Dua kali Ditha menghubungi kakaknya tidak ada respon akhirnya Ditha mengirim pesan di aplikasi hijau, pesan yang berisi bahwa ibu mereka ingin mengajak mereka berbicara.
45 menit setelah pesan terkirim, Yayan membuka gawainya dengan geram ia membaca pesan dari adiknya. Siapa sangka ibunya masih ingat pada anak-anaknya pasti ada maunya sampai mencari mereka berdua.
Karena pekerjaan bersih-bersih sudah selesai dan nanti malam giliran dia yang jaga malam di desanya sebagai hansip, maka ia bisa pulang duluan untuk bersiap-siap.
Sebelum pulang Yayan singgah di TK tempat isterinya mengajar yang letaknya bersebelahan dengan kantor desa, ia ingin mengajak isterinya pulang dan menemui ibunya karena sejak menikah belum ia perkenalkan sama sekali.
Kebetulan jam mengajar isterinya sudah selesai, anak-anak juga sudah pulang, Fitri melihat Yayan menjemputnya. Langsung saja ia pamit kepada kepala TK untuk pulang terlebih dahulu.
Dengan berjalan kaki Yayan dan Fitri tiba di rumah nenek kurang lebih 10 menit saja.
"Assalamu alaikum.." ucap Yayan dan Fitri serempak.
"Wa alaikum salam, sudah pulang kak? "
"Iya Tha " jawab Fitri. " Kakak ke sebelah dulu ganti baju ya Tha. " Karena mereka tidak melihat sang ibu ada di ruang tamu, entah kemana mereka tidak bertanya pada Ditha.
Begitu melangkah keluar rumah Ditha mencegah mereka.
"Ka... ibu menunggu di kamar ku. "
"Ya sudah kami ganti baju dulu, gerah sekali. " kata Yayan sambil melangkahkan kaki keluar rumah neneknya.
Setelah berganti pakaian Yayan tidak langsung kembali ke rumah neneknya, karena masih lelah dia rebahan dulu sambil mempersiapkan diri karena harus begadang menjaga desa malam nanti, tak terasa ia pun ketiduran.
Sedangkan Fitri seperti biasa masuk ke dapur di rumah nenek menyiapkan masakan untuk makan siang mereka.
1 jam berlalu karena kakaknya tidak jua muncul, Ditha menyusul Fitri ke dapur.
"Kak....kak Yayan mana? Ditunggu ibu tuh.."
"Ketiduran paling dik, kakakmu kan ronda nanti malam, jadi persiapan tenaga juga dia. "
"Ooh iya ka, trus gimana dengan ibu ?"
Tanpa di sadari Yayan sudah berada di belakang Ditha.
"Biar ibu menunggu lah Ditha, sejam dua jam juga gak pa-pa kan, kita menunggu ibu sadar itu bertahun-tahun Tha. " ucap Yayan agak berat sebenarnya dia untuk bertemu dengan ibunya.
"Gak gitu kak... biar cepat tau apa yang masu di bicarakan dan cepat juga ibu kembali pada suaminya ." sahut Ditha masih tidak mau menyebut suami ibunya dengan panggilan ayah. Salah siapa hanya mau sama ibunya tapi tak mau sama anak-anaknya.
"Wah bener juga kamu Tha, ayo lah ke ruang tamu, kamu harus ikut Fit. " lanjut Yayan.
"Iya...iya..." kata Fitri.
Di ruang tamu bu Silma sudah duduk di kursi ruang tamu sambil minum teh buatan Ditha.
Fitri langsung menyalami dan mencium tangan ibu mertuanya, bu Silma menyambut dengan dingun tangan Fitri, begitu melihat Yayan bu Silma ingin menyentuh Yayan, tapi Yayan langsung duduk di depannya tanpa bicara apapun.
Sedikit tersilet hati bu Silma melihat kelakuan Yayan, sehingga ia menarik nafas panjang.
"Ibu mau bicara dengan kalian." kata bu Silma setelah Ditha ikut duduk juga.
"Bulan depan ada pertemuan keluarga ayah kalian, ayah kalian mengajak kalian untuk hadir juga, besok luangkan waktu kalian, kita ke rumah jeng Laila untuk mengukur badan kalian mau di bikinkan baju agar serasi satu keluarga di acara pertemuan itu, besok ibu jemput kalian ya ."
