Kenzei bergegas turun dari mobil, melangkah masuk kedalam rumah dan menutup pintu dari dalam. Sudah cukup, kesabarannya sudah habis. Kenzie tidak tahan lagi dengan pria yang satu itu, kupingnya panas mendengar semua ocehan tidak penting yang keluar dari mulutnya.
"Lo gak boleh masuk!" Teriak Kenzie mengema seisi rumah.
Agatha bunda Kenzie yang awalnya sibuk memasak didapur, tersentak kaget mendengar teriakkan Kenzie. Saking penasarannya, Agatha bergegas mematikan kompor melangkah lebar kearah ruang tamu.
"Ken, kenapa?" Tanya Agatha, menatap putrinya dengan tatapan binggung.
"Maling bund, gak ada sopan santunnya."
"Maling?"
"Iya bund, jadi pintunya jangan di buka bahaya."
"Jangan bercanda kamu."
"Iya bund."
Kenzie menganggukan kepalanya, menatap bundanya dengan tatapan serius. Tanpa memperdulikan Gavin yang notabennya suami sendiri, Kenzie masuk kedalam kamar tanpa berniat membuka pintu.
Agatha yang penasaran dan curiga dengan ucapan Kenzie, membuka pintu, menampakkan Gavin dengan senyuman manis nya dibalik pintu.
"Sore tan– eh Bun." Sapa Gavin, menyalim mama mertuanya.
"Loh istri kamu bilang maling, anak yang satu itu memang benar-benar kelakuannya. Maaf yah nak."
"Gak papa kok bund."
"Ayo masuk."
Gavin menganggukan kepalanya, mengikuti langkah Agatha masuk kedalam rumah.
"Diatas ada dua kamar, yang ada tulisannya didepan pintu, Itu kamar istri kamu. Maaf yah bunda gak bisa antar, bunda lagi masak soalnya. Temui istri kamu gih."
"Iya bund, makasih."
Gavin menaiki tangga satu persatu, menatap kedua pintu didepannya secara bergantian. Satu kamar ada kertas yang mengantung, bertuliskan
"Singa lagi tidur, jangan diganggu."
Gavin mengelengkan kepalanya, perlahan memutar knop pintu. Pilihannya tidak salah, dibalik pintu terlihat pemandangan berwarna biru.
Mulai dari cat tembok berwarna biru, ranjang dan isinya juga berwarna biru. Bahkan gadisnya saja yang tidur diatas ranjang, sudah menganti pakainya dengan piyama tidur berwarna senada.
Gavin baru sadar Gadisnya pecinta warna biru, walau selama ini kebanyakan barang-barang Kenzie berwarna biru.
"Ck, ngapain Vin?"
Gavin menoleh kearah Kenzie, dengan menaikkan alisnya.
"Ngapain berdiri disana?"
Kenzie bangkit dari tempatnya, melangkah mendekat kearah Gavin mengambil alih ransel dari genggamannya.
"Mandi sana, udah sore."
"Lo gak marah sama gue?"
"Gak, gak ada gunanya."
Kenzie menutup pintu, kembali menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Jarak rumah Gavin ke rumah orangtuanya lumayan jauh. Butuh 1 jam.
Untuk Kenzie itu sudah lumayan jauh, apalagi Kenzie jarang keluar rumah. Bahkan ajakan Dian dan Fani selalu Kenzie tolak. Ia lebih banyak menghabiskan waktu belajar, rebahan dikamar, atau maraton menonton Drakor dengan kedua sahabatnya di kamar.
"Ken."
Gavin duduk di tepi ranjang, menatap wajah cantik itu yang terlihat tenang memejamkan matanya.
"Apa?"
"Ngambek?"
"Gak, sana mandi."
"Serius?"
"Iya loh Vin,"
Gavin menghela napas lega, perlahan bangkit dari tempatnya, melangkah kearah kamar mandi yang tergeletak di dalam kamar.
Sebenarnya kamar Kenzie kalah jauh dengan kamarnya, tapi disini lebih nyaman. Gavin akui hal itu.
Dengan rambut yang basah dan handuk melilit dipinggangnya, Gavin keluar dari kamar mandi menyelesuri kamar dengan maniknya yang terlihat kosong. Tapi di atas ranjang sudah ada baju gantinya.
"Masih ingat suami ternyata."
Gavin tersenyum tipis, meraih bajunya dan memakainya. Tepat kaos hitam itu terpasang ditubuhnya, pintu terbuka menampakkan Kenzie.
"Makan."
Hanya 1 kata dan berlalu pergi. Gadisnya marah, ucapannya tadi hanya bohongan semata.
"Ck, ngambek lagi kan Vin. Gara-gara Lo sih."
Gavin bergegas keluar dari kamar, melangkah lebar ke meja makan duduk disamping gadisnya.
"Adek kamu mana?" Tanya Agatha sembari sibuk menyiapkan makanan.
"Gak tau bund,"
"Panggil sana."
"Malas, lagian kalo lapar makan sendiri."
"Kenzei."
"Iya bunda." sahut Kenzie ketus. Tepat bangkit dari tempatnya, orang yang dicari muncul dengan sendirinya.
