Cindy meletakkan segelas es sirup di hadapan Dafin. Dafin adalah orang pertama yang datang ke rumahnya, tepat di jam tujuh malam. Sedangkan yang lainnya baru berkata on the way, walau Cindy tahu mereka pasti belum bersiap-siap dan akan membutuhkan waktu satu jam untuk menunggu kedatangan mereka.
"Widih, udah kayak di film-film detektif aja nih pake papan tulis segala," kata Dafin saat melihat ke arah sebelah televisi, terpampang papan tulis lengkap dengan spidol dan penghapus di sana.
*Cindy mengambil remote* televisi untuk mengganti channel, sebelum akhirnya membalas, "Lo tau gak sih perjuangan gue dapetin papan tulis ini kayak minta uang jajan lebih ke bokap? Susah mampus anjir!"
Dafin terkekeh mendengarnya. "Kenapa gitu?"
"Lo tau lah kalau si Coki-Coki itu pelitnya selangit. Masa gue cuma mau minjem bentar aja gak dibolehin? Padahal ini kan dulunya punya gue, terus akhirnya dikasih ke dia. Tapi dia berasa punya ini sendirian. Karena gue gak bisa tahan emosi, yaudah. Gue smackdown aja dia," sungut Cindy dengan bibir yang mengerucut karena masih kesal dengan kejadian tadi.
Coki-Coki adalah julukan untuk adiknya yang bernama Ciko. Umur mereka hanya terpaut dua tahun saja. Jadi wajar kalau mereka sering bertengkar dan tak ada yang mau mengalah satu sama lain. Layaknya Tom and Jerry.
Padahal papan tulis tersebut tak pernah dipakai lagi oleh Ciko. Tapi entah kenapa dia malah marah jika barang tersebut dipinjam. Seperti memang sengaja mau mencari masalah.
"Gila lo. Adik sendiri di smackdown. Terus? Kok akhirnya bisa dapet?"
*"Habis gue smackdown* dia, dia malah smackdown gue balik. Terus gue nangis, ngadu ke nyokap. Akhirnya nyokap marahin dia dan dia ngasih deh nih papan tulis."
*Dafin langsung berdecak beberapa kali. "Bisa banget playing* victim nya."
Cindy yang terbawa emosi langsung menatapnya dengan mata yang berapi-api. "Ya habis! Salah dia sendiri! Ngeselin! Tapi gue nangisnya beneran tau! Walaupun agak dilebay-lebayin dikit lah."
"Emang di smackdown nya gimana? Sampe lo jatuh ke lantai?"
"Iyaa, liat nih siku gue merah karena nahan kepala biar gak terantuk." Cindy menunjukkan sikunya yang memang terlihat merah kepada Dafin.
Dafin pun langsung mengembus siku Cindy sambil mengelusnya pelan. "Udah gue obatin nih, pasti gak bakal merah lagi."
Cindy seketika tertawa. "Berarti napas lo mujarab banget gitu?"
"Oiya dong."
"Yang ada jigong lo nempel semua di sini."
Dafin menyengir. Matanya tak sengaja menatap ke arah plastik di atas meja yang berisikan cetakan foto.
"Ini foto siapa, Cin?" Tanyanya.
"Foto beberapa orang yang bisa aja jadi tersangka dalam kasus kematian Kak Anita," jawab Cindy.
"Lo cetak semua?"
Cindy mengangguk. "Niat banget kan gue?"
"Gilaaa. Mungkin kalau belajar lo seniat ini, gue yakin lo bakal ranking satu."
Cindy langsung meringis. "Haduh. Gak ah. Gue gak minat jadi anak ambis. Selagi orang lain bisa, kenapa harus gue? Ya gak?"
Dafin tertawa mendengar itu. "Sesat banget lo! Harusnya selagi orang lain bisa, gue juga pasti bisa."
Cindy menggeleng tak setuju. "Gak gak gak gak. Gue gak suka dengan motivasi kayak gitu."
"Iya serah lo deh." Dafin malas menanggapinya lagi.
"Yang lain mana dah. Ntar keburu malem lagi," gerutu Cindy.
"Lagi OTW semua," kata Dafin setelah memeriksa pesan di grup.
"OTW mulu tapi gak nyampe-nyampe," gerutunya lagi. "Aduh, pengen pipis. Gue ke wc dulu ya."
"Oke."
Cindy pun berjalan menuju arah kamar mandi yang tak jauh dari ruang tengah. Tiba-tiba Ciko keluar dari kamar karena ingin pergi ke dapur. Namun ia langsung berhenti saat melihat Dafin.
"Eh, ada Bang Dapin!"
Ciko dan Dafin memang cukup dekat karena mereka sering mabar (main bareng) game mobile legend.
"Oi, Cik! Gue denger-denger tadi lo smackdown Cindy ya?" Tanya Dafin tanpa basa-basi.
*"Iya, bang. Habisnya dia smackdown* gue duluan. Ya udah gue smackdown balik," jawab Ciko dengan santai.
"Lo jahat banget dah sama kakak sendiri. Gitu-gitu dia tuh cewek." Dafin tampak marah, tapi Ciko masih menanggapinya tanpa merasa bersalah.
"Gue penganut feminis bang. Cewek cowok sama rata."
"Gaya lo. Kalau gitu gue gak mau lagi ya ngasih skin gratis ke lo," ancam Dafin yang langsung membuat Ciko kelabakan. Selama ini hanya Dafin yang secara cuma-cuma memberikan skin mobile legend gratis kepadanya.
