Dia

"Gue sayang banget sama dia. Dia selalu punya cara untuk buat gue bahagia. Gue selalu ngejadiin dia sebagai rumah untuk gue bisa pulang dan merasa aman. Gue gak nyangka dia bakal ninggalin gue secepat ini. Dan sampai saat ini gue masih belum bisa nerima kenyataan kalau dia udah pergi."

"...tiba-tiba, gak tau kenapa, empat bulan yang lalu dia datang ke gue dengan keadaan kacau dan depresi. Dia nangis berjam-jam di hadapan gue. Dan di situlah gue tau kalau semenjak putus dari gue, hidup dia berubah seratus delapan puluh derajat."

"Gery, bajingan bangsat itu, maksa dia untuk ngelacur. Keadaan ekonomi orang tuanya waktu itu emang menurun drastis. Dan gue gak tau kenapa dia lebih milih minta bantuan Gery daripada gue ataupun orang lain yang dia kenal dengan baik sebelumnya. Kalau aja gue bisa bunuh si bajingan itu, gue pengen banget dia mati dalam keadaan membusuk. Karena dia, Anita jadi bunuh diri."

"Gue ragu. Gue juga takut polisi gak percaya karena gue gak punya bukti sama sekali. Bekingan si bajingan itu lumayan kuat. Salah langkah, gue bisa dibuat jadi pelakunya."

"Gue pergi keluar kota karena nenek gue juga meninggal."

Entah untuk yang ke berapa kalinya, Cindy mendengar memo suara Arjuno yang diam-diam ia rekam pada waktu itu dengan harapan dirinya yang pelupa ini bisa mendapatkan sebuah petunjuk. Karena mana tahu Arjuno tanpa sengaja keceplosan sesuatu yang akan membawanya menemukan jawaban dari semua pertanyaan yang kini memenuhi pikirannya.

Bahkan saking niatnya, Cindy sampai mendengarkan rekaman suara tersebut ketika ia sedang buang air besar, seperti sekarang ini.

Sambil mengedan, Cindy kembali mengulang rekaman suara tersebut.

"Gery, bajingan bangsat itu, maksa dia untuk ngelacur. Keadaan ekonomi orang tuanya waktu itu emang menurun drastis. Dan gue gak tau kenapa dia lebih milih minta bantuan Gery daripada gue ataupun orang lain yang dia kenal dengan baik sebelumnya. Kalau aja gue bisa bunuh si bajingan itu, gue pengen banget dia mati dalam keadaan membusuk. Karena dia, Anita jadi bunuh diri."

Cindy seketika mengernyitkan alisnya. Ia pun memundurkan rekaman suara tersebut untuk memastikan satu hal.

"...dia selalu punya cara untuk buat gue bahagia. Gue selalu ngejadiin dia sebagai rumah untuk gue bisa pulang dan merasa aman. Gue gak nyangka dia bakal ninggalin gue secepat ini. Dan sampai saat ini gue masih belum bisa nerima kenyataan kalau dia udah pergi."

Cindy terdiam sejenak dengan otak yang terus berpikir. Ia buru-buru menyelesaikan kegiatannya lalu keluar dari kamar mandi. Setelah itu ia duduk di atas kasurnya dengan rekaman suara yang masih menyala. Tak berapa lama kemudian ia menekan tombol pause.

"Kenapa Bang Arjuno selalu nyebut kak Anita dengan sebutan 'dia'?" Tanya Cindy kepada dirinya sendiri dengan raut wajah bingung.

Tiba-tiba handphone yang ia pegang bergetar. Terdapat nama Dafin di sana. Cindy pun langsung mengangkatnya.

"Pin, ini emang beneran aneh atau guenya aja yang lebay?" Cindy langsung bertanya sebelum Dafin sempat menyapanya.

"Hah? Aneh apaan?"

"Gue kan dari tadi ngedengerin rekaman suara Bang Arjuno, terus—"

"Kenapa? Lo kangen ama dia?" Dafin memotong dengan nada malas.

"Ish! Enggak! Denger dulu!" Seru Cindy seketika merasa sebal.

"Ya udah, apa?"

Cindy berdecak. "Males ah! Udah gak mood."

"Kok gak mood? Ayo dong ceritaaa, Cindoyy."

"Makanya kalau gue lagi ngomong jangan dipotong," kata Cindy yang sudah terlanjur kesal.

"Iyaa iyaa, maaf yaa."

Cindy menghela napas sejenak untuk meredam kekesalannya. "Gue kan dari tadi ngedengerin rekaman suara Bang Arjuno, terus lama-lama gue ngerasa ada yang aneh. Soalnya selama nyeritain tentang Kak Anita, Bang Arjuno kayaknya cuma sekali atau dua kali doang nyebut nama Kak Anita. Selebihnya selalu pake kata 'dia'."

"Terus? Anehnya dimana?"

"Ya aneh aja gitu. Berasa kayak Kak Anita tuh orang asing. Atau cuma guenya aja ya yang berlebihan?"

"Hm... coba kirim ke gue rekamannya."

