"Ken, Fani bilang Lo udah kaw*n?" Bisik Dian tepat ditelinga Kenzie.
"Nikah, bukan kaw*n."
"Sama aja."
"Itu beda cerita Dian, otak Lo lemot banget sih."
Dian mengerucutkan bibirnya, dengan kesal duduk disamping Kenzie. Di tanya malah dimarahin. Memang gadis yang satu ini gak ada seru-serunya diajak ngomong, kerjanya ngengas mulu. Kayak tukang gas.
"Gimana, enak gak dimarahi?" Sindir Fani.
"Itu mah udah biasa, makan sehari-hari."
Kenzie hanya diam, mengunyah roti lapis bekal makan siangnya.
"Jadi Lo berdua udah itu?" Tanya Dian, kembali usil.
"Itu apaan, yang jelas ngomongnya."
"Itu loh Ken, yang biasa dilakuin suami istri."
Sontak Kenzie melototkan matanya, dengan kesal melempar roti lapis itu kembali kedalam tempatnya. Hilang sudah kesabarannya.
"Ulangi!"
Dengan gegalapan Fani dan Dian langsung menyeretnya keluar dari ruangan OSIS, takutnya gedung sekolah meledak gara-gara teriakannya.
Ini anak gak kenal tempat kalo marah-marah. Makanya banyak yang takut mendekati Kenzie selama ini. Bahkan cowok saja, kebanyakan sekedar pengangum rahasianya karena takut.
Entah bagaimana nasib Gavin jadi suaminya, walau sebenarnya Gavin sudah menjadi bahan amukan istrinya sendiri.
"Apaan sih Lo berdua."
"Kita lapar, iya gak Di?"
"Iya kita lapar, ibu ketua OSIS yang terhormat." Sindir Dian.
Kenzie hanya mengangguk kan kepalanya, pasrah tubuhnya ditarik paksa kedua sahabatnya.
"Gue pesan, Lo bawa nih istri orang. Nanti dia kabur."
"Siap."
Dengan cepat Dian menarik lengan Kenzie, mendudukkannya dimeja paling pojok. Tempat mereka biasanya.
Seperti biasa, Kenzie hanya diam memakan nasi gorengnya. Dengan Dian dan Fani bergosip ria. Kerjaan kedua sahabatnya memang begitu kalo ketemu. Kalo gak makan, yah bergosip sambil makan. Asal gosip tetap berjalan.
"Ken siapa tuh cewek centil?" Bisik Fani, sembari mengangkat wajah Kenzie.
"Yang mana?"
"Tuh disamping suami Lo."
Kenzie menganggukan kepalanya, menatap Tiara yang sok kenal dengan suaminya. Lama-lama anak yang satu itu bikin kesal, ngapain juga nempel-nempel dengan suaminya.
"Gavin memang suami Lo kan?" Tanya Dian, ikutan menatap lurus kedepan.
Sedari tadi Gavin merasa terganggu gara-gara Tiara, mana sok kenal. Nyatanya gak. Apalagi Gavin takut gadisnya salah paham, malah marah-marah dirumah.
"Ngapain sih Lo?" Gavin bangkit dari tempatnya, berpindah duduk ditengah-tengah kedua sahabatnya.
Merasa Gavin kurang nyaman dengan gadis kecil ini. Dengan cepat, Angga dan Edo merapatkan tubuhnya. Menghindari Gavin dari jangkauan gadis centil ini.
Tumben-tumbenan ada yang berani mendekati Gavin secara terang-terangan. Selama ini semua gadis disekolah hanya mengangguminya dari kejauhan. Takutnya diserang fans fanatik Gavin.
Tidak bisa dipungkiri, Gavin memang tampan. Hanya saja kelakuannya diluar nalar manusia normal.
"Bang Gavin kenapa sih?"
Tiara bangkit dari tempatnya, duduk tepat didepan Gavin.
"Do, tolongin gue dong." Bisik Gavin tepat ditelinga Edo.
Sahabatnya yang satu ini selalu diandalkan dalam masa sulit seperti ini. Edo orangnya pintar merayu, apalagi membuat darah tinggi naik.
Merasa terpanggil, Edo langsung bangkit dari tempatnya duduk tepat disamping Tiara.
"Apa hubungan Lo sama teman gue?"
"Kita tetanggaan."
"Cuman itu?"
Tiara menganggukan kepalanya, maniknya tidak lepas dari Gavin. Obsesinya sudah berlebihan, dan itu bahaya untuk Gavin.
Entah sudah berapa kali Gavin memperingati gadis yang satu ini, untuk tidak terlalu berlebihan dengannya. Apalagi dia cewek, yang seharusnya dikejar bukan mengejar.
Jujur Gavin tidak suka wanita yang mengejar pria, apalagi sampai menyerahkan apa yang seharusnya dijaga. Rasanya terlalu bodoh, karena tidak semua pria memandang fisik, apalagi mencintai wanita karena na*su semata. Terutama dia.