Ayah yang mana yang ibu maksud, ayah kami sudah tiada ." kata Yayan dingin.
"Yayan !! pak Salman suami ibu maka beliau ya ayah kalian !!" bentak bu Silma.
"Apa arti seorang ayah, ibu? Hanya status saja kah ? sudah berperan sebagai ayah? huuh.. yang ada pak Salman merampas ibu dari kami ." Tekan Yayan tegas.
"Yayan ibu mohon, mungkin setelah ini ayah kalian sadar atas adanya anak-anak ibu."
"Berhenti menyebut dia ayah kami bu !!" ucap Yayan lagi sambil berdiri hendak meninggalkan ruang tamu.
"Yaaaan.... tolong mengalah lah naak.."
"Lihat nanti bu.. Yayan mau istirahat persiapan ronda malam, Yayan harus kerja demi bisa hidup ." ucap Yayan sambil melangkah pergi keluar rumah neneknya.
Sreeeeet...kembali seperti ada pisau silet tertoreh di hati bu Silma.
Selama ini dia bergelimang harta sedang anak-anaknya harus pontang panting demi hidup, walau ada nenek mereka yang merawatnya tetap saja hidup mereka pas-pasan.
Fitri hanya diam melihat kelakuan suaminya, dia ikut berdiri dan kembali menyalami dan mencium tangan ibu mertuanya dan pamit mengikuti suaminya.
"Ditha, ibu mohon bujuk kakakmu ya, besok ibu jemput kalian ."kata bu Silma pada Ditha yang diam saja melihat semuanya.
Ditha hanya mengangguk saja tak ingin menambah masalah.
"Ya sudah ibu pulang, nenekmu masih tidur rupanya, sampaikan pamit ibu ya ." ucap bu Silma sambil mengeluarkan dua amplop berisi uang dan menyerahkannya pada Ditha.
"Ini untuk pegangan kamu Ditha, yang satu untuk kakakmu."
"Maaf bu Ditha tidak bisa menerimanya, ibu bawa kembali uang itu ."tolak Ditha.
"Ibu sudah niatkan memberi kalian nak, terimalah ."kata bu Silma sambil menaruh amplop itu di atas meja dan kemudian berjalan keluar rumah.
"Ibu pamit, Assalamu alaikum."
"Wa alaikum salam." balas Ditha sambil menghela nafas.
Amplop itu dia biarkan saja di atas meja, tak ada niat menyimpan dahulu amplop itu, menyentuhnya pun dia enggan.
****
"Amplop apa itu Ditha ?"
"Amplop dari ibu nek, kata ibu itu uang untuk Ditha dan kak Yayan nek ."
" lho kok tidak kamu simpan dan berikan pada kakakmu?
Tak ingin berdebat Ditha mengambil amplop itu dan menyimpannya di laci mesin jahitnya, satu lagi ia bawa ke tempat kakaknya di sebelah rumah neneknya.
"Kak ini amplop dari ibu, terimalah ."
"Apaan itu ? Uang ?"
"Iya kak... ada dua amplop untuk aku dan kakak ."
"Ck.....hufff, gini ini sengaja supaya kita hutang budi , taruh di atas kota itu Tha." kata Yayan sambil menunjuk kotak peralatan almarhum kakeknya.
"Kak besok ibu akan menjemput kita ...."
"Mau di ajak kemana ?" potong Yayan.
"Di ajak ke rumah bu Laila , ibu mau pesankan baju untuk kita."
"Ah untuk apa, besok aku banyak kerjaan."
"Kak..bukannya malam ini kakak jaga malam, besok berarti kakak libur kan?
"Iya libur untuk hansipnya, untuk cleaning servisnya enggak, kamu lupa sebentar lagi ada acara selametan bersih desa ?"
"Oh iya kak, trus bagaimana bila ibu menjemput kak?"
"Gini aja dik, kamu bawa baju kakakmu biar di pakai buat contoh ukuran ." sahut Fitri.
"Iya deh kak, bener juga...terus kak Fitri bisa ikutkan?"
"Kamu gak lihat reaksi ibu pada kak Fitri tadi Tha ?" tanya Yayan. "Memang ibu ngajak kak Fitri?" lanjut Yayan.
