Hal Janggal

Cindy masuk ke dalam area kantin sendirian. Setelah mencari-cari beberapa saat, akhirnya matanya langsung menemukan keberadaan Dafin, Zaferino, dan Fathan yang duduk di bagian belakang. Sebelum pergi ke sana, ia memesan makanan terlebih dahulu. Tak sengaja ia melihat Sania dan Angga yang juga ikut mengantri di depan sana. Mereka sempat bertatapan sejenak namun terhenti karena Sania dengan cepat mengalihkan pandangannya.

Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan di rumah Cindy waktu itu. Selama itu juga Cindy dan Sania semakin menjauh. Walaupun Cindy sering mengajaknya berbicara, tapi Sania seperti tak punya minat untuk menanggapinya. Di kelas pun Sania diam seribu bahasa.

Awalnya Cindy merasa kesal karena tak menyangka bahwa Sania akan semarah ini padanya. Namun akhirnya ia memilih untuk tidak terlalu peduli karena fokusnya kini hanya pada Arjuno.

Lima menit kemudian Cindy membawa nampan menuju meja teman-temannya. Setelah sampai di sana, ia pun duduk di samping Dafin.

"Tumben telat?" Tanya Dafin karena Cindy memang baru datang setelah lima belas menit bel istirahat dibunyikan.

"Ke toilet dulu tadi," jawab Cindy.

"Ngapain? Boker?"

Dahi Cindy langsung mengerut. Ia memukul lengan Dafin dengan kesal. "Dapin ih! Gue baru mau makan nih!"

Dafin menyengir. "Ya kan cuma nanya."

"Gimana perkembangan lo sama Bang Arjuno? Dia udah ada bahas tentang Kak Anita?" Tanya Zaferino menghentikan percakapan tak penting mereka.

Sejak pesan pertama yang dikirim oleh Arjuno malam itu, membuat mereka berdua semakin dekat. Namun sayangnya Cindy menjawab pertanyaan Zaferino barusan dengan gelengan kepala. "Dia selalu ngalihin pembicaraan setiap gue nyebut nama Kak Anita."

"Mungkin karena kalian baru kenal kali ya? Makanya dia belum mau terlalu terbuka," sahut Fathan memberi pendapat.

"Kayaknya sih gitu. Gue harus buat dia percaya dulu sama gue." Tiba-tiba tatapan Cindy tertuju pada Dafin dan langsung menunjuknya. "Tapi ni anak, setiap gue punya rencana pengen pergi berdua sama Bang Arjuno, dia selalu ngelarang."

"Lho? Kenapa gitu?" Tanya Fathan heran.

"Demi keselamatan Cindy lah," jawab Dafin langsung beralasan.

"Udah, gak usah peduliin dia. Lo lakuin aja yang menurut lo itu bakal berhasil ngebuat Bang Arjuno buka mulut," kata Zaferino dengan santai yang membuat Dafin langsung mendelik ke arahnya.

"Denger tuh! Jangan larang-larang gue lagi!" Seru Cindy pada Dafin karena telah didukung oleh Zaferino.

"Yaudah, lo boleh pergi sama dia," kata Dafin menyerah. "Tapi gue ikut."

"Apaan sih, Pin?! Ya mana bisa lah lo ikut!" Protes Cindy kesal.

"Gue ikut dari belakang. Pokoknya kalau emang lo mau pergi sama dia, lo tetep harus kasih tau ke gue dimana tempatnya," kata Dafin tak mau dibantah.

"Iya, untuk jaga-jaga tetep kasih tau aja ke Dapin. Tapi lo jangan ngerusak rencana ya, Pin. Awas aja lo," peringat Zaferino.

"Iya, iya."

...***...

Cindy

Ohh, Bang Arjuno juga suka baca buku ya?

Sama dong kayak aku

Bang Arjuno

Oh ya? Kalau gitu ke toko buku yuk besok? Mau gak? Kebetulan ada buku yang mau gue cari

Cindy

Wah sama! Ada buku yang mau aku cari juga. Boleh deh

Bang Arjuno

Ok. Habis pulang sekolah gue tunggu di parkiran

Cindy

Okayyyy

Dahi Dafin tampak mengerut saat membaca pesan Cindy dan Arjuno. Ia langsung melayangkan protes pada perempuan di sebelahnya yang sedang sibuk makan es krim. "Lo kenapa pake aku kamu sih ke dia?"

"Biar dia ngerasa kalau gue tuh orangnya lembut, penyayang, dan bisa dipercaya," jawab Cindy yang terdengar sangat menyebalkan bagi Dafin.

"Idih, apaan. Pencitraan lo," cibirnya langsung.