"Ehhh, jangan dong, Banggg. Ampunnnn. Gue janji gak bakal smackdown dia lagi dah. Janji banget, Bangg."
*"Janjinya jangan cuma smackdown* doang, tapi janji gak nyakitin kakak lo lagi. Kalau lo di smackdown ya terima aja. Kalau dia minta apa-apa, langsung kasih."
"Iya, Bang, iya." Selain orang tuanya, sepertinya cuma Dafin yang bisa membuat Ciko jadi langsung nurut.
"Bener lo ya? Awas aja kalau gue dapet kabar gak enak lagi."
"Iya, Bangg, janji banget gue."
"Ya udah, ntar malem gue kasih skin yang lo mau. Kirim aja lewat chat mau yang mana."
"Asikkk! Oke, Bang, makasih yak!"
"Inget ya. Jangan sampe dilanggar," peringat Dafin sekali lagi.
"Iya, Bangg. Janji!"
"Ya udah sana lo pergi."
Padahal Ciko yang punya rumah, tapi Dafin dengan berani mengusirnya. Ciko pun hanya menurut saja. Setelah mengambil segelas air minum, ia langsung kembali ke kamar.
"Gue denger tadi lo ngomong sama Ciko ada janji-janji segala? Kalian lagi ngomongin apa?" Cindy yang sudah kembali ke ruang tengah pun bertanya pada Dafin.
"Enggak ada. Cuma lagi ngomongin skin mobile legend," kata Dafin bersikap seperti tak ada apa-apa.
Cindy langsung mencibir. "Daripada beli skin mending duitnya beliin album biar bermanfaat."
"Album apa emang? Album foto?" Tanya Dafin.
"Ihh bukan. Tapi albumnya NCT Dream! Lucu banget sumpah, Pin! Pengen beliiii, tapi skincare gue pada habis. Jadi dilema mau nafkahin oppa-oppa atau ngerawat muka."
"Berapa emang harganya?"
"Tiga ratus lebih gitu deh kayaknya."
Dafin langsung mencibir, "Murah banget."
"Murah?? Oh iya, anak sultan mah emang beda." Cindy ikut mencibirnya.
"Ntar gue transfer ke rekening lo," kata Dafin dengan santainya membuat Cindy langsung melotot.
"Hah? Untuk apa? Ulang tahun gue masih lama tau."
"Ya itung-itung beramal."
Cindy langsung menggeleng, menolaknya. "Ah, enggak ah. Gak usah."
"Gue serius."
"Gak, Pin."
"Gue transfer sekarang." Dafin pun langsung mengambil handphone-nya.
Cindy segera merebutnya dan menjauhkannya dari Dafin. "Ish! Gak usah! Gak mau! Gue bisa beli sendiri kok."
"Idih malu-malu segala. Mau dipaksa nih ceritanya?"
"Enggak, gue beneran. Gue gak mau."
"Ya udah kalau gitu mah. Sini handphone-nya."
Cindy dengan ragu memberikannya. Ia pun langsung memicingkan matanya. "Beneran gak usah lho ya, Pin. Awas aja kalau ntar tiba-tiba ada paket datang ke rumah gue."
Dafin memang cukup sering membelikannya sesuatu, padahal ia sudah menolaknya. Kadang ia menyesal kenapa harus mengatakan sesuatu yang ia inginkan. Tapi mau bagaimana lagi? Bukankah hal wajar kalau kita membicarakan sesuatu yang kita inginkan kepada teman sendiri? Maksud dari Cindy bercerita juga bukan untuk minta dibelikan. Tapi ia memang hanya ingin cerita saja, tidak lebih.
Di sisi lain, Cindy merasa tak enak jika Dafin terus bersikap seperti ini. Nyatanya Dafin bukanlah siapa-siapanya, hanya sebatas teman. Walau memang, di akhir semester kelas sepuluh tempo lalu, Dafin sempat mengungkapkan perasaannya kepada Cindy bahwa ia suka dengannya. Tapi Cindy waktu itu meminta maaf karena hanya menganggap Dafin sebatas teman.
Alasannya klise. Cindy tak mau jika mereka pacaran lalu putus, pertemanan mereka malah jadi hancur. Apalagi ia sudah benar-benar nyaman dengan hubungan mereka sekarang. Demi menghindari hal itu, Cindy pun berusaha sekuat mungkin untuk membuat batasan kepada Dafin. Walaupun kadang ia longgarkan sedikit karena mau bagaimana pun Cindy adalah manusia yang normal, yang kadang ingin merasa dicintai dan diperlakukan dengan baik oleh seseorang. Apalagi sebenarnya ia juga punya perasaan lebih kepada Dafin.
"Hehehe." Dafin hanya menanggapinya dengan cengengesan tak jelas.
"Dapinnnn ih!! Gue marah banget ya kalau lo beliin gue tuh album!" Seru Cindy sambil melototinya. Berharap Dafin akan merasa terancam dan mengurungkan niatnya.
Namun tak sesuai harapan. Dafin sama sekali tak mendengarnya.
"Terserah gue dong, duit-duit gue," kata Dafin dengan nada menyebalkan bagi Cindy.
Cindy pun langsung menghujaninya beragam pukulan dengan menggunakan bantal sofa. "Kali ini gue bener-bener gak mau terima barang yang lo beli! Liat aja!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Reksa Nanta
haha .. betul itu. jangan maunya sama rata yang enak enak saja ya ? 😅
2025-03-18
0
Think😇👑
sampe sini sih masi seru ceritanya
2023-03-19
1
Riza Amelia
siapa ya
penasaran banget nih pembunuhnya
2022-08-19
2