!"
"Kak Langit kan beda." Langit mengernyitkan keningnya berusaha memahami arti kalimat yang diucapkan Gita.
"Ayo ah buruan pulang, ngapain kita di sini." Gita menarik tangan Langit untuk segera menaiki motor lagi.
...🔹️...
"Hai Gita ...." Teddy sudah bersandar di ambang pintu kelas saat jam istirahat baru saja berbunyi.
Seisi kelas bersorak dan bersuit-suit menggoda Gita yang dihampiri cowok paling populer di sekolah mereka.
Sebetulnya Gita masih malas untuk bertemu dengan Teddy, setelah kemarin ia ditinggal begitu saja di area parkir sepeda motor.
Semalaman ia juga menunggu kabar dari Teddy atau setidaknya pesan singkat dengan kata-kata yang manis, namun tak kunjung ia dapatkan. Sekarang hanya dengan senyuman manis di ambang pintu, hati Gita kembali bergetar.
"Kantin?" tanya Teddy sambil duduk di bangku depan dengan membalikkan badan menghadap Gita.
"Ga ah, nanti ada yang marah." Gita mencoba jual mahal seperti yang disarankan Langit.
"Emang siapa yang marah? kamu kali yang suka ngambek." Teddy mencolek pipi Gita.
"Iih, Kak jangan sentuh-sentuh gitu." Gita mengusap pipinya, ia merasa jengah diperlakukan intim di depan teman sekelasnya.
"Abis kamu lucu kalo ngambek. Yuk, ke kantin." Teddy bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya pada Gita.
"Git ... dicari," Anggita berbisik lirih, matanya mengarah ke arah pintu kelas.
Langit sedang berdiri tegak melihat mereka berdua dengan sorot mata sendu.
"Kak Langit, nyari aku?" Gita berjalan mendekat.
" ... Enggak!, aku tadi cari ... Sony, tapi sepertinya dia sudah keluar istirahat." Langit segera berbalik tanpa melihat reaksi Gita.
"Sepertinya dia cemburu," Teddy berbisik di belakang Gita. Nada suaranya lebih terdengar mengejek.
"Cemburu? ga mungkin, kami sudah seperti saudara." Gita masih berdiri memandang Langit yang berjalan lurus seperti tanpa tujuan.
"Bagi kamu, mungkin bagi dia tidak." Teddy melingkarkan tangannya di pundak Gita.
"Kak, maaf jangan seperti ini. Ga enak dilihat yang lain." Gita merasa tidak nyaman dengan keintiman yang dilakukan Teddy. Selain karena belum adanya status di antara mereka, tubuhnya seperti menolak sentuhan Teddy yang terlalu berani.
Gita rasanya ingin membalikan badan dan menjauh dari kantin, saat melihat Melinda dan rombongannya juga ada di sana
Tangan Teddy menggiringnya terus masuk ke dalam kantin. Sialnya saat Melinda mengangkat tangannya memanggil pria di sampingnya ini, Teddy membawanya mendekat ke arah gerombolan serigala itu.
"Duduk sini aja dong, ngumpul biar rame." Salah satu teman Melinda yang bertubuh subur memberikan celah untuk Gita.
Sementara Teddy diarahkan oleh yang lainnya duduk di bersisian dengan Melinda.
"Sudah pesan belum?" tanya Melinda pada Teddy.
"Belum ... Gita kamu mau pesan apa?" tanya Teddy ramah tanpa merasa ada sesuatu yang salah.
"Gado-gado," sahut Gita singkat. Ingin rasanya jarum jam di dinding kantin ia percepat agar waktu istirahat ini segera berakhir.
Teddy memberikan kode dengan jarinya pada pelayan kantin, setelah menyebutkan pesanannya Melinda merangkul lengan Teddy tanpa rasa malu.
"Tadi malem tempatnya aku suka banget deh Ted, lain kali kita ke sana lagi yuk." Dagunya ditempelkan ke lengan Teddy.
Teman-temannya mulai bersorak menggoda Melinda dan Teddy, tanpa menghiraukan keberadaan Gita.
"Eemm, iya memang bagus sekali. Git, kapan-kapan kita ke sana ya." Teddy berkata pelan masih dengan senyuman di wajahnya.
Gita mendongak sebentar, tersenyum lalu menunduk kembali. Ia berpura-pura sibuk membalas pesan di ponselnya, apa yang harus ia lakukan? mau marah, ia tidak punya hak apapun.
Gita merasa seperti orang bodoh di antara mereka, walaupun sesekali Teddy melibatkannya dalam pembicaraan tapi sama sekali tidak menolong situasi menyebalkan ini.
"Aku senang kamu bisa dekat dengan Melinda dan teman-temannya, mereka baik dan ramah," ucap Teddy saat mereka berjalan kembali ke arah kelas Gita.
WHAT? ... dari sudut mana Teddy menilai Melinda dan rombongannya baik dan ramah?
"Melinda sepertinya suka sama Kak Teddy," pancing Gita ingin melihat reaksi Teddy apakah ada perasaan yang sama.
Saat di kantin tadi, Teddy juga tidak berusaha melepaskan pelukan Melinda pada lengannya. Sepertinya ia juga cukup menikmati, hanya tatapan dan nada suaranya pada Gita melembut seakan mengatakan aku hanya memperhatikanmu.
"Hahahaa ... biasa itu." Hanya itu reaksi yang didapat oleh Gita, sama sekali tidak membantu. Ada nada kesombongan dari tawa Teddy.
...🔹️...
"Kak Langit, tungguin." Teriakan Gita menghentikan laju sepeda motor Langit yang siap keluar dari pagar sekolah.
"Bareng," Gita menatap Langit dengan pandangan memohon.
"Ga mau, nanti pacarmu marah." Langit kembali menyalakan motornya dan siap akan menarik gasnya.
"Pacar yang mana sih!" Gita menarik jaket Langit, menahannya agar tidak pergi.
"Ada berapa memangnya pacarmu?" Gita tahu siapa yang di maksudkan Langit.
Ia hanya agak malas sedikit berdebat karena moodnya saat pulang tadi kembali lagi hancur, Melinda memaksa Teddy agar ikut dengannya untuk mengurus keperluan pentas seni bulan depan.
"Buruan naik!" Sebenarnya ia juga kesal pada Gita, mengapa bisa sebodoh ini jika berurusan dengan Teddy.
Memangnya seberapa besar rasa suka Gadis ini pada Teddy. Tidak bisa dipungkiri, Teddy memang mempesona secara penampilan. Barangkali para wanita rela melakukan hal apa saja demi membuat pria itu senang.
"Kenapa? ditinggal lagi?" tanya Langit saat sudah berada di jalanan. Gita tidak menjawab, hatinya sudah cukup lelah naik turun seharian.
Baru diangkat sedikit sedetik kemudian ia dihempas kekecewaan, seperti itulah keadaan hati Gita hari ini.
"Cinta boleh, tapi jangan t*lol."
"Siapa yang t*lol?" Gita terpancing kemarahannya.
"Ya kamu itu. Kamu ini seperti lirik lagu lama, kalau cinta sudah melekat ta*i kucing rasa coklat." Langit terbahak menertawakan kalimatnya sendiri. Gita semakin merengut di belakang Langit.
...❤❤...
Tinggalkan jejak kalian yaa, jempol teman-teman berharga bangetttt 🤗❤🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Red Velvet
Tenang Gita, dia atas Tedy masih ada Langit😁😁😁
2023-03-23
1
Santi Haryanti
puas banget sih Lang ngeledekin nya
2022-04-05
0
Kusmiati
lanjut semangat
2022-02-20
2