Hidup itu Adil

Bel pulang yang ditunggu-tunggu oleh setiap murid SMA Adhigana akhirnya berbunyi. Cindy yang masih menunggu Sania di UKS pun beranjak meninggalkannya yang masih tertidur nyenyak untuk pergi ke kelas, mengambil barang-barang mereka.

Sesampainya di kelas, hanya dalam sekejap keadaan kelas sudah kosong. Dengan cepat Cindy membereskan beberapa barang yang masih tergeletak di meja lalu memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu langkahnya kembali menuju UKS. Namun ketika dirinya sampai di sana, Sania sudah tidak ada di tempatnya.

"Lho? Sania mana coba?"

Dengan dahi yang mengerut, Cindy segera mengambil handphone-nya dari saku untuk menghubungi Sania. Akan tetapi, panggilannya sama sekali tak dijawab. Ia pun terus menghubunginya. Namun sayangnya hanya terdengar suara dari operator saja.

"Nih orang kemana sih?" Gerutu Cindy. Ia berjalan keluar UKS untuk menunggu di lorong koridor. Karena tak ada hasil, tangannya pun dengan cepat mengetik pesan di grup mereka.

Cindy

@Sania lo kemana anjir? Gue di uks nih

Fathan

Sania udh di mobil gue. Cepet sini

Cindy

Yee gong gong kek dari tadi

Cindy berdecak kesal. Ia kembali memasukkan handphone-nya ke dalam saku lalu mulai melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil sekolah. Tak berapa lama kemudian ia masuk ke dalam mobil Fathan dan duduk di bagian belakang.

"Lho? Sania mana? Katanya udah di sini?" Tanya Cindy kepada Fathan dengan raut wajah bingung. Pasalnya Sania juga tak ada di mobil Fathan.

"Barusan dia pergi ke toilet," jawab Fathan dengan mata yang fokus menatap layar handphone lalu ia tertawa karena sedang menonton video lucu.

"Kok gak ketemu sama gue?" Tanya Cindy lagi.

Fathan mengangkat kedua bahunya. "Mana gue tau."

"Kondisinya udah enakan kan? Gue takut dia pingsan di toilet," kata Cindy yang tentu saja khawatir dengan kondisi Sania.

"Udah gak pucat lagi kok. Tenang aja," jawab Fathan santai.

"Bagus deh."

Fathan pun mengunci layar handphone-nya lalu menghadap ke belakang untuk menatap Cindy dengan raut wajah penasaran. "Tadi si Angga ada nyamperin kalian ke UKS ya?"

Cindy mengangguk. "Dia yang beliin sarapan plus makan siang."

Salah satu alis Fathan terangkat. "Tapi kata Zape mereka lagi berantem?"

"Gak tau deh gue."

"Emang Sania gak ada curhat sama lo?"

"Dia mah jarang banget curhat tentang hubungannya. Gue juga males mau nanya-nanya. Jadi ... ya, gitu deh."

Mungkin ini terdengar aneh, tapi baik Cindy maupun Sania, mereka jarang sekali curhat mengenai hubungan asmara. Entah apa alasannya. Tapi kalau bagi Cindy, setiap ia ingin curhat dengan Sania, pasti Sania tidak punya respon yang bagus. Terkadang dikacangi, kalaupun didengari pasti saran yang diberi tak terlalu berarti. Jadi Cindy lebih memilih curhat dengan Dafin atau Fathan. Dan Sania pun juga lebih memilih curhat dengan Zaferino.

"Dapin sama Zape mana?" Tanya Cindy karena sedari tadi tak melihat mereka.

"Mereka tanding futsal sore ini," jawab Fathan kembali menghadap depan.

"Lo gak ikut?"

"Males."

Tiba-tiba pintu bagian belakang mobil dibuka oleh Sania. Dan itu cukup membuat Cindy jadi jantungan karenanya.

"Anjir! Kaget gue!"

"Sorry," kata Sania dengan suara agak serak. "Lo duduk di depan aja," pintanya.

"Lo kenapa?" Tanya Cindy langsung karena melihat gelagat Sania yang aneh dan juga matanya begitu sembab, seperti habis menangis.

"Gapapa," jawab Sania singkat. Walaupun masih merasa curiga, tapi Cindy tak banyak bertanya. Mungkin itu efek Sania sedang sakit. Ia pun segera pindah ke bagian depan, membiarkan Sania duduk di belakang.

"Masih anget gak badan lo?" Tanya Cindy lagi sambil menatap ke arah Sania.

"Udah enggak kok," jawab Sania sambil membuka air mineral yang tadi sempat ia beli.

"Bagus deh kalau gitu." Cindy kembali menghadap depan.

Setelah memasang seatbelt-nya, Fathan pun mulai melajukan mobilnya menyusuri jalan raya.

"Gue laper. Drive thru mekdi yuk?" Ajak Cindy yang perutnya sekarang keroncongan minta diisi.

"Kenapa gak makan di tempat aja?" Tanya Fathan bingung.

"Jam segini pasti rame sama anak Adhigana. Males gue."

Karena McDonald's terletak di dekat sekolah mereka, maka bisa dipastikan setiap pulang sekolah pasti akan dipenuhi dengan murid-murid SMA Adhigana.

"Oke deh."

Keadaan langsung hening. Hanya terdengar suara dari radio mobil, itupun dengan volume yang kecil. Cindy menatap ke arah luar jendela, tampak seperti sedang sibuk berpikir padahal sebenarnya pikirannya tengah kosong saat ini. Di sisi lain, Fathan fokus menyetir dan Sania mulai memejamkan matanya karena kepalanya masih agak pusing.

