Mungkin tadi diranjang Kenzie mengangumi ketampanan Gavin, tapi detik ini juga semua kata-katanya ditarik kembali.
Dimatanya Gavin tetap lah Gavin. Manusia ngeselin, setan, tidak ada ganteng-ganteng nya sama sekali. Apalagi tatapan mesumnya, membuat Kenzie ingin melemparnya dari kamar.
Mana mulai dari tadi Gavin menatapnya dari bawah sampai atas, dan itu terlihat mengerikan.
Dengan cepat Kenzie hendak menutup pintu kamar mandi, tapi sayangnya kaki Gavin lebih dulu menahannya.
"Apaan sih Vin?"
"Gue mau masuk ke kamar mandi."
"Mau apa Lo?"
Gavin tersenyum smirk kearahnya, melangkah maju mendekat. Dan berusaha membuka pintu kamar mandi.
"Jauh-jauh Lo dari gue."
"Kenapa?"
Gavin berhasil membuka pintu, dan menutupnya dari dalam. Berbalik menghadap kearahnya, sembari menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Mampus, Kenzie tidak bisa kabur.
Lagian dia juga bodoh, tau sekamar dengan pria bisa-bisanya mandi tidak membawa baju ganti. Mana suaminya mesum.
Kenzie pikir Gavin orangnya tukang molor, bangun pasti kesiangan.
Tapi sayangnya, Gavin orangnya bukan tukang molor. Selesai Kenzie mandi, Gavin sudah berdiri didepan pintu kamar mandi.
Dan sekarang Kenzie malah terkurung dikamar mandi dengan pria mesum ini, mana tubuhnya hanya dililit handuk sebatas paha nya.
"Keluar Lo!"
"Kalo gue gak mau gimana?"
Gavin menaikkan alisnya, sembari melangkah mendekat. Dan Kenzie melangkah mundur, sampai tubuhnya berhenti menyentuh dinding.
"Mau apa Lo?"
Kenzie menahan handuknya, takutnya melorot kebawah menampakkan tubuh polosnya.
"Mau mandi."
Gavin mengurung pergerakan Kenzie, meletakkan kedua tangannya ke dinding kamar mandi, dengan Kenzie ditengah-tengahnya.
"Mandiin gue yah."
Kenzie menelan salivanya kasar, berusaha menjauhkan wajahnya dari jangkauan Gavin. Apalagi napas hangatnya terasa menerpa wajahnya.
"Jauh-jauh dari gue."
"Kenapa? masa takut sama suami sendiri."
Dengan santainya, Gavin menarik kaosnya dengan sebelah tangannya, menampakkan tubuh atletisnya.
Detik itu juga, jantung Kenzie berdetak kencang dengan mata yang melotot sempurna.
"Cuman mandiin kok, gak lebih. Kalo lebih sih gak papa, asal Lo mau."
Hening, tidak ada sahutan. Kenzie hanya diam memegang ujung handuknya, memikirkan cara keluar dari kamar mandi.
"Lo gak bakalan bisa keluar."
Kenzie mendongakkan kepalanya keatas, menatap wajah tampan itu dari bawah. Tidak bisa dibayangkan setinggi apa Gavin, bahkan Kenzie harus mendongakkan kepalanya keatas menatap wajah itu.
Tapi itu hanya bohongan semata, Kenzie menekuk lututnya dibawah berusaha menghindar dari jangkauan Gavin. Bibir itu tidak boleh menyentuh bibirnya lagi, mana keperawanan bibirnya sudah diambil olehnya tanpa persetujuan.
Gavin hendak membuka suara, sebelum teriakan dari luar terdengar sampai kedalam.
"Gavin, Kenzie sekolah!" Teriak Lara dari luar.
Sontak Kenzie mendorong tubuh kekar itu, berlari terbirit-birit keluar dari kamar mandi. Tepat di depan pintu, Kenzie berbalik menghadap kearah Gavin, bertepatan manik itu menatap kearahnya.
Dengan senyuman manisnya, Kenzie mengangkat jemarinya dan menunjuk jari tengah kearah Gavin.
"F*ck You." Ucap Kenzie tanpa mengeluarkan suara.
Gavin hanya diam, mengigit bibir bawahnya menatap Kenzie. Gadis yang satu ini memang benar-benar, tapi Gavin suka. Kenzie menarik dimatanya.
Padahal barusan itu hanya candaan semata, sekalian melihat reaksi gadisnya. Dan lumayan, walau reaksi Kenzie terlihat gadis yang sulit didekati.
Selama makan yang terdengar hanya dentingan sendok, sesekali Kenzie melirik kearah Gavin dan menginjak kakinya.
"Ck, sakit. Gila kali Lo."
Kenzie malah menjulurkan lidahnya, dan kembali fokus dengan makanannya.