Beda cerita dengan Kenzie. Entah mengapa berdekatan dengan gadis yang satu itu membangunkan sisi liarnya. Otak nya tiada henti berpikiran yang kotor, apalagi status mereka suami istri sah. Bahkan mengingat nama Kenzie saja, jantungnya berdetak kencang.
"Lo lihat semua cewek yang ada di kantin ini." Bisik Edo serius.
Tiara mengindahkan ucapannya, menyelusuri kantin menggunakan maniknya. Detik berikutnya, rasa takut menyerang.
Semua pasang mata mengarah kearah nya, dengan tatapan tajam. Bahkan tidak segan-segan menyindirnya langsung, dengan kata-kata yang tidak pernah Tiara dengar.
"Pergi dari sini, sebelum nyawa Lo terancam."
Tiara menenguk ludahnya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun langsung bangkit dari tempatnya.
"Kayaknya dia gak kenal istri Gavin, mana galak nya minta ampun."
Gavin langsung memukul kepala Edo, bisa-bisanya mengatai Istrinya langsung. Walau sebenarnya ucapan Edo benar.
"Vin istri Lo tuh dipojok, dia ngeliat kesini barusan." bisik Angga kearah Gavin.
"Ck, acara marah-marah lagi dirumah."
••••
Motor Gavin kini terparkir didepan rumah, di susul Kenzie yang baru menginjakkan kakinya memasuki pekarangan rumah. Mereka berdua belum akur, jadi berangkat dan pulang sekolah berjalan sendiri.
Dengan senyuman manis, Gavin berdiri disamping motor nya. Menyugar rambutnya kebelakang, sembari menatap istri cantiknya.
Wajah cantik itu terlihat lelah, wajahnya ditekuk, bibir dimanyukan kedepan menambah kesan imut dimata Gavin.
"Muka nya kenapa di tekuk–"
"Bang Gavin baru pulang?"
Ucapan Gavin terpotong, pemandangan indah dihadapannya tergantikan dengan pemandangan kegelapan. Tiara berdiri tepat dihadapannya, mengahalangi Gavin menatap wajah cantik yang melangkah mendekat kearah mereka.
"Punya modal dikit kek pacaran, masa pacaran didepan rumah. Gak aesthetic banget." Cibir Kenzie.
"Ngomong apaan?"
Gavin menarik ransel Kenzie, sekali tarikan tubuh kecil itu berada dalam kuasa tubuh kekarnya. Gavin merangkul pundak kecilnya, dengan gemas mengacak-ngacak pucuk rambut gadisnya.
"Apaan sih Vin."
"Mulut–"
"Bang Gavin makan bekal dari Rara?"
Sela Tiara, memotong ucapan Gavin.
Siempunya berdecak kecil, menatap tajam kearah Tiara.
"Bekal apaan?"
"Tadi pagi Rara titipin bekal sama kak Kenzie buat bang Gavin."
Gavin mengerutkan dahinya, menoleh kearah Kenzie yang diam mematung tanpa berkedip. Jangan bilang gadisnya memakan bekal dari Tiara atau jangan-jangan cemburu.
"Gue cuman makan di kantin." Jawab Gavin jujur.
Sontak Tiara melototkan matanya, beralih kearah Kenzie.
"Kakak gak kasih bekalnya sama bang Gavin?"
"Gue gak makan apa-apa hari ini, kecuali dari kantin."
"Kok kakak jahat sih."
"Lo gak bohong?"
"Enggak bang, tadi pagi Rara titipin bekal makan siangnya sama kak Kenzie."
"Hei, Lo apaan bekal dari dia?" Tanya Gavin dengan mengerakkan bahunya.
Tidak ada sahutan. Kenzie diam dengan menundukkan kepalanya. Tak menunggu lama terdengar isakan kecil, bahu gadisnya bergetar pertanda Kenzie menangis.
"Malah nangis."
Gavin membalikkan tubuh kecil Kenzie menghadap kearahnya, dengan cepat menariknya kedalam dekapannya.
"Jangan nangis, nanti anak gue diperut Lo ikutan nangis." Bisik Gavin terkekeh geli.
Bukannya menghentikan tangisnya, Kenzie malah semakin menangis. Sontak Gavin gegalapan melangkah masuk kedalam rumah tanpa melepaskan pelukannya.
Takutnya tetangga salah paham, terutama mama nya.
Tiara yang sedari tadi diam melihat interaksi mereka berdua mengepalkan kedua tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Suky Anjalina
😂😂
2022-03-27
0
Santi Haryanti
kenapa tuh kenzie ko tumben2 nan melow
2022-01-12
0
sheesukaaa❤️❤️❤️❤️
calon plakor 😅
2022-01-12
0