"Biarin!"

"Berarti ntar lo naik motor dia?"

"Iya."

Dafin semakin merasa dongkol. "Kenapa giliran sama gue lo gak mau?"

"Males. Motor lo yang sekarang ketinggian. Gue gak suka."

"Itu mah lo nya aja yang pendek."

Cindy langsung melototinya. "Hina sekali lagi gue cubit bibir lo."

"Jangan sampe ada adegan peluk dia segala ya. Lo cukup pegang bagian belakang motornya aja," peringat Dafin langsung.

"Ih, siapa juga yang mau meluk."

"Bagus."

Namun senyum jahil Cindy mulai muncul. "Tapi ide yang menarik tuh. Mana tau bang Arjuno jadi baper sama gue."

"Tujuan lo bukan ngebaperin dia, tapi ngebuat dia cerita tentang kak Anita," kata Dafin dengan raut wajah datar, yang semakin membuat Cindy bersemangat untuk menggodanya.

"Ya kan sama aja. Kalau dia udah baper, dia pasti bakal percaya sama gue. Nah, habis itu dia bakal cerita semuanya deh."

"Gak. Gak boleh. Gak ada peluk-pelukan."

"Emang kenapa sih? Perasaan semuanya gak boleh. Capek gue sama lo." Cindy melayangkan tatapan sebal pada Dafin. Berbanding terbalik dengan Dafin yang menatap lurus padanya.

"Gue cemburu," kata Dafin yang berhasil membuat Cindy membeku sejenak.

Tak berapa lama kemudian Cindy mendesis kesal. "Ish! Iya, iya! Siapa juga yang mau meluk dia!"

...***...

Cindy dan Arjuno saat ini tengah berada di sebuah cafe yang letaknya tak terlalu jauh dari toko buku yang baru saja mereka kunjungi. Jam kini tepat menunjukkan pukul lima sore. Dan Dafin tentu saja sedari tadi sibuk bersembunyi di belakang dengan pakaian yang aneh agar tak dikenali, tapi itu malah membuatnya jadi pusat perhatian. Untungnya Arjuno sama sekali tak menaruh curiga. Sedangkan Cindy berusaha untuk tak peduli dengannya dan lebih memilih fokus memikirkan bagaimana membuat Arjuno menceritakan tentang Anita padanya hari ini juga.

"Makasih ya, Cin, udah mau nemenin gue," kata Arjuno sambil tersenyum ke arah Cindy.

Cindy membalas senyumannya. "Iyaa, aku juga makasih banget sama Bang Arjuno."

Namun senyum Arjuno memudar. Sorot matanya kali ini terlihat sendu. "Tapi sejujurnya... gue juga mau minta maaf karena beberapa waktu belakangan ini udah manfaatin lo untuk ngobatin rasa sakit gue."

Cindy menatapnya dengan wajah bingung. "Maksudnya, Bang?"

"Sebelumnya gue selalu pergi ke toko buku sama... Anita. Tapi setelah kejadian itu, rasanya gue gak sanggup untuk datang ke tempat-tempat yang sering kami berdua kunjungi. Kafe ini juga selalu jadi destinasi terakhir kami setelah dari toko buku," jelas Arjuno. "Gue sengaja ngajak lo karena gue pengen tau apakah gue bisa ngatasin rasa sakit gue. Dan... ya, kayaknya karena kehadiran lo, gue ngerasa lebih baik sekarang. Maaf ya kalau gue manfaatin lo gini, Cin."

Cindy mengangguk mengerti. "Oh iya, gak apa-apa kok. Bagian dari sakitnya kehilangan itu memang kenangannya. Bang Arjuno boleh manfaatin aku kalau emang itu bisa ngebuat Bang Arjuno jadi ngerasa lebih baik," kata Cindy dengan sengaja menggenggam tangan Arjuno untuk menyemangatinya. "Selain itu Bang Arjuno juga boleh kok cerita ataupun ungkapin perasaan Bang Arjuno selama ini ke aku biar perasaan Bang Arjuno jadi lebih lega."

Dafin yang jelas sekali melihat mereka berpegangan tangan tentu saja jadi menggeram. Ingatkan ia untuk mengocehi Cindy nanti.

Keadaan hening sejenak di antara mereka. Di dalam hatinya, Cindy sangat berharap Arjuno mau mengungkapkan perasaannya selama ini mengenai Anita. Atau setidaknya cerita sedikit lah tentang Anita dan apa yang sebenarnya terjadi pada hari itu.

