Abu-Abu

Saat ini jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Yang masih berada di rumah Cindy hanyalah Sania dan Zaferino. Sania sendiri sengaja belum pulang karena masih ingin berbicara dengan Cindy. Sedangkan Zaferino ikut tinggal karena ia akan mengantar Sania pulang.

Namun walau Zaferino sudah agak menjauh untuk memberikan mereka space, tapi tetap saja di antara Cindy dan Sania belum ada yang ingin membuka percakapan. Sejak kedatangan Sania pun Cindy jadi tak banyak bunyi. Ia juga mengurungkan niatnya untuk bercerita tentang pesan dari Angga, karena sepertinya itu bukanlah waktu yang tepat. Di sisi lain, untungnya Sania sudah memutuskan untuk ikut kerja sama dengan mereka setelah Zaferino menjelaskan semua tentang kejadian tadi sore di antara Cindy dan Arjuno kepadanya.

"Kenapa lo tiba-tiba berubah pikiran, San?" Tanya Cindy memecahkan keheningan karena sedari tadi hanya suara televisi yang menemani mereka berdua.

Zaferino yang duduk di dapur diam-diam mendengar percakapan mereka.

"Kayaknya sih karena dihipnotis sama Zape," jawab Sania sambil terkekeh canggung. "Soalnya Zape tiap hari nemuin gue untuk ngocehin gue. Pokoknya dia berusaha banget ngeyakinin gue untuk ikut kerja sama."

Cindy pun refleks menoleh ke arah Zaferino yang pura-pura tidak tahu. "Ya ampun. Gue kira si Zape gak ada kerjaan, cuma merintah orang doang. Taunya ada gunanya juga."

"Tapi awalnya gue tetep ogah tau."

Cindy langsung memutar bola matanya sebal. "Yah, gak heran gue. Lo kan emang keras kepala dan egois."

Sania pun langsung memukul lengan Cindy. "Heh! Lo bayangin aja orang yang lo sayang, orang yang lo percaya gak mungkin bakal ngelakuin itu, malah dicurigai jadi pembunuh! Siapa yang gak setres mikirin itu? Tadinya pun kalau kalian maksa-maksa gue untuk ikut kerja sama, tujuan gue bukan lagi mau ngebuktiin, tapi gue bakal nyembunyiin kalau misalnya pacar gue emang beneran jadi pelakunya."

Mata Cindy membulat. Ia langsung menunjuk Sania. "Hayo! Lo keceplosan ya? Mampus! Ketauan dong kalau niat lo sekarang bukan mau bantu, tapi malah mau nyembunyiin!"

Sania buru-buru mengelak. "Eh! Enggak ya! Jangan salah paham dulu! Gue emang sempat berpikir kayak gitu, tapi sekarang gue udah berubah pikiran."

"Bagus deh kalau kewarasan lo udah balik. Gak bucin goblok lagi," kata Cindy tanpa memikirkan perasaan Sania karena sudah terlanjur kesal. "Lo berubah pikiran karena curiga kan sama pacar lo?"

*"Jujur, iya," kata Sania dengan pandangan lurus ke depan. "Waktu gue pergi dari rumah lo dalam keadaan marah, disaat itu juga gue nanya ke Bang Angga tentang Kak Anita. Tapi di situ dia bilang kalau dia udah gak pernah lagi kontakan sama Kak Anita. Gak pernah ketemuan juga. Pokoknya gak ada urusan lagi deh dengan Kak Anita. Gue langsung ngerasa lega. Gue mikirnya bisa aja kak Farah ngasih info yang salah. Sampe pada akhirnya beberapa hari yang lalu, gue gak sengaja liat chat Bang Angga sama Kak Anita tepat di tanggal kejadian Kak Anita jatuh dari atap gedung. Tapi gue gak sempat baca karena dia buru-buru ambil handphone*-nya terus ngehapus chat itu."

Cindy diam sambil menyimak. Sedangkan Sania menghela napasnya sejenak. "Tadinya pun gue mikir mau pura-pura gak tau aja gitu. Tapi entah kenapa tidur gue jadi gak nyenyak. Dan gue juga jadi ikut ngerasa bersalah."

Cindy tampak menganga. Berarti dugaannya sedari tadi semakin masuk akal setelah mendengar cerita dari Sania. "Anjir, San! Itu artinya pacar lo... beneran pelakunya dong?!"

