Pura-Pura

Senin pagi yang cukup terik. Bukannya kembali ke kelas setelah selesai upacara, Cindy dan Dafin malah melipir ke kantin demi memuaskan rasa dahaga mereka. Bisa terlihat dari es teh manis yang dipesan dua menit yang lalu, sekarang tinggal es batunya saja. Itupun Cindy masih belum merasa puas. Ia mengunyah es batu yang tersisa dengan penuh semangat, seperti sedang mengunyah makanan biasa. Dafin yang melihatnya jadi mengernyit karena ngilu sendiri.

"Jangan makan es batu ah. Ntar gigi lo rusak." Dafin langsung mengambil alih gelas milik Cindy. Namun Cindy dengan cepat merebutnya kembali.

"Gue masih haus," kata Cindy dengan tatapan sengit agar Dafin tak lagi mengganggunya.

"Ngomong dong kalau masih haus."

Dafin beranjak dari duduknya untuk memesan es teh manis lagi. Karena keadaan kantin tergolong sepi, hanya dalam beberapa menit ia kembali duduk di hadapan Cindy.

"Nih."

Cindy dengan senang hati menerima es teh manis tersebut. "Yey! Makasih."

Saking semangatnya menyeruput es teh manis, Cindy jadi tersedak. Dafin pun langsung menepuk-nepuk punggungnya.

"Pelan-pelan, Cindoy," peringat Dafin.

"Gara-gara lo deh nih." Cindy malah menyalahkan Dafin.

"Lah? Kok jadi gue?" Dafin jelas bingung.

"Kalau lo gak beliin gue es teh manis lagi, gue gak bakal kesedak," kata Cindy sembari meminum es teh nya lagi. Ia langsung menahan tawa saat melihat wajah pasrah Dafin.

"Iya dah iya. Salah gue emang."

"Gimana? Hari ini lo bakal ngedeketin Bang Gery kan?" Cindy yang teringat dengan janji Dafin tadi malam segera menuntutnya.

Dafin menghela napas kasar. "Iya iya. Gak usah diingetin mulu napa."

"Udah tau caranya gimana?"

"Modal nekat aja lah."

"Ish! Entar yang ada lo malah kek orang bego."

Dafin berdecak malas. "Jadi gue harus gimana?"

"Gue punya ide," ujar Cindy dengan senyum cemerlang. Sebenarnya ia sudah memikirkan hal ini semalaman dan untungnya ia mendapatkan ide yang sempurna.

"Apa?"

"Lo sama Bang Gery saling follow kan di instagram?"

Dafin langsung membuka handphone-nya untuk mengecek. "Kayaknya sih iya."

"Nah! Lo masukin dia ke closefriends terus lo curhat deh di insta story."

"Curhat apaan?" Tanya Dafin sambil mengernyit bingung.

"Curhat tentang gue," jawab Cindy. "Lo pura-pura udah nyatain cinta ke gue, tapi gue malah nolak lo."

"Itu mah bukan pura-pura lagi kali," balas Dafin dengan raut wajah datar.

"Iya juga ya." Cindy refleks tertawa. "Pokoknya lo buat diri lo jadi kayak depresi banget karena ditolak sama gue. Terus lo juga bilang di situ; 'siapa yang mau nemenin gue ke club untuk ngehilangan setres? Biar gue yang traktir.' Pasti bang Gery bakal deketin lo."

"Idih. Cupu banget gue depresi karena ditolak sama lo," cibir Dafin langsung.

"Oh gitu ya? Oke. Hubungan kita sampe di sini aja."

Cindy langsung berdiri dari tempat duduknya dan ingin segera pergi meninggalkan Dafin. Tapi dengan cepat Dafin menahannya.

"Ehhh, enggak-enggak. Canda doang, Cin. Iya, gue bakal lakuin apa yang lo suruh," kata Dafin sembari mendudukkan Cindy kembali.

"Gitu kek dari tadi. Berarti untuk sementara ini kita jangan ketemu dulu ya."

"Lah? Kenapa?"

"Ya kan ceritanya lo udah ditolak sama gue. Masa iya kita malah keliatan bareng?"

"Iya juga sih." Dafin langsung manyun. Sepertinya ini rencana yang buruk. "Sampe kapan?"