"Bentar." Cindy pun membagikan rekaman suara tersebut kepada Dafin. "Udah tuh."

"Gue dengerin dulu ya."

Sembari menunggu Dafin, Cindy memutuskan untuk memakai skincare-nya karena jam saat ini telah menunjukkan pukul sembilan dan ia sudah mengantuk, ingin cepat-cepat tidur. Sepertinya gara-gara buang air besar diselingi dengan berpikir keras membuat tenaganya jadi terbuang banyak.

"Iya juga ya. Entah gara-gara sugesti dari lo atau ini emang aneh. Dari rekaman yang lo kirim, Bang Arjuno cuma sekali doang nyebut nama kak Anita."

"Iya kan? Kira-kira kenapa ya? Ini hal yang wajar atau enggak sih?"

"Gatau...."

Cindy menghela napas sejenak, menatap kaca, terdiam dengan pikiran yang kembali bekerja keras.

"Tapi lo masih ada chat-an sama Bang Arjuno?" Tanya Dafin setelah keheningan menemani mereka cukup lama.

"Enggak. Gue udah gak terlalu nanggepin dia. Chat terakhir dari dia pun cuma gue read doang."

"Bagus."

Setelah mengaplikasikan semua skincare, Cindy pun kembali ke tempat tidurnya.

"Lo gimana sama Bang Gery?" Cindy berbalik tanya.

"Gak tau."

"Kok gak tau sih, Pinnn?" Protes Cindy langsung.

"Gue bingung, Cin, mau deketinnya pake cara apa."

"Ya pake uang lah. Kan dia paling mudah disogok."

"Gue takut dia malah curiga. Soalnya gue kan keliatan banget ogah-ogahan pas dipalak sama dia. Masa iya gue tiba-tiba ngasih dia uang."

"Ya tetep ada caranya lah, Dapinnn. Gak mungkin juga lo tiba-tiba ngasih dia uang gitu aja. Emangnya lo lagi ikut acara uang kaget apa?"

"Nah, caranya itu gimana?"

"Udah seminggu masa lo masih belum bisa nyari cara?"

"Kasih gue waktu seminggu lagi deh."

"Gak. Pokoknya lusa lo harus mulai dekat sama bang Gery."

"Tega lo sama gue, Cin? Mau lo liat gue babak belur?" Dafin memulai dramanya.

"Ish! Jangan pikiran negatif dulu. Ntar kalau lo luka-luka, gue deh yang obatin."

"Lo pengen gue luka-luka?"

"Ya enggaklah, Dapinnn."

Terdengar helaan napas berat dari sebrang sana.

"Yang semangat dong."

"Hm."

"Nanti, kalau kita udah nemu siapa pelakunya, gue bakal ajak lo nge-date deh."

"Serius?!" Nada suara Dafin seketika berubah.

Cindy berusaha menahan tawanya. Walaupun ia tak bisa melihat raut wajah Dafin sekarang, tapi ia yakin Dafin pasti terlihat sangat bersemangat.

"Dua rius untuk lo."

"Ulang! Ulang! Gue mau rekam!" Dafin meminta dengan heboh.

"Untuk Dapin tercinta, nanti kalau kita udah nemu siapa pelakunya, ayo kita pergi nge-date berdua."

"YES!"

Cindy tak bisa lagi menahan tawanya saat mendengar sorakan Dafin barusan. "Giliran gitu aja baru semangat lo."

"Oiya dong! Kalau perlu gue deketin Bang Gery malam ini juga!"

"Bener ya?"

"Gak gak gak. Besok aja deh hehehe. Malam ini gue mau telfonan sama lo."

"Yah tapi gimana ya? Sorry banget. Gue udah ngantuk nih. Mau tidur. Babayyyy."

Cindy langsung mematikan telepon begitu saja agar ia tak bisa mendengar cerewetnya Dafin lagi. Tak berapa lama kemudian ia mendapatkan pesan dari laki-laki yang berhasil membuatnya sedikit lupa dengan beban pikirannya tadi.

Dafin

Jahat lo

Cindy

Oh? Gue jahat nih?

Dafin

Gak ada ngancem-ngancem ya. Gue udah rekam!

Cindy

Wkwkwk

Dafin

Lo pengen nikah pake adat apa Cin?

Cindy

Gue cuma ngajak ngedate woi!! Bukan ngajak nikah!!

Dafin

Ya mana tau habis ngedate kita langsung kawin. Eh, nikah maksudnya hehe

Cindy tertawa geli saat membaca pesan tersebut. Namun ia memilih untuk tak lagi menanggapinya. Dengan cepat ia berbaring di kasurnya lalu tertidur dengan harapan mimpi indah.

Mimpi nikah dengan Dafin, mungkin?

Terpopuler

Comments

yuiwnye

yuiwnye

keren nih ceritanya Thor 👍🏼👍🏼

2023-07-24

0

Lina Sandi

Lina Sandi

ketawa sendiri gw baca chat cindy dan dafin😂

2022-03-04

1

Adinda

Adinda

hehe lucu mereka berdua

2022-03-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!