Gavin mengunci pintu dari dalam, dengan cepat Kenzie melepaskan pelukannya. Menatap tajam kearah suaminya, dengan kesal mencubit pinggangnya.
"Lah bukan nya nangis?"
"Buat apa nangis, gak ada yang ditangisi juga."
"Jangan bilang Lo–"
"Apa? Gue muak ngeliat Lo berdua, sok dekat, sok kenal, kayak bocil."
Dengan kesal, Gavin mengangkat tubuh kecil gadisnya layaknya karung beras. Gadisnya harus diberi pelajaran, orang khawatir dia kenapa-napa malah ngomong yang aneh-aneh.
Untung juga Kenzie memainkan drama, kalo tidak drama Tiara lebih parah dari ini. Gavin sudah kenal Tiara dari dulu, gadis kecil itu hanya terlihat lugu sok polos nyatanya gak. Gadis yang satu itu wajib dijauhi, wajah dan hatinya tidak sejalan.
Gadisnya juga terlihat tidak menyukainya, jadi Gavin tidak repot melarangnya menjauhi Tiara.
"Gavin, apaan sih. Turunin gue." Teriak Kenzie mengema seisi ruangan.
Gavin hanya diam, mengangkat tubuhnya dengan entengnya perlahan membanting tubuh mereka berdua diatas ranjang.
Sontak Kenzie melototkan matanya, dengan cepat mendorong tubuh kekar itu. Tapi sayangnya, Gavin lebih dulu mengunci pergerakannya. Menahan kedua tangannya diatas kepalanya sendiri.
"Jangan macam-macam Lo Vin!"
"Kenapa, hm?"
Kenzie mengeleng-gelengkan kepalanya, menghindari wajahnya dari jangkauan Gavin. Jujur Kenzie takut, apalagi pria yang satu ini tidak pernah bercanda dengan ucapannya.
Tatapan matanya terlihat menyeramkan, Kenzie benci melihat itu. Tanpa sadar, sudut matanya meneteskan air mata. Dengan tubuh yang bergetar.
Gavin yang awalnya melancarkan aksinya, tersadar dengan tingkahnya. Menatap wajah cantik itu dengan tatapan bersalah.
Dengan cepat Gavin menarik tubuhnya dari atas tubuh kecil gadisnya, sembari menarik lengan Kenzie.
"Maaf, gue mohon jangan nangis."
Gavin menghapus jejak air mata Kenzie, menatap manik lentik itu dengan tatapan teduh. Kalo begini ceritanya, Gavin terlihat seperti suami yang melakukan kekerasan dengan istrinya. Nyatanya gak.
"Gue minta maaf,"
"Hiks, Lo jahat banget."
Kenzie memukul dada bidangnya, tanpa ada balasan dari siempunya. Gavin hanya diam, memejamkan matanya mencoba mengembalikan pikiran normalnya.
Gavin tidak tau harus berbuat apa, setiap tindakan dan ucapannya spontan begitu saja. Entah kenapa berdekatan dengan gadis ini, tubuhnya merespon energi yang berbeda.
Otaknya bekerja dengan cepat, tubuhnya meminta perhatian lebih dari sekedar berbicara empat mata. Gavin belum tau cara mengendalikannya, apalagi aroma khas gadisnya terasa memabukkan membangkitkan sisi liar nya.
Tapi apa Gavin salah melakukannya? Sepertinya sih iya, Gavin benar-benar salah. Istrinya adalah gadis polos. Gadis yang tidak tau apa-apa, kecuali belajar dan berangkat ke sekolah.
"Gue minta maaf,"
Gavin menarik tubuh kecil gadisnya, memeluknya erat memberi ketenangan lewat pelukannya. Semoga berhasil, gadisnya tidak menangis lagi.
Beberapa saat tidak ada penolakan, yang terdengar hanya isakan kecil. Perlahan terasa seragam putihnya tertarik kebawah, dua tangan melingkar di pinggangnya.
"Vin, gue minta maaf. Gue belum siap."
Gavin tersenyum manis, mengeratkan pelukannya gemas dengan tingkah gadisnya.
Gavin pikir Kenzie bakal marah-marah, tapi ucapannya menyadarkan Gavin. Ternyata gadisnya takut, bukannya apa-apa.
"Gak papa, gue minta maaf yah. Jangan ngambek,"
"Tapi jangan diulangi, gue takut."
"Iya, maaf. Tapi–gak jadi."
Kenzie hanya diam, menyadarkan kepalanya di bahu kekar itu menatap lurus kedepan.
Jujur Kenzie nyaman dipeluk erat seperti ini, apalagi Gavin pelakunya. Entahlah Kenzie binggung.
"Ganti baju gih, terus makan."
