Kenzie memundurkan langkahnya, seraya menatap horor kearah Gavin. Pria yang satu ini tidak bisa dipercaya, bisa saja Gavin melakukan hal yang tidak terduga, jadi Kenzie harus waspada.
"Mau kemana? masa sama suami sendiri takut." ucap Gavin, melangkah mendekat kearah Kenzie. Dengan cepat melepaskan kaos nya dan melemparnya asal.
"Mau ngapain Lo?"
"Panas."
Kenzie menelan salivanya kasar, jantungnya berdetak kencang. Sekali tarikan, lengan Gavin melilit dipinggangnya. Tanpa sengaja kepala Kenzie bertabrakan dengan dada bidangnya.
"Sakit."
Kenzie mengelus keningnya, seraya mendorong tubuh kekar itu. Hal yang selalu Kenzie hindari malah terpampang indah didepan matanya, dada bidang, bahu lebar, jakun yang setiap hari mengodanya, dan sedikit lagi Kenzie menunduk, perut kotak-kotak itu akan terlihat jelas.
"Maaf, gak sengaja."
"Ha?"
Kenzie tercegang, mendongakkan kepalanya keatas menatap wajah tampan itu.
"Tumben minta maaf."
"Minta maaf salah, gak minta maaf salah. Jadi mau nya apa?"
"Gak."
Kenzie mengelengkan kepalanya, perlahan melepaskan lengan kekar Gavin tanpa ada penolakan dari siempunya.
"Sana cuci muka, sekalian mandi. Ayah udah nunggu dibawah."
"Tapi tungguin yah."
"Ngapain?"
"Gue grogi ketemu ayah."
Kenzie mengulum senyumnya, melihat wajah tampan itu yang terlihat tegang. Padahal bila dibandingkan dengan papa mertuanya, papa Gavin lebih garang dari ayahnya.
"Ngomong apaan sih, cepatan sana."
"Tapi tungguin."
"Gak mau."
"Sayang."
"Jangan panggil begituan, gue geli."
Gavin tertawa kecil, menarik lengan Kenzie masuk kedalam kamar mandi. Sontak Kenzie gegalapan menjangkau apa yang bisa menahannya.
"Bentar, cuman gosok gigi sama cuci muka."
Gavin mengengam erat lengannya, sembari melakukan kegiatannya. Beberapa detik berikutnya, gadisnya akhirnya menurut, diam mematung disampingnya mengarahkan tatapannya kearah yang lain.
Jantungnya tidak bisa diajak kompromi, cuman melihat pemandangan seperti itu saja Kenzie tidak mampu. Apalagi otot dilengan kekar itu, walau pun tidak besar berotot, tapi terlihat mengoda.
"Gak usah malu, pegang aja."
"Ngomong apaan sih."
Gavin menarik lengan kecil itu, mengarahkannya tepat diperut kotak-kotaknya. Senyuman jahil terbit dibibirnya, melihat wajah cantik itu terlihat tegang dan memerah.
"Mau pegang yang mana lagi? Yang dibawah?"
Kenzie mengikuti arah tatapannya, detik berikutnya mata lentik itu melotot sempurna.
Dengan gerakan kilat, Gavin langsung menutup bibir mungil itu, sebelum kamar mandi pecah dengan teriakannya.
"Jangan teriak!"
Kenzie menutup kedua matanya, dengan jantung kian berdetak kencang. Mata polosnya ternodai, si*lan memang pria yang satu ini. Jiwa kepolosannya hilang sekejap, melihat pemandangan dibawah perut kotak-kotak Gavin.
"Itu udah biasa, gara-gara Lo sih."
Sontak Kenzie membuka matanya lebar, dengan cepat mendorong tubuh kekar itu menjauh.
"Kenapa jadi gue?"
"Karena Lo bini gue Kenzie! Masa Lo gak tau maksud gue?"
"Emangnya apaan?"
Gavin menghela napas panjang, menarik tubuh kecil gadisnya berdiri tepat didepan pintu kamar mandi.
"Olahraga malam disana." Bisik Gavin, menunjuk kearah ranjang.
"Ck, mesum."
"Udah tau kan maksud gue? Nanti malam gue tunggu disana, sekalian malam mingguan."
"Ngomong apaan sih, makin hari makin ngawur."
Kenzie bergegas keluar dari kamar, menutup pintu dengan kencang dan mengehela napas lega. Jangan ditanya kondisi wajahnya, memerah bak kepiting rebus dengan jantung yang berdetak kencang.
Gavin terdengar serius dengan ucapannya, Kenzie benar-benar dalam bahaya.
"Gue harus ngapain? masa iya sih."
Kenzie mengelengkan kepalanya, menghilangkan bayangan tubuh Gavin yang terlintas dalam benaknya.
"Otak gue jadi kotor."
Gavin tertawa kecil dibalik pintu, dengan cepat merangkul pundak Kenzie sembari melangkah menuruni tangga satu persatu.
"Mikirin suami?"
"Ck, apaan sih gue kaget."
"Melamun."