"Sampe lo bisa dapatin cerita Kak Anita dari sisi Bang Gery," jawab Cindy dengan santai. Berbanding terbalik dengan Dafin yang langsung mengeluh.

"Yahh. Berarti lama dong?"

"Ya kalau gak mau lama, lo harus gerak cepet."

Demi nge-date berdua—eh, maksudnya demi kebaikan bersama, mau tak mau Dafin menyetujuinya. "Ya udah deh."

Cindy melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat dua puluh menit. Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya.

"Kalau gitu gue ke kelas duluan ya."

"Jangan kangen gue ya," kata Dafin sambil bergaya sok cool. Padahal dalam hati ia tak rela Cindy pergi begitu cepat. Apalagi ia juga tak bisa dekat-dekat dengan Cindy dalam waktu yang tak bisa ditentukan.

"Bukannya gue yang harusnya ngomong kayak gitu ke lo?" Ledek Cindy langsung. "Jangan kangen gue ya. Babay!"

Cindy segera keluar dari area kantin. Walaupun ia sudah telat dua puluh menit masuk kelas, tapi langkahnya tetap santai. Karena ia sudah menyiapkan alasan ke guru yang tengah mengajar nanti, yaitu sakit perut.

Namun belum sempat Cindy menaiki tangga, matanya tiba-tiba bertemu dengan pak Dendi, kepala sekolahnya yang kini tengah berjalan ke arahnya. Ia pun langsung tersenyum dan dengan sopan menyalim pak Dendi.

"Kok belum masuk kelas, Cindy?" Tanya Pak Dendy sambil menatapnya bingung.

"Iya, Pak. Tadi saya habis dari toilet. Sakit perut," jawab Cindy sambil pura-pura akting memegang perutnya.

"Tapi kok saya perhatikan kamu dari arah kantin?" Tanya pak Dendy lagi yang berhasil membuat Cindy agak panik. Tapi Cindy tak kehilangan akal.

"Kan di dekat kantin ada toilet pak. Kebetulan tadi toilet dekat lapangan antriannya panjang banget. Jadinya saya nyari toilet yang sepi deh."

Untungnya pak Dendy tampak percaya. "Oh begitu. Tumben gak sama Sania?"

Selain kepala sekolah, Pak Dendy merupakan ayahnya Sania. Walaupun di sekolah Pak Dendy sangat berwibawa, tapi di rumah ia merupakan sosok ayah yang hangat dan sayang dengan anak-anaknya. Apalagi Sania merupakan anak bungsu. Pak Dendy tak akan segan-segan menghukum seseorang jika berani mengganggu Sania. Oleh karena itu, tak ada yang mau berurusan dengan Sania. Tapi untungnya juga Sania sendiri orangnya tidak banyak tingkah. Ia tak pernah menyalahgunakan privilege-nya. Masalah dengan Anita waktu itu saja ia tetap meminta hukuman yang adil.

"Sania tadi buru-buru ke kelas karena kepalanya pusing, Pak," jawab Cindy apa adanya. Sania memang tampak pucat pagi ini.

"Oh ya? Kalau misalnya nanti keadaannya makin parah, tolong bawa dia ke UKS atau tolong telfon supirnya untuk jemput ya, Cindy?"

"Siap pak."

Pak Dendy tersenyum. "Baguslah kalau kalian baik-baik saja. Saya kira kalian berantem. Soalnya kamu udah jarang main ke rumah. Sania juga udah gak pernah lagi minta antar ke rumah kamu."

Kedua alis Cindy langsung terangkat. "Beberapa hari yang lalu Sania ke rumah saya kok pak."

Pak Dendy tampak sama kagetnya. "Oh ya? Saya yang gak tau atau emang saya yang lupa ya?"

Cindy yang sadar kalau bisa saja Sania sengaja berbohong pun buru-buru menangkasnya. "Eh? Iya gak ya? Saya jadi ikutan lupa, pak. Hehehe. Kayaknya itu bulan lalu deh."

Untungnya pak Dendy tak lagi mempermasalahkan hal ini. "Ya sudah kalau begitu. Cepat kembali ke kelas."

"Baik, pak. Saya permisi dulu ya, pak."

Terpopuler

Comments

Lina Sandi

Lina Sandi

kayanya angga,sania dan zape sekongkol dech

2022-03-04

1

senja

senja

kok disembunyikan Sania ke Cindy nya, atau dianter sm Angga?

2022-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!