"Peluk."
"Ha?"
"Lelet."
Dengan cepat Gavin menarik lengan Kenzie, melilitkannya dipinggangnya.
Mengelus lembut jemari gadisnya sebentar, dan kembali melajukan motornya.
Kenzie hanya diam mematung, dengan jantung yang berdetak kencang. Apa-apaan nih, kenapa jadi begini. Kenapa juga Kenzie grogi, orang cuman peluk doang.
"Kenzie," teriak Gavin, dengan sedikit melambatkan motornya
"Iya, kenapa?"
"Mau beli sesuatu? atau mau mampir kemana gitu."
"Gak, lanjut aja. Gue lapar."
Gavin hanya tertawa kecil, kembali meningkatkan kecepatan motornya. Ada-ada saja memang gadis yang satu ini, cuman karena lapar pengen cepet-cepet pulang.
Padahal jalan yang mereka lewati banyak penjual makanan, bisa saja gadisnya menghabiskan isi dompetnya. Tapi yasudah lah, namanya juga Kenzie. Cuman pintar marah-marah doang.
Merasa kecepatan motor Gavin meningkat, spontan Kenzie semakin mengeratkan pelukannya takut jatuh. Jarang-jarang Kenzie naik motor, mana kencang lagi.
Hanya membutuhkan waktu 15 menit, motor Gavin sudah terparkir didepan rumah.
Dengan cepat Kenzie turun, dan memukul kecil punggung suaminya.
"Besok-besok bawa motornya jangan kencang-kencang."
"Hm."
Kenzie melangkah masuk kedalam rumah, meninggalkan Gavin yang sibuk memasukkan motornya kedalam garasi.
Terlihat hujan turun sebentar lagi, takutnya motor kesayangannya lecet.
Sampai di dalam kamar, Kenzie langsung merebahkan tubuhnya keatas ranjang. Tidur terlentang dengan kaki menjuntai ke bawah. Sepatunya belum dibuka, bahkan tas nya masih di bawah punggungnya.
Sampai suara bariton terdengar, bersahutan rok nya ditarik kebawah.
"Takutnya khilaf."
"Ck, apaan sih Vin."
Kenzie membuka matanya kembali, seraya menoleh kearah Gavin yang ikut tidur terlentang disampingnya.
"Mau gue khilaf? Emang Lo udah siap?"
"Otak Lo mesum mulu sih, cuci sana ke kamar mandi."
"Buat apa dicuci, orang udah punya bini."
"Sangkut pautnya apaan?"
"Langsung proses pembuatan."
Dengan cepat Kenzie menepuk jidat suaminya, seraya bangkit dari tidurnya. Lama-lama otaknya kotor karena pria yang satu ini, mana omongan nya tiap hari gak ada yang benar.
"Ganti baju sana, makan dulu baru tidur."
Gavin hanya mengangguk kan kepala, dengan mata yang terpejam. Rasanya ngantuk, mana seharian ini otaknya dipakai belajar. Yang biasanya digunakan hanya memikirkan bolos, makan, tidur, dan menjahili Kenzie.
Dengan mata yang menahan ngantuk, dan sesekali menguap. Kenzie turun dari ranjang. Membuka sepatunya, dan melempar tas nya ke atas sofa.
Sebenarnya lapar, tapi ngantuk yang lebih menguasai. Kenzie memilih masuk kedalam kamar mandi mencuci kaki dan tangan, lalu keluar dari kamar mandi.
"Vin, cuci kaki sana. Jangan naikin kaki kalo belum dicuci, entar bau."
Gavin menghela napas pasrah, turun dari ranjang melangkah gontai ke arah kamar mandi. Melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan gadisnya, dan keluar dari kamar mandi.
Diranjang terlihat Kenzie kembali tidur, lengkap dengan seragam putihnya. Daripada adu mulut, mending Gavin ikut tidur. Toh Kenzie juga belum menganti seragamnya, pastinya Gavin aman dari amukan.
Dengan pelan Gavin naik keatas ranjang, tidur telungkup di samping gadisnya.
"Ken."
"Tidur."
"Jangan tidur terlentang, nanti gue khilaf. Mana terbentuk lagi semua."
"Mesum."
Dengan cepat Kenzie tidur menyamping, dengan membelakangi Gavin.
"Hadap sini, dosa tidur membelakangi suami."
"Berisik."
Gavin berdecak kesal, dengan cepat mengeser tubuhnya. Dan memeluk Kenzie dari belakang. Siempunya hanya diam, tanpa mengubris tingkahnya.
Sampai didetik, dimana mereka berdua sama-sama tertidur pulas. Tanpa menganti pakaian dan makan.
•••••
Pukul 18:30, baru manik lentik itu terbuka. Mengerjap berkali-kali, dan berusaha mendorong tubuh yang terasa tidak ada jarak dengannya. Cuman baju seragam putih yang jadi penghalang, mana kaki jenjangnya menimpa tubuhnya. Dan itu terasa berat.
