Berhasil

"Gue sama Sania hari ini gak ada ngobrol sama sekali. Dia selalu nyuekin gue. Gue berasa ngomong sama patung."

Saat ini Cindy dan Dafin telah berada di bus. Tadinya Dafin mengajak Cindy untuk pulang naik motor bersamanya. Namun Cindy menolak. Alhasil mau tak mau Dafin lah yang ikut dengan Cindy. Padahal Cindy sudah melarangnya, tapi Dafin keras kepala. Alasannya ingin bertemu dengan Ciko untuk mabar sebentar.

"Mungkin dia lagi butuh waktu untuk berpikir," balas Dafin dengan tangan yang sedari tadi sibuk menjalin rambut panjang Cindy. Ia tak sadar kalau perlakuannya tersebut menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

Sedangkan Cindy sendiri tak peduli. Ia terlalu sibuk memikirkan Sania. "Kalau gue ada di posisi Sania, kayaknya gue lebih milih untuk ikut kerja sama. Biar gue bisa ngebuktiin kalau pacar gue bukan orang yang kayak gitu."

"Tapi kalau ternyata pacar lo memang orang yang kayak gitu, gimana?" Tanya Dafin yang langsung membuat Cindy tertohok. "Lo juga perlu siapin hati untuk nerima hal itu, Cin."

Cindy menghela napas pelan. Sepertinya ia memang tak berpikir panjang. "Iya juga sih. Pasti rasanya berat."

"Makanya, kasih waktu untuk Sania berpikir. Gue yakin dia pasti bisa ambil keputusan yang terbaik."

"Semoga aja iya."

Dafin tersenyum saat rambut Cindy telah terjalin rapi hingga membuat Cindy jadi semakin cantik.

"Makan ayam geprek depan komplek rumah lo yuk?" Ajak Dafin agar bisa lebih lama berduaan dengan Cindy.

"Tumben banget lo pengen makan pedes?" Cindy tahu bahwa Dafin paling anti dengan makanan pedas. Terakhir kali makan ayam geprek, ia bolak-balik ke toilet sepuluh kali dalam waktu satu jam.

"Gue ngidam dari satu menit yang lalu."

"Hmm... mau gak yaaa." Cindy pura-pura berpikir, menimang-nimang apakah ia harus menyetujui ajakan Dafin.

"Mau donggg."

"Iya deh. Tapi lo harus pesen yang 100 cabe ya."

Dafin langsung menatapnya datar. "Lo mau buat gue muntaber?"

Cindy tertawa. "Haduh, cupu banget sih. Masa gitu doang langsung muntaber. Harusnya orang cupu gak usah sok sokan mau makan ayam geprek," ejeknya.

Tak berapa lama kemudian bus yang mereka naiki berhenti di halte dekat rumah Cindy. Mereka pun turun dari sana dan harus berjalan sekitar lima menit ke resto ayam geprek. Namun karena Cindy berjalan duluan, secara tak sengaja Dafin melihat sebuah bercak di rok belakang Cindy. Ia pun segera membuka jaketnya untuk menutupi bagian tersebut.

"Kenapa?" Tanya Cindy kebingungan.

"Eee... apa tuh namanya? Itu..." Dafin ikut bingung harus menjelaskannya bagaimana. Untungnya Cindy langsung mengerti.

"Bocor?!"

"Hah? Bocor?" Dafin tentu tak mengerti apa maksud Cindy.

"Gue pulang duluan deh ya!" Cindy pun segera mengeratkan jaket yang diberikan oleh Dafin lalu berlari dengan cepat menuju rumahnya, meninggalkan Dafin yang seketika tak tahu harus berbuat apa.

...***...

"Kok banyak banget?" Tanya Cindy ketika dirinya telah selesai mandi dan pergi keluar kamar, menuju ruang meja makan karena mendengar suara Dafin dan Ciko berbincang. Di atas meja saat ini terdapat lima buah bungkus ayam geprek.

"Ya habisnya tadi bingung mau beli berapa. Sekalian aja gue beli segini, takut kurang."

Cindy menghela napas. "Terus kenapa belum makan?"

Dafin menyengir. "Nungguin lo."

Sedangkan Ciko yang duduk di hadapan Dafin sudah lebih dulu menikmati ayam geprek tersebut. Cindy pun akhirnya memilih duduk di sebelah Dafin.

"Cepet makan terus pulang. Udah mau maghrib soalnya. Motor lo juga masih di sekolah kan?"

Dafin membuka bungkusan ayam geprek yang barusan diberikan oleh Cindy. "Gue udah minta pak Aryo untuk ambil."

"Terus ntar lo minta jemput ke sini?"

"Gak tau. Liat nanti."

Cindy menyerah menghadapi Dafin. Ia sudah tak punya tenaga lagi untuk mengocehinya. Tak berapa lama kemudian Cindy baru sadar bahwa sedari tadi ia tak melihat orang tuanya. Ia pun bertanya pada Ciko.

"Mama papa mana, Cok?"

"Pergi nginep rumah nenek," jawab Ciko.

"Lah? Kok kita gak diajak?" Tanya Cindy lagi dengan heran.

"Gue sih sengaja gak ikut soalnya besok ada ulangan. Kalau lo gak diajak karena harus nemenin gue di rumah."

Cindy menatap sengit ke arah Ciko. "Ish! Awas aja kalau habis ini lo malah mabar sama Dapin. Gue aduin ke mama."