"Gue sayang banget sama dia, Cin. Dia selalu punya cara untuk buat gue bahagia. Gue selalu ngejadiin dia sebagai rumah untuk gue bisa pulang dan merasa aman. Gue gak nyangka dia bakal ninggalin gue secepat ini. Dan sampai saat ini gue masih belum bisa nerima kenyataan kalau dia udah pergi," ujar Arjuno memulai ceritanya. Ia menatap lurus ke arah dinding belakang Cindy. Pikirannya tampak berkelana.

"Ehm, sorry motong. Tapi... bukannya Bang Arjuno dan Kak Anita udah lama putus ya?" Tanya Cindy untuk mengonfirmasi kebenaran tentang hal tersebut.

"Dua bulan sebelum dia meninggal, gue balikan sama dia. Walaupun gue sadar alasan dia mau balikan sama gue karena udah gak ada lagi orang di sampingnya, tapi gue gak peduli. Karena gue benar-benar sayang sama dia."

Ah, tebakan Cindy ternyata benar.

Arjuno sempat terdiam sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan, "Gue pertama kali pacaran sama dia waktu akhir semester kelas sepuluh. Sampe akhirnya pas akhir semester kelas sebelas, dia tiba-tiba mutusin gue. Setelah itu dia malah masuk ke dalam circle yang udah gue larang dari dulu karena menurut gue gak bagus untuk dia. Karena kesal, gue pun berusaha untuk gak peduli sama kehidupannya. Ditambah lagi dia juga udah punya pacar baru waktu itu."

Cindy langsung mengerti. Pacar baru itu pasti Angga.

Setelah menarik napas panjang, Arjuno kembali bercerita. "Tapi tiba-tiba, gak tau kenapa, dua bulan yang lalu dia datang ke gue dengan keadaan kacau dan depresi. Dia nangis berjam-jam di hadapan gue. Dan di situlah gue tau kalau semenjak putus dari gue, hidup dia berubah seratus delapan puluh derajat."

Raut wajah Arjuno seketika berubah menjadi marah. Seakan ada rasa benci yang besar, yang ingin sekali ia perlihatkan kepada Cindy.

"Gery, bajingan bangsat itu, maksa dia untuk ngelacur. Keadaan ekonomi orang tuanya waktu itu emang menurun drastis. Dan gue gak tau kenapa dia lebih milih minta bantuan Gery daripada gue ataupun orang lain yang dia kenal dengan baik sebelumnya. Kalau aja gue bisa bunuh si bajingan itu, gue pengen banget dia mati dalam keadaan membusuk. Karena dia, Anita jadi bunuh diri."

Cindy tampak terkejut saat mendengar hal itu. Berarti bisnis ilegal yang dikasih tahu oleh Farah memang benar adanya. "Terus Bang Arjuno ada ngomongin hal ini gak ke polisi?"

Arjuno menggeleng. "Gue ragu. Gue juga takut polisi gak percaya karena gue gak punya bukti sama sekali. Bekingan si bajingan itu lumayan kuat. Salah langkah, gue bisa dibuat jadi pelakunya."

"Terus waktu di hari kematian Kak Anita, Bang Arjuno dimana?" tanya Cindy. Arjuno sempat menatapnya dengan raut wajah bingung. Cindy yang sadar pun segera menjelaskan. "Soalnya aku sempat denger gitu kalau Bang Arjuno gak ikut waktu Kak Anita dimakamkan."

Arjuno terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan wajah yang tertunduk lemas," gue pergi keluar kota karena nenek gue juga meninggal."

"Ya ampun. Maaf, bang. Turut berduka cita." Seketika Cindy merasa agak bersalah karena sudah mencurigainya.

Arjuno tersenyum paksa. "Iya, gak apa-apa kok. Kayaknya gue butuh cuci muka. Gue pergi ke toilet dulu ya."

*Arjuno pun segera pergi menuju toilet yang letaknya tak jauh dari tempat duduk mereka. Tak sengaja Cindy melihat dompet dan handphone* Arjuno yang tergeletak di atas meja. Dan kebetulan sekali saat itu handphone Arjuno berbunyi. Terdapat satu buah notifikasi pesan di sana. Awalnya Cindy tak mau melihatnya. Namun hatinya malah berkata lain.

Setelah memastikan bahwa keadaan aman, Cindy pun akhirnya mengambil handphone Arjuno dan matanya langsung melotot saat membaca pesan yang masuk dari... Angga?

Angga

Jgn lupa buat seolah Gery yg jd pelakunya.

Terpopuler

Comments

yuiwnye

yuiwnye

wooo,,, konspirasi

2023-07-24

0

Bidadarinya Sajum Esbelfik

Bidadarinya Sajum Esbelfik

waaaahhhh

2022-09-01

1

senja

senja

dipoto gak ya chat Angga itu

2022-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!