"Vin, geser sana."
"Hm."
"Berat Vin, tubuh Lo udah kayak gajah. Ditambah lagi dosa yang menumpuk."
"Ck,"
Gavin melepaskan pelukannya, dan kaki yang menimpa tubuh kecil gadisnya. Dengan cepat, Kenzie bangkit hendak turun dari ranjang, sebelum lengan kekar menariknya. Dan memeluknya kembali.
"Apaan sih."
"Mandiin."
"Yaudah lepasin, biar gue mandiin."
Sontak Gavin membuka matanya lebar, dan menyentuh kening Kenzie.
"Gak panas,"
"Jadi gak dimandiin."
"Gak percaya gue."
"Yaudah lepasin tangan Lo, gue mau mandi. Mana gelap lagi."
Gavin baru sadar, kaca balkon juga terbuka lebar mana dingin lagi. Dengan kesal Kenzie melepas paksa pelukannya, dan turun dari ranjang.
Menyalakan lampu kamar, dan menutup kaca balkon.
"Lo duluan mandi."
Kenzie hanya mengangguk kan kepalanya, sembari melangkah kearah walk closet. Kejadian tadi pagi tidak boleh terulang kembali. Jadi Kenzie harus membawa baju ganti ke kamar mandi.
Sembari menunggu gadisnya selesai mandi, Gavin memilih duduk disofa dan menyalakan televisi. Karena menunggu Kenzie mandi, sama saja para jomblo menunggu jodoh. Lama.
"Mandi sana."
Gavin mengalihkan tatapannya kearah Kenzie, dan bergegas bangkit dari tempatnya.
"Tumben anak gadis gue cepat mandi, padahal belum dimas*kin."
"Mesum."
Gavin tertawa terbahak-bahak, mencium pipi Kenzie sekilas.
"Ih, jorok banget sih."
Kenzie mengusap wajahnya kasar, bekas ciuman Gavin barusan.
"Setan."
"Iya sayang."
"GAVIN!"
••••
Lepas kejadian tadi, Kenzie mendiami Gavin. Memilih sibuk didapur dengan mertuanya, dan mengabaikan Gavin yang sedari tadi berdiri layaknya patung didepan kulkas.
Bolak balik membuka kulkas, sembari meneguk beberapa botol minuman soda yang ada dikulkas. Kenzie tidak peduli dengan semua tingkahnya, lagian siapa suruh membuatnya kesal. Menyebalkan.
"Ngapain Vin didepan kulkas?" Tanya Lara kearah putranya, karena sedari tadi Gavin hanya diam berdiri disana.
"Mendinginkan otak dan hati."
"Ada-ada aja kamu."
Gavin hanya mengangkat bahunya acuh, memilih membuka lemari penyimpanan makanan, dan mengambil satu bungkus camilan.
Makan camilan sambil nonton istri ngambek, kayaknya seru. Mana bibirnya dimanyukan mulai dari tadi, menguji iman saja.
"Mau gak?" Tanya Gavin kearah Kenzie, yang kebetulan berdiri di wastafel dekat kulkas. Bukannya menyahut, malah disiram pakai air.
"Ck, maksud gue camilan ini. Bukan nyiram gue pakai air."
Kenzie acuh, kembali sibuk dengan masakannya. Daripada di cuekin, lebih baik dibujuk. Karena menurut buku yang Gavin baca. "Kalo cewek lagi ngambek, berarti butuh perhatian." Tapi kayaknya bukan Kenzie yang butuh perhatian, tapi dia sendiri.
"Masak apa?" Tanya Gavin, yang kini berdiri tepat dibelakang Kenzie, sembari sibuk mengunyah.
"Punya mata, masih aja nanya."
"Jawab baik-baik apa salahnya coba."
"Terserah gue."
"Ck, tunggu aja Lo nanti malam." bisik Gavin tepat ditelinganya.
"Ma, Gavin ngancam Kenzie." Adu Kenzie kearah Lara, yang sibuk mencuci peralatan masak.
"Gavin, jauh-jauh sana. Udah kayak kucing cari mangsa aja kamu."
"Yaelah ma, masa Gavin disamain sama kucing. Ganteng gini malah dibilang kucing."
"Sejak kapan kamu ganteng, papa kamu aja jelek. Kerja mulu, gak pernah ada waktu sama keluarga."
"Itu namanya bukan jelek wahai ibunda tersayang. Lagian ngomong langsung sama papa, jangan kode-kode an. Kayak anak muda aja."
"Diam kamu! Kamu sama aja kayak papa."
Kenzie mengulum senyumnya, mendengar ocehan mereka berdua. Mana Gavin gak mau kalah, sampai sandal jepit mertuanya melayang, baru Gavin mengalah.
"Yang sakit."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Risa Istifa
😆😆😆😆😆😆
2022-04-08
0
Suky Anjalina
yg leke banyak yg komen dikit amat
2022-03-25
1
uswach assyamsudin
ngakakkkkk
2022-02-11
3