"Dapin udah ada cerita belom, Pat?" Tanya Cindy kepada Fathan untuk memecahkan keheningan di antara mereka. Fathan orangnya memang tak secerewet Dafin dan Zaferino, tapi ia cukup asik untuk diajak ngobrol karena lebih mendengarkan dan punya respon yang bagus.

"Cerita apa tuh?"

"Hari ini dia bakal ngejalanin rencana untuk deketin Bang Gery."

Mata Sania langsung terbuka untuk mendengar percakapan mereka.

"Lho? Masih belom juga?" Fathan tampak kaget sekaligus bingung. Ia mengira Dafin sudah melakukan 'pendekatan' dengan Gery sejak minggu lalu.

"Belom lah. Lambat banget gak sih? Kebanyakan mikir rencana, tapi ujung-ujungnya pake rencana gue juga," gerutu Cindy, masih merasa dongkol.

"Ya, wajar sih. Deket sama Bang Gery emang gak bisa sembarangan, Cin. Apalagi kalau punya tujuan tertentu. Mending kalau resikonya cuma luka-luka. Coba kalau misalnya dia malah ngejebak? Lebih bahaya lagi," kata Fathan yang seketika sadar kalau ia baru saja keceplosan tentang kemungkinan terburuk yang sempat dibahas kemarin bersama Dafin dan Zaferino. Padahal ia sudah berjanji dengan Dafin untuk tak berbicara tentang hal ini kepada Cindy.

Cindy jelas langsung menatap Fathan dengan pandangan bingung. "Ngejebak? Maksudnya?"

Karena sudah terlanjur, tentu tak ada kesempatan untuk mengelak. Fathan pun terpaksa menjelaskannya. "Sebelum gue tau dari lo tentang rumor bisnis ilegal Bang Gery yang prostitusi itu, gue udah duluan tau rumor kalau dia tuh bandar narkoba."

Mata Cindy membulat. Tanpa sadar ia mencengkram lengan Fathan. "Serius lo? Kok lo baru ngasih tau sekarang sih, Pat? Tau gitu gue gak nyuruh Dapin untuk deketin Bang Gery! Kalau Bang Gery macem-macem sama Dapin gimana?! Atau ngejebak kayak yang lo bilang tadi?!"

"Ya, kan baru asumsi gue doang, Cin. Itu juga cuma rumor. Tapi gue rasa Bang Gery gak bakal lah ngelakuin itu. Ntar yang ada pemasokan dia kurang karena Dapin gak bakal ngasih dia duit lagi," balas Fathan mencoba menenangkan Cindy.

"Emang setiap bulannya Dapin diminta berapa?" Kali ini Sania yang bertanya.

"Berapa ya? Dapin gak pernah ngomongin nominalnya sih. Tapi gue rasa sekitar lima juta perbulan deh."

Cindy sontak melotot. "Lima juta?!! Perbulan?!!! Yang bener aja lo?!"

"Gue cuma nebak, Cin. Santai. Itupun bisa kurang atau malah bisa lebih. Untuk pastinya gue gak tau."

Cindy mendengus. "Dapin bego banget dah ah."

"Lima juta kecil lah."

"Kecil dari hongkong! Lima juta bisa buat gue beli bakso tiap hari selama setahun!" Seru Cindy langsung protes dengan ucapan Fathan barusan.

"Daripada dipalak banyak kakak kelas? Sama aja kan jatuhnya? Malah lebih banyak keluar duit. Jadi mendingan dipalak sama satu orang doang yang emang bener-bener berkuasa."

Cindy menghela napas kasar. "Susah juga ya jadi orang kaya, diincer sama orang-orang brengsek yang ngelakuin segala cara untuk bisa dapetin easy money."

"Yah, emang begitulah kenyataannya. Kalau lo ngerasa punya power lebih, apalagi bisa nundukkin orang yang punya 'uang', udah pasti lo bakal ngelakuin segala cara untuk manfaatin hal itu sebaik-baiknya," kata Fathan. "Kita semua tau, di dunia ini, gak ada yang lebih penting daripada uang. Karena cuma dengan uang lo bisa bertahan hidup."

"Tapi kayaknya gak juga deh," sangkal Cindy langsung. "Ada orang yang banyak uang, tapi ujung-ujungnya mutusin untuk bunuh diri. Menurut lo kenapa?"

"Kalau ngomongin bunuh diri, setiap orang yang ngelakuin itu, gue yakin mereka pasti punya alasan tertentu," balas Fathan. "Tapi untuk orang yang banyak uang, terus malah bunuh diri, ya ... mungkin karena dia gak dapet kebahagiaan yang dia cari? Soalnya bahagia itu definisinya tiap orang beda-beda. Dan jelas, banyak uang gak bisa ngejamin lo jadi bahagia. Banyak uang itu cuma sebuah privilige lo bisa survive dalam hidup dengan langkah yang nyaman. Dan itu pun tergantung lo mau survive atau enggak. Beda sama orang yang kekurangan, yang harus ngelewatin tantangan dengan banyak rintangan."

"Dan gue termasuk orang yang harus survive dengan banyak rintangan. Hidup kadang emang gak adil," keluh Cindy.

Fathan menggeleng. "Sebenarnya hidup itu adil, Cin. Adil banget. Tergantung lo bisa atau enggak ngeliat sudut pandang bukan cuma dari mata lo sendiri, tapi juga dari orang lain."

Sembari memijat dahinya, Sania langsung melayangkan protes, "Kayaknya pembahasan kalian makin berat deh. Kepala gue nyut-nyutan dengernya."

Cindy pun beralih menyalahkan Fathan. "Iya nih, Patan. Ganti topik deh ah."

"Lo sendiri yang mancing gue bahas itu."

Terpopuler

Comments

senja

senja

cakep pembahasannya

2022-02-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!