Hari minggu pagi mobil jemputan sudah terparkir di depan rumah nenek Eti.
"Assalamu alaikum bu Eti"
"Wa alaikum salam Karim, kau sudah datang, kenapa pagi-pagi sekali?"
"Perintah dari pak Salman bu, saya harus melayani Yayan dan Ditha mulai hari ini."
"Mulai hari ini? Maksudnya tiap hari?"
"Iya bu, setiap kali anak-anak membutuhkan mobil untuk kegiatan mereka, mereka boleh panggil saya, saya hanya ikut perintah saja."
"Ya sudah kau masuklah dulu, aku buatkan minum."
"Maaf, tidak bu, saya sudah minum tadi, saya tunggu di luar saja."
"Oh ya sudah, aku panggilkan Ditha."
"Iya bu, tidak usah terburu-buru."
Nenek Eti pun masuk ke dalam rumah tanpa menutup pintu karena menghargai mang Karim yang ada di luar rumah.
"Tha...."
"Ya nek?"
"Ada Karim di depan, hendak menjemputmu."
"Pagi sekali nek."
"Entah, katanya di suruh melayani kalian mulai hari ini."
"Ada yang aneh gak nek?"
"Pastinya aneh, ya sudah lah nenek malas berdebat dengan ibumu nanti."
"Ditha di suruh ibu ke sana jam 10 nek, sekarang Ditha harus menyelesaikan orderan dulu."
"Iya, kau lanjutkan saja kerjaanmu."
"Iya nek."
Ditha pun melanjutkan kerjaannya, iapun tak lupa mengirimkan pesan lewat aplikasi hijau kepada kakaknya Yayan. Dan di balas oleh Yayan, sesuai jam yang di suruh ibunya saja.
10 menit sebelum jam 10 Ditha sudah siap, duduk di depan rumah nenek menemani mang Karim sambil menunggu kedatangan Yayan dan Fitri.
Tak lama datang lah Yayan dan Fitri.
"Assalamu alaikum sudah siap Tha?"
"Wa alaikum salam, sudah dari tadi kak, kak Fitri ikut juga?"
"Iya, Fitri aku ajak, kalau dia tidak ikut akupun tak akan pergi."
"Baiklah, ayo mang."
"Baik, kalian tinggal terpisah Yan? mamang kira masih di sini, tau tadi mamang jemput saja." Kata mang Karim sambil menghela nafas karena Fitri ikut serta padahal ia di suruh hanya menjemput Yayan dan Ditha tanpa Fitri.
'Bagaimana ini?' bathin Mang Karim.
Tak mau memikirkannya mang Karim pun menjalan mobil setelah Yayan, Fitri dan Ditha masuk mobil.
Tak lama mobilpun sampai di rumah pak Salman dan di sambut oleh bu Silma.
Yayan dan Ditha turum dari mobil dan di ikuti Fitri. Yayan menggandeng tangan Fitri berjalan menerima sambutan bu Silma. dan di sambut dengan tatapan sinis bu Silma pada mang Karim.
Yayan dan Fitri paham atas sikap ibunya, tapi karena Yayan ingin agar orang tuanya menghargai statusnya maka mereka harus menerima kalau Fitri akan berada di sampingnya setiap saat.
Entah bagaimana nanti bu Silma mencari alasan di depan suaminya.
Bu Silma pun mengajak anak-anaknya ke dalam rumah, dan menyuruh mereka duduk di sofa ruang tamu, Bu Silma masuk keruang kerja suaminya untuk memberitahu bahwa anak-anak telah tiba.
Pak Salman pun keluar bersama bu Silma dan menemui anak-anak, begitu melihat Fitri ia pun memperlihatkan sikap yang sama seperti bu Silma tadi.
Tapi ia tak peduli, anak-anak harus mendengarkan dan menerima apapun keputusannya, walaupun dengan cara harus mengancam.
"Kalian sudah datang, aku masu bicara hal penting." pak Salman jeda sebentar sambil memperhatikan sikap anak-anak.
"Baiklah dengar baik-baik, aku dan keluarga serta ibu kalian sudah sepakat, ini adalah tradisi keluarga jadi tidak bisa di bantah atau pun di tentang, sebagai anak yang kelak mewarisi semua yang kami punya, kalian harus menurutinya, kami tidak mau harta jatuh pada orang di luar dari keluarga, lagipula pernikahan saudara sepupuan itu di perbolehkan." ucap pak Salman, ia jeda lagi sambil memperhatikan anak-anak yang tampak gelisah saling pandang satu sama lain.
Bu Silma yang merasa tidak di ajak berunding oleh suaminya hanya mengkerutkan keningnya, tapi tal ingin suaminya jatuh wibawa maka dia diam saja.
"Hhmmmm, kalian sudah dewasa, dari apa yang aku katakan tadi harusnya kalian paham."
"Sepupuku Rinto meminta Ditha untuk menjadi isteri Lando anaknya, dan kau Yayan di minta kakakku Sabri untuk menikah dengan Asti." lanjut pak Salman.
"Apaa! Apa-apan ini om, aku sudah beristeri tidak mung....."