Kenzie melepas rangkulan tangan kekar dipundaknya, mempercepat langkahnya menjauh dari Gavin. Kesehatan jantungnya semakin menurun berdekatan dengan pria yang satu itu, kupingnya panas mendengar ocehan tidak jelasnya. Walau kenyataannya, Kenzie suka Gavin bertingkah seperti itu.
Apalagi Kenzie makin terbiasa dengan kebiasaan Gavin, walau terkadang risih.
"Pagi ayah mertua yang terhormat."
Sapa Gavin, menyalim ayah mertuanya.
"Bisa aja kamu Vin."
"Gimana kabarnya yah?"
"Baik, kabar orang rumah gimana?"
"Papa sama mama baik kok yah, kadang-kadang bulan madu dirumah tentangga."
Sontak ayah dan Bunda mertuanya tertawa terbahak-bahak, berbeda dengan Kenzei yang menahan kekesalan dan malu setengah mati.
Untung orangtunya yang mendengar ucapan melantur suaminya, kalo orang lain, mau ditaruh dimana muka mereka berdua.
Nasib punya suami yang putus urat malu ternyata menyebalkan.
"Ada-ada aja kamu Vin." Ucap ayah Kenzie, seraya menepuk pundak menantunya.
"Kalian sarapan dulu, udah hampir siang."
"Iya yah,"
Gavin duduk disamping Kenzie, yang terlihat menekuk wajahnya dan bibir dimanyukan kedepan.
"Ayah sama bunda pamit ke toko, makan siang tinggal dipanasin yah Ken. Jangan lupa." Jelas Agatha, sembari sibuk menyiapkan bekal makan siang.
"Iya bund."
_______
Rumah yang semula rame, terlihat sepi. Kenzo dan Gavin di teras rumah bermain game. Sesekali terdengar teriakan sorak senang mereka berdua.
Kenzie tidak berminat bergabung, rebahan diatas ranjang lebih menyenangkan.
"Bang,"
"Hm."
"Kalo Kenzo menang kasih hadiah yah."
"Oke."
Kenzo tersenyum senang, kembali fokus dengan layar ponselnya. Mereka berdua terlihat akur, dan itu tidak hilang dari pandangan mata tajam yang kini berdiri didepan pintu rumah.
"Kenzo!"
"Iya,"
"Kakak kamu mana?"
Kenzo yang sudah hapal tamu yang datang, langsung berteriak tanpa berniat bangkit dari tempatnya bahkan melirik sedikit pun.
"KAK KENZIE, DI CARIIN BANG RIAN."
Merasa terpanggil, grasa grusu Kenzie bangun dari tempatnya melangkah lebar turun kebawah.
Kenzie pikir suaminya yang butuh perhatian seperti biasanya, ternyata Rian teman sekelasnya dulu, sekaligus teman sekompleks.
"Hai."
Kenzie tersenyum tipis, berdiri tepat didepan pintu.
"Akhirnya kita bertemu, tiap hari aku datang kesini. Tapi kata tante kamu tinggal dirumah keluarga."
"Iya."
"Gimana kabarnya?"
"Baik."
"Gak tanya balik?"
"Lah ini gue lihat baik-baik aja."
Rian tertawa kecil, dengan gemas mengacak-ngacak pucuk rambut Kenzie.
Gavin yang awalnya fokus dengan layar ponselnya, geram melihat tangan lancang yang berani-beraninya menyentuh miliknya.
Sedari tadi Gavin melihat interaksi mereka berdua, melalui sudut matanya.
"Masuk!"
Kenzie menelan ludahnya kasar, mendengar suara bariton itu yang terdengar dingin.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Kenzie bergegas masuk kedalam sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi.
"Ngapain Lo kesini?" Tanya Gavin, sembari mematikan ponselnya.
"Siapa Lo?" Tanya Rian balik.
"Dek, masuk sana!"
Kenzo menurut, masuk kedalam rumah meninggalkan Gavin dan Rian berdua.
"Jangan pernah datang kesini lagi!"
"Sadar bro, gue teman Kenzie. Gue udah biasa datang kesini. Lagian Lo siapa nyuruh-nyuruh gue?"
"Menantu yang punya rumah."
Rian tertawa renyah, menatap Gavin dengan tatapan merendah. Tidak pantas dibilang menantu, tak satu pun tipe ideal Kenzie ada pada Gavin.
"Sadar sebelum tertampar realita." Sindir Rian dan berlalu pergi.
"Ck, kasian mana masih muda." Gavin mengelengkan kepalanya, menatap punggung Rian berlalu menjauh.
__________
TERIMAKASIH TELAH MEMBACA CERITA INI:)
STAY TUNED 🌱
TUNGGU PART SELANJUTNYA🍓
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
A.0122
kali ini calon pebinor yg datang
2022-03-31
1
Suky Anjalina
ada yang terbakar cemburu tuh ,di sana sini ada pengangu
2022-03-27
1
Santi Haryanti
Kenzie nurut tp yah disuruh masuk
2022-01-13
1