Kenzie menganggukan kepalanya, perlahan melepaskan pelukannya. Bangkit dari tempatnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Rasanya malu menatap wajah tampan itu.
Selesai makan, Kenzie langsung bangkit dari tempatnya meninggalkan Gavin sendiri di meja makan. Tadi di ajak makan gak mau, malah sibuk dengan game nya.
Gavin yang melihat gadisnya melangkah kembali kearah kamar, dengan cepat menghabiskan makanannya. Dengan tergesa-gesa Gavin masuk kedalam kamar, mengunci pintu dari dalam.
"Ken."
Gavin duduk disamping Kenzie, yang terlihat fokus menatap layar televisi.
"Apa?"
"Main game yuk."
"Bentar, tunggu ini selesai."
Gavin hanya mengangguk kan kepalanya, ikut fokus menatap layar televisi. Lama-lama Gavin terbiasa dengan kebiasaan Gadisnya, terutama hal yang ia sukai.
Dari dulu Gavin mana pernah nonton Barbie, yang biasa ditonton anak perempuan. Tapi karena gadisnya suka menonton Barbie tiap hari, ujungnya Gavin suka nonton Barbie.
Hitung-hitung belajar jadi suami yang baik. Mungkin dimulai dari hal yang kecil, contohnya terbiasa dengan kebiasaan masing-masing.
"Udah selesai Vin."
Gavin langsung bangkit dari tempatnya, mengambil stick game untuknya dan gadisnya. Kini layar televisi terganti dengan video game, Gavin masih sibuk menyambungkan kabel nya. Detik berikutnya, berbalik duduk disampingnya.
"Kalah dapat hukuman."
"Hukumannya apa?"
"Satu ciuman di pipi."
"Terserah."
Kenzie mengangkat bahunya acuh, menuruti ucapan Gavin. Lagian cuman cium pipi, tidak masalah untuk Kenzie.
Permainan pertama di mulai, Gavin terlihat santai walau tetap saja ia yang menang. Tanpa menunggu ucapan dari siempunya, Kenzie langsung mencium wajah tampan itu.
Gavin tersentak, diam mematung merasakan sentuhan bibir pink itu di wajahnya. Jantungnya berdetak kencang, ada desiran aneh mengalir dalam aliran darahnya.
Gadisnya mulai terbiasa, dan itu terlihat bahaya untuk kesehatan jantung Gavin.
"Melamun."
Gavin mengaruk tengkuknya, menundukkan kepalanya dengan wajah yang memerah. Untung gadisnya tidak sadar, kalo tidak Gavin akan diejek habis-habisan.
"Buru, gue pengen menang." Ujar Kenzie antusias.
Dengan senang hati Gavin menuruti ucapannya, mengulang kembali permainan. Seperti semula, Gavin terlihat santai dan tetap menang.
Kenzie berdecak kecil, kembali mencium wajah tampan itu dengan santainya.
Gavin menang banyak, walau kesehatan jantung nya sedikit bermasalah. Entah apa yang terjadi, Gavin binggung. Sentuhan lembut bibir itu diwajahnya, berdampak besar untuk tubuhnya.
Sisi gelap itu bangkit, mata nya mengelap.
"Ken."
"Iya kenapa?"
"Gue–"
Tok tok
Ucapan Gavin terpotong, terdengar ketukan pintu. Umpatan kecil keluar dari mulutnya, menatap pintu dengan tatapan tajam.
"Lo jangan kemana-mana, tutupin kaki Lo."
Gavin melempar jaketnya kearah Kenzie, yang kebetulan Gavin letakkan disofa setelah pulang sekolah.
Gadisnya memakai celana pendek, menampakkan paha nya. Tentu saja hanya Gavin yang boleh melihat itu, siapapun dia tidak berhak melihat miliknya.
Dengan kesal Gavin membuka kunci pintu, memutar knop pintu perlahan. Baru juga pintu terbuka, suara cempreng menyambutnya dengan semangat.
"Hai, bang Gavin."
"Ck, Lo lagi."
Gavin menutup pintu, takutnya gadisnya marah-marah. Lagian ini juga, ngapain datang kesini. Seingatnya juga pintu depan terkunci, jadi bagaimana cara gadis ini masuk?
"Gavin, Kenzie udah pulang?"
Ternyata mama nya udah pulang. Pantasan Tiara bisa masuk.
"Udah ma," Balas Gavin, setengah berteriak.
"Bang Gavin, ke taman yuk."
"Gue mau masak Ikan, mancing ikan, jualan ikan, bakar rumah tetangga sekalian. Gue muak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Nanda Khusuma
kapan kenzi ny siap thor..
2022-07-14
0
A.0122
bnr² t
ga tau malu si tiara main naik lantai dua aja padahal hanya tamu
2022-03-31
0
Suky Anjalina
sebel banget sama Tiara
2022-03-27
1