"Gak tau. Jangan ambil kesimpulan dulu, anjir! Masih abu-abu." Sania malah tak mau mengakuinya.

*Cindy pun menoleh ke belakang untuk melihat ke arah Zaferino, namun Zaferino sudah hilang. Sepertinya ia sedang berada di toilet. Cindy akhirnya kembali fokus pada Sania, "Abu-abu gimana? Malahan pas banget tau! Cowok yang gue liat waktu itu sama kak Anita, persis banget kayak Bang Angga. Terus... tadi sebenernya gue liat handphone* Bang Arjuno, dan di situ dia dapat pesan dari Bang Angga, isinya tuh 'jangan lupa buat seolah Gery yang jadi pelakunya'. Aneh kan? Mereka berdua kayak kerja sama gitu. Jelas ada something fishy di sini. Kita harus kasih tau yang lain. Soalnya tadi gue sengaja gak mau ngasih tau mereka karena masih mikirin lo."

Sania seketika ikut menoleh ke belakang dan Zaferino masih belum kembali.

"Yang lain belum boleh tau. Kita harus rahasiain ini berdua dulu, Cin," kata Sania tiba-tiba.

Dahi Cindy mengerut. "Alasannya?"

Sania menatap Cindy dengan raut wajah memelas. "Sebenernya gue masih belum siap kalau ternyata pacar gue emang beneran pelakunya. Jadi... please, Cin. Kasih gue waktu ya?"

...***...

Jika Sania bisa bersikap egois, maka Cindy juga akan melakukannya. Awalnya Cindy berpikir seperti itu. Karena melihat sikap Sania yang semaunya, membuat pikirannya dengan cepat berubah. Ia tidak mau menuruti permintaan Sania yang menurutnya hanya akan menghambat penyelidikan mereka. Jika Sania setakut itu, maka sudah bisa dipastikan bahwa Angga memanglah pelakunya.

Tapi setelah Cindy berdiskusi berdua tentang hal ini bersama Zaferino, ia pun mau tak mau mengikuti keputusan yang dipilih oleh Zaferino.

"Udah pasti Bang Angga pelakunya, Pe," kata Cindy masih bersikeras. Ia dan Zaferino sengaja bolos pelajaran siang ini untuk berbicara empat mata di halaman belakang sekolah.

"Jangan gegabah dulu, Cin. Iya, gue ngerti kalau lo pengen banget nangkap Bang Angga langsung. Tapi lo juga harus mikirin perasaannya Sania. Seenggaknya kasih dia waktu sejenak untuk nerima kemungkinan yang terjadi nantinya. Nah, selagi kita nunggu, biarin Dafin ngorek informasi dari Bang Gery. Karena kita juga butuh cerita tentang Kak Anita dari sisinya Bang Gery."

Zaferino menatap Cindy dengan serius, mencoba untuk meyakinkannya. Tapi tampaknya Cindy masih tak setuju.

Zaferino pun kembali melanjutkan, "Karena kita udah terlanjur basah, jadi tujuan kita sekarang bukan semata-mata nangkap pelaku. Tapi juga untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi dengan Kak Anita. Biar kita nantinya jadi lebih mudah ngelapor tentang hal ini ke polisi."

"Tapi nanti kalau kelamaan, kita malah gak punya bukti sama sekali. Bisa aja Bang Angga ngehapus semua jejak yang dia punya."

"Pasti ada bukti kok. Percaya sama gue, Cin."

Cindy menghela napas panjang. Ia menatap keadaan sekitar untuk berpikir sebentar. "Ya udah deh."

"Tenang aja. Apapun caranya, kita pasti bisa nangkap pelakunya sekaligus dengan bukti-buktinya," kata Zaferino sambil menepuk bahu Cindy beberapa kali. "Gue gak bisa lama-lama nih. Gue ke kelas duluan ya."

"Iyaa, dahh." Cindy melambaikan tangannya pada Zaferino yang telah pergi berjalan meninggalkannya.

Di tengah jalan, Zaferino tampak mengambil handphone-nya lalu mengetik sesuatu di sana. Setelah itu ia berhasil mengirimkan pesan pada seseorang.

Zaferino

Udah, beres.

Terpopuler

Comments

Idha Satoto

Idha Satoto

tp kok zafe ngirim psan gt ha ada apa dgb zafe n sania???

2024-04-24

0

Siti Amina

Siti Amina

kayaknya bang angga dan bang arjuno deh

2023-09-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!