"Apanya yang tidak mungkin?? Salahmu menikah tidak memberi kabar!!" bentak bu Silma.
"Aku tadi sudah katakan kalau kesepakatan keluarga tidak bisa di tentang!" tambah pak Salman.
Fitri dan Ditha kaget san mulai terisak sambil menutup mulut mereka dengan tangan, Fitri menangis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yaaan...."bisik Fitri sambil terisak.
Yayan memegang erat tangan Fitri, dan menganggukkan kepala pada Fitri menyuruhnya untuk tenang.
"Apa hanya itu yang ingin kalian bicarakan? kalau tidak ada lagi kami pamit pulang." tukas Yayan sambil berdiri dan menarik tangan Fitri, dan memberi kode pada Ditha.
"Ingat kalian harus menuruti, tidak boleh membantah!!" kata pak Salman sambil berdiri dan di ikuti anggukan oleh bu Silma.
"Kau Fitri bila tak mau di madu lebih baik pisah saja dengan Yayan, kalian menikah tanpa izin ku jadi aku tidak menerima kau sebagai menantu ku." tambah bu Silma.
Mendengus nafas kasar Yayan mendengar kata-kata ibunya, tanpa salam ia, isteri dan adiknya melangkah keluar rumah.
Di luar mang Karim tersentak karena ketiga anak-anak itu cepat sekali keluar dan ingin pulang, padahal harusnya pulang setelah makan siang.
Di dalam mobil tak ada pembicaraan apapun, yang terdengar hanya isak tangis Fitri dan Ditha sambil berpegangan tangan. Sampai mobilpun tiba di rumah nenek, Ditha dan kakak-kakaknya turun tanpa mengucapkan apapun pada mang Karim, mang Karim hanya menghela nafas dan melajukan mobil kembali ke rumah majikannya.
'Kasihan mereka tak berhenti jadi korban Salman, Yandi bila kau lihat anak-anakmu, bantulah mereka dari sana' bathin mang Karim.
"Assalamu alaikum." kata Ditha sambil masuk ke dalam rumah nenek dan langsung duduk lemas di kursi tamu.
"Wa alaikum salam cepat sekali kalian kembali."
Tanpa menjawab Ditha dan Fitri menangis semakin menjadi.
"Apa yang nenek bicarakan minggu lalu ternyata benar nek, keluarga mereka merencanakan perjodohan antar sepupu, dan anehnya langsung Ditha dan aku, om Salman bahkan tidak peduli kalau aku sudah menikah."
"Astagfirullaaaaah, lantas bagaimana kamu Yan?"
"Aku belum jawab apapun nek, tadi cuma beri sikap kalau aku tidak terima itu saja, percuma meladeni mereka dengan kata-kata."
'Ya itu sifat almarhum ayahnya persis' bathin nenek. Almarhum Yandi dulu juga tak suka banyak bicara, apalagi kalau di ajak debat Yandi paling tidak suka.
'Jangan sampai Yayan mengulang kejadian dengan Salman, entah apa yang mereka lakukan waktu itu karena terjadi debat di depan rumah Yandi, pertengkaran antara teman Yandi dan Salman, Yandi juga hanya menonton saja tanpa ikut terlibat berdebat' bathin nenek Eti.
Ketika terjadi kecelakaan itu rumah Yandi terpaksa di jual untuk mengganti rugi mobil yang hancur saat kecelakaan. Anehnya pak Salman seperti tidak ikut bersedih setelah kematian kedua sahabatnya.
"Nenek ada pandangan kami harus bagaimana?"tanya Yayan tak tega melihat isteri dan adiknya.
"Hhh, setiap perjuangan itu harus ada pengorbanan Yan, biarlah nenek yang berkorban, kalian pergilah dari desa ini sejauh-jauhnya."
"Apa ?? tidak nek !!" sahut Ditha dan Yayan serentak.
"Tidak nek biar Fitri saja yang mengalah, jangan sampai keluarga jadi terpecah hanya karena Fitri tak mau di madu."isak Fitri.
"Tidak kak, Ditha saja, kakak berdua pergilah yang jauh, Ditha di sini saja menemani nenek."
Yayan tak sanggup berkata lagi.
"Apa kata esok saja Tha, sholat istiharah dulu, semoga Allah memberi jalan keluar, kalaupun kamu harus menerima perjodohan itu, semoga dia jodoh yang baik."
"Iya nek, aaamiiiin." sesak nafas Ditha memikirkan ini tapi apa boleh buat semua ia pasrahkan pada Tuhan saja.
Yayan dan Fitripun pamit pulang, setibanya di rumah Fitri masuk dapur dan memasak untuk makan siang mereka, sedang Yayan duduk di kursi ruang makan sambil termenung menopangkan kedua tangan kekepalanya.
Selesai memasak, makanan langsung di hidangkan oleh Fitri dan mereka pun bersantap siang tanpa berbicara apapun, memaksakan selera makan demi kesehatan agar bisa berfikir mencari jalan keluar.
Nb
mohon krisannya yaaaah....
terimakasiih..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Ruk Mini
sedikit jumawa sih.. ngapain g bisa nentang kn bukan kel y
2024-11-07
0