Dengan kesal, Gavin meraih gelas bekas Kenzie. Meminum susu dari gelasnya sampai tandas.
"Apa-apaan sih, itu tuh gelas gue."
"Yah, gue salah."
"Drama."
Kenzie bangkit dari tempatnya, meraih ransel dan ponselnya diatas meja dan berlalu pergi. Mama sama papa Gavin entah kemana, dimeja makan hanya ada dia dan Gavin barusan. Mana anak yang satu itu bikin kesel mulu, menguji kesabaran.
Melihat Kenzie berlalu pergi dari meja makan, dengan cepat Gavin bangkit dari tempatnya melangkah keluar dari rumah.
Tapi sayangnya, Kenzie duluan pergi diantar supir.
________
"Terimakasih pak."
Kenzie tersenyum kearah supir, dan keluar dari mobil. Sesekali Kenzie menoleh kebelakang, melihat keberadaan Gavin. Tapi sayangnya, sampai detik ini motor hitam itu tidak tanda-tanda kedatangannya.
Sampai suara deru motor terdengar dari sampingnya, dan melaju keparkiran.
"Akhirnya." Kenzie menghela napas lega, kembali melanjutkan langkahnya.
Kenzie pikir Gavin bakalan bolos, mana kelasnya hari ini ujian ulangan harian. Kalo tidak, Gavin terancam punah.
Tanpa sengaja manik Kenzie bertemu dengan manik Gavin, dengan senyuman manis terukir indah dibibir itu. Dan detik berikutnya, Gavin mengedipkan sebelah matanya seakan mengodanya.
Sontak Kenzie gegalapan, mengarahkan tatapannya kearah yang lain.
Berhubung bibirnya tidak bengkak lagi, Kenzie memutuskan kembali belajar ke ruangan. Dengan wajah yang memerah, dan jantung yang berdetak kencang.
"Pagi."
Kenzie hanya mengangguk kan, memilih fokus menyusun bukunya.
Gara-gara Gavin, Kenzie malah grogi saat ini.
"Kenapa Ken? Muka Lo memerah, telinga Lo juga."
Sontak Kenzie menyentuh wajahnya, dan telinganya secara bergantian. Panas, wajah dan telinganya terasa panas.
"Ada yang ngatain Lo kayaknya."
Fani menatap telinganya serius, dan tertawa kecil.
"Suka sama siapa Lo?"
"Maksudnya?"
"Gak, lupain."
Kenzie hanya mengangkat bahunya acuh, menatap lurus kedepan ke kaca jendela. Sampai maniknya bertemu kembali dengan manik Gavin.
Gila, dimana-mana ada Gavin. Lama-lama kepala Kenzie pecah gara-gara Gavin.
Mana kejadian tadi pagi tergiang-giang dikepalanya, terutama perut kotak-kotak itu. Selama ini Kenzie hanya melihat tubuh seperti itu dibalik layar. Dan tadi pagi itu kenyataan.
"Ken."
"Eh, iya kenapa?"
"Dian izin, katanya ada urusan keluarga."
Kenzie hanya mengangguk kan kepalanya, sembari membuka ranselnya.
"Padahal jam 10, gue juga izin."
"Besok-besok Lo berdua gak usah sekolah deh."
Fani menepuk pundak Kenzie, dan menganggukan kepalanya. Fani tau sahabatnya marah, tapi apa boleh buat urusan nya juga penting. Mana sampai dipaksa bundanya lagi.
"Ken, jangan marah yah. Besok gue bawa oleh-oleh."
"Emang mau kemana?"
"Depan sekolah."
"Br*ngs*k."
Fani tertawa terbahak-bahak, tanpa memperdulikan wajah kesal sahabatnya.
Jam terus berputar, hingga tepat pukul 10:00. Kenzie dan Fani keruang BK, meminta surat izin. Sahabatnya benar-benar pulang. Mana selama belajar, Kenzie tidak ada semangat-semangatnya.
Masa seharian ini Kenzie tidak punya teman, kan aneh.
"Gue pulang duluan, baik-baik belajarnya."
Kenzie hanya mengangguk kan kepalanya, melambaikan tangannya kearah Fani.
Dengan langkah lesu, Kenzie menyelesuri lorong sekolah satu persatu. Memilih melangkah keruang OSIS.
Lebih baik menyibukkan diri disana, daripada dikelas gak punya teman. Kenzie cuman nyaman berteman dengan kedua sahabatnya, walaupun sifat keduanya jauh berbeda dengannya.
Dengan wajah lesu, Kenzie duduk sembari meletakkan bekal makan siangnya diatas meja. Dan detik berikutnya, terdengar suara bariton memangil namannya.
"Kenzie!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Suky Anjalina
lanjut
2022-03-22
1
🤣
2022-01-14
1