"Idih, tukang ngadu. Kek anak kecil aja. Padahal udah tua juga," cibir Ciko yang berhasil memancing emosi Cindy karena Cindy tampaknya sedang sensitif.

"Apa lo bilang?!"

Sebelum terjadinya perang ketiga, Dafin pun segera melerai mereka. "Sssstt! Ayo makan dengan tenang."

"Benci gue sama lo," kata Cindy dengan perasaan dongkol kepada Ciko.

"Lo kira gue enggak? Gue malah lebih benci sama lo," balas Ciko tak mau kalah.

Cindy fokus pada bungkus ayam geprek yang baru saja ia buka karena sama sekali tak mau melihat Ciko. "Oh ya? Gue gak nanya tuh."

"Gue juga gak jawab tuh."

Cindy yang tak tahan lagi pun melotot pada Ciko sambil melemparkan selada ke arahnya. "Diem lo!"

"Lo yang diem!" Ciko tadinya ingin melemparkan selada juga kepada Cindy. Tapi karena tatapan tajam Dafin, ia langsung mengurungkan niatnya.

"Gak usah ngomong sama gue!" Seru Cindy semakin emosi.

"Siapa juga yang ngomong sama lo?!"

"Cindy." Dafin berusaha menenangkan Cindy. "Ciko." Dan juga Ciko.

"Apa?!" Namun mereka berdua malah membalas Dafin dengan bentakan.

Ya. Tak ada yang bisa menghentikan pertengkaran mereka. Seharusnya Dafin diam saja.

...***...

"Bang Arjuno udah ada nge-chat lo belum?" Tanya Dafin dengan keringat yang bercucuran dan lidah yang sudah hampir mati rasa. Saat ini ia dihukum oleh Cindy untuk menghabiskan ayam geprek yang tersisa. Karena kesalahannya sendiri, mau tak mau ia pun terpaksa melakukannya.

Cindy menggeleng dengan mata yang fokus menatap layar televisi.

"Bantuin kek, Cin," pinta Dafin yang terlihat tak kuat lagi.

"Gak ah. Udah muak gue sama ayam geprek," tolak Cindy mentah-mentah. "Lo kapan mau pulang? Udah jam setengah sembilan lho."

"Ngusir ceritanya?"

"Yaaa enggak. Gue capek, pengen tiduran di kamar."

"Yaudah sana, istirahat di kamar."

"Gak mungkin lo gue tinggal."

"Gue nginep di sini ya?"

Cindy langsung menggeleng tak setuju. "Gak gak gak gak. Lo gak bawa baju ke sini. Besok juga masih sekolah."

"Besok pagi gue minta pak Aryo untuk bawain baju." Namun tampaknya Dafin masih punya seribu alasan.

"Gak. Kasian Pak Aryo lo repotin mulu."

"Gak apa-apa. Lagian gue juga udah minta izinin kok sama orang tua lo."

"Terus mereka bolehin?"

Dafin pun menunjukkan chat-nya dengan Ayah Cindy. Karena beberapa kali datang ke rumah dengan alasan ingin mabar dengan Ciko, membuat Dafin jadi cukup dekat dengan orang tua mereka. Selain itu, sebelumnya ia juga pernah dua kali menginap di sini.

"Yaudah serah lo deh." Cindy sudah tak punya minat untuk melarang ataupun menolaknya. Ia benar-benar ngantuk sekarang.

"Yessss."

"Habis ini lo pergi ke kamar Ciko atau kalau gak ke kamar tamu aja, tapi beresin sendiri ya. Gue udah ngantuk, pengen tidur." Cindy pun berdiri. Matanya kini sudah 5 watt.

*"Oke. Good night*, Cindy. Have a nice dream," ujar Dafin sambil tersenyum manis. Berbanding terbalik dengan Cindy yang membalasnya dengan raut wajah malas.

"Iyaa dahh."

Cindy langsung berjalan ke kamarnya. Namun sebelum itu, ia menggosok giginya terlebih dahulu dan mencuci muka. Tak lupa ia memakai skincare-nya. Setelah itu barulah ia baring di kasurnya.

*Rasanya baru saja terlelap beberapa menit, tiba-tiba Cindy dikejutkan dengan suara dentingan handphone*-nya. Dengan raut wajah kantuk, ia melihat layar handphone-nya yang dimana terdapat sebuah notifikasi di sana. Matanya seketika melotot ketika melihat nama pengirim pesan tersebut.

Dengan cepat Cindy beranjak dari kasurnya untuk pergi keluar kamar. Langkahnya tergesa-gesa menuju kamar Ciko. Ia mengetuk pintu dengan cukup keras.

"DAPINNN! BUKAAA!"

Bukan Dafin, malah wajah menyebalkan Ciko yang menyambutnya. "Apaan sih?!"

"Dapin mana?"

"Di sebelah."

Tanpa basa-basi Cindy langsung pergi ke kamar tamu lalu langsung membuka pintunya yang tak terkunci. "DAPINNNNN!!"

Tampak Dafin yang baru saja selesai mandi sedang tergesa-gesa memakai kaos yang dipinjamnya dari Ciko. Untung saja ia sudah memakai celananya.

"Anjir, Cindy! Ketok dulu baru buka!" Protes Dafin langsung. Tapi tampaknya Cindy sama sekali tak peduli akan hal itu. Ia pun akhirnya bertanya, "Kenapa?"

"Bang Arjuno nge-chat gue!!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!