"Eh, saudara muka pas-pasan pulang."
"Apa Lo bilang?"
"Lah memang kenyataan."
Kenzie hendak membuka sandalnya, sebelum suara heboh Kenzo adek laki-lakinya mengema seisi rumah.
"Bang Gavin kan? ngapain bang kerumah kita?" Tanya Kenzo melangkah mendekat kearah Gavin.
"Kenzo gak mimpi kan? Abang ganteng banget didunia nyata, Kenzo gak habis pikir."
Kenzo duduk disamping Gavin, menatapnya kagum dan tidak percaya.
"Kakak yang undang bang Gavin kerumah? Bayar berapa kak?" Tanya Kenzo heboh sendiri.
"Ngomong apaan sih Lo? keselek batu salak?"
Kenzie kembali duduk ditempatnya, dengan cepat Kenzo heboh memeluknya.
"Bund tolongin, Kenzie ketempelan set*n."
"Kenzo makin sayang sama kakak."
"Jauh-jauh sana, gue gak peduli Lo sayang sama gue atau gak. Yang penting lepasin tangan Lo."
"Kak Kenzie baik banget."
"Bunda." rengek nya, sembari berusaha mendorong tubuh adeknya.
Gavin yang sedari tadi diam membisu melihat interaksi mereka berdua, menarik lengan Kenzo menjauh dari gadisnya.
"Jangan nakal."
"Hehehe, iya bang."
Kenzo mengaruk tengkuknya, grogi berdekatan dengan Gavin. Sejarah Gavin manusia yang paling ia kagumi, dan selalu berharap bisa bertemu langsung seperti ini.
"Adek jangan begitu sama kakak." Peringat Agatha.
"Iya bund."
"Drama." Cibir Kenzie.
"Udah, kalian gak pernah akur kalo ketemu. Gak malu kalian sama Gavin."
Kenzie hanya mengangkat bahunya acuh, tidak peduli dengan pria yang satu itu.
Selama makan yang terdengar hanya dentingan sendok, sesekali Gavin melirik kearah Kenzie dan Kenzo melirik kearahnya.
Apalagi Kenzo duduk ditengah-tengah, menghalangi Gavin berdekatan dengan gadisnya.
"Ayah mana bund?" Tanya Kenzie, memecahkan keheningan.
"Bentar lagi juga pulang, tapi bunda gak tau pesanan banyak."
"Yah," Kenzie menghela napas panjang, selera makannya hilang. Wajahnya murung, bibir mungilnya dimanyukan kedepan. Itu semua tidak hilang dari pandangan Gavin, senyuman tipis terbit dibibirnya.
Gadisnya mengemaskan, terlihat seperti anak kecil yang sedang merajuk.
"Sabar, harusnya di syukuri."
"Iya bund."
Kenzie hanya mengangguk kan kepalanya, mendengar ucapan bundanya. Sebenarnya Kenzie senang, apalagi usaha orang tuanya lancar bahkan membuka cabang di kota yang lain.
Apalagi papa mertuanya membantu usaha keluarganya, menambah modal usaha.
Tapi masalahnya Kenzie datang ke rumah hanya ingin melihat kedua orangtuanya, hampir satu bulan mereka tidak bertemu. Sekarang, ayah nya yang tidak punya waktu.
"Makan yang benar,"
"Udah kenyang bund."
Kenzie melipat kedua tangannya, bersandar pada sandaran kursi.
"Muka kenapa gitu? Besok juga bisa ketemu ayah, lagian kalian berdua satu minggu disini." ucap Agatha.
Kenzo yang awalnya fokus dengan makanannya, mengerutkan dahi binggung dengan ucapan bundanya. Kalian berdua? Maksud bundanya siapa?
"Maksud bunda apa?" Tanya Kenzo, sembari mengunyah makanannya.
"Maksud apa?"
"Yang satu minggu disini siapa?"
"Kakak kamu."
"Sama?"
"Abang kamu."
"Siapa? Kenzo gak punya Abang. Bunda selingkuh?"
Sontak Agatha, Kenzie, dan Gavin melototkan matanya. Terbatuk-batuk mendengar ucapan Kenzo.
"Ngomong apaan sih Lo?"
Kenzie memukul kecil kepala Kenzo, kesal mendengar ucapannya. Punya adek sebiji, otaknya lemot amat.
"Yang disamping kamu siapa?"
"Bang Gavin."
"Iya bang Gavin suami kakak kamu."
"Oh, suami."
Kenzo mengangguk-anggukkan kepalanya, kembali fokus dengan makanannya. Detik berikutnya, dia sadar ucapannya bundanya.
"Bang Gavin suami kakak bund?"
"Iya."
"BANG GAVIN NIKAH SAMA KAKAK?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
A.0122
adeknya kenzie ga kalah konyol
2022-03-31
1
Suky Anjalina
Kenzo umurnya berapa Thor dan kenapa gak tauk kalau kk udah nikah 🤣
2022-03-27
0
Santi Haryanti
cerita nya seru kak
2022-01-12
0