"Enggak sih kak, ya gak pa-pa buat jaga-jaga kak, apa pakai ukuran badanku saja kan kak Fitri hampir sama besar badannya dengan ku."
"Yah kamu atur lah, daripada Fitri nanti di sana malah di bikin malu sama ibu." ujar Yayan.
"Iya kak, ya sudah kak, Ditha mau lanjutkan menjahit lagi." kata Ditha sambil keluar ruangan kakaknya dan masuk kembali ke rumah nenek.
***
Keesokan harinya, sesuai janji bu Silma datang kembali ke rumah orang tuanya.
"Assalamu alaikum." panggil bu Silma sambil mengetuk pintu.
"Wa alaikum salam ." sahut nenek Eti.
"Kau Silma...masuk lah."
"Ditha dan Yayan kemana bu ?"
"Ditha mengantarkan pesanan ke bu Kades, Yayan ke kantor desa, Fitri pun pergi kerja. "
"Oh iya bu, biar aku tunggu Ditha dan Yayan bu, kemarin sudah aku bilang kalau aku akan ajak mereka hari ini."
"Ya sudah, kau duduk dulu lah, aku tinggal, aku mau melihat anak si Amih, masih butuh bantuan untuk mandikan cucunya." lanjut nenek Eti sambil melangkah pergi.
Tidak berapa lama Ditha datang, dia melihat mobil ibunya sudah terparkir di depan rumah nenek, 'Ibu sudah datang.' Bathinnya.
"Assalamu alaikum." sapa Ditha.
"Wa alaikum salam."
"Sudah lama bu ?" tanya Ditha sambil mengulurkan tangan dan mencium punggung tangan ibunya.
"Baru saja Tha, kakakmu mana ?"
"Maaf bu, kakak tidak bisa ikut, di kantor desa banyak yang dia kerjakan bu, tapi kita bisa pakai baju kakak buat contoh ukuran bu."
"Oh ya sudah , kamu siap-siaplah, kita langsung pergi sekarang." Padahal seandainya Yayan bisa ikut,mereka bisa jalan-jalan dulu fikir bu Silma.
"Baik bu, Ditha sudah siap."
Dilihat oleh bu Silma dari atas ke bawah baju anaknya.
"Iih !! Pakai baju yang bagus sedikit lah Ditha, kamu pergi dengan ibumu dengan baju seperti itu ?? Cocokkan dengan ibu lah!!" sindir bu Silma.
"Ya beda bu, Ditha hidup seperti ini dengan hidup ibu, Ditha rasa bisa di maklumi kaaan??" ucap Ditha seharusnya dia yang tersinggung tapi dengan kata-kata yang menyinggung ibunya pula.
"Ya sudah !" kata bu Silma sambil mengibaskan tangannya.
"Ayo kita pergi."
Bu Silma masuk ke dalam mobil, sedang Ditha terdiam di samping mobil ibunya, agak ragu ia untuk ikut masuk ke dalam mobil.
"Ayo masuk ke dalam mobil Ditha!" teriak bu Silma.
"I iya bu " jawab Ditha ragu.
Segera Ditha masuk ke mobil ibunya, dan duduk di belakang sopir dengan canggung. Mobilpun melaju ke desa sebelah menuju rumah jahit milik bu Laila.
Setibanya di sana, rupanya bu Laila sedang berada di depan rumah sambil menghitung jumlah gulungan kain yang baru datang di antar dari perusahaan anaknya.
"Assalamu alaikum jeng Laila."
"Wa alaikum salam, eh nyonya baru kemarin datang, kok datang lagi, bukannya masih bulan depan bajunya selesai?"
"Oh iya jeng Laila, saya mau nambah pesanan lagi untuk anak-anak saya."
Sambil mengkerutkan dahi bu Laila bingung , perasaan bu Silma dan pak Salman tidak punya anak fikirnya.
"Anak nyonya?"
"Oo..ooh.. iya anak saya dari almarhum suami saya terdahulu jeng."
"Oooooh..iya nyonya, mari masuk."
Ditha yang sedari tadi berdiri di samping mobil memang tidak terlihat karena terhalang mobil, agak ragu ia menyusul ibunya karena kemarin saat di tanya bu Laila ia menjawab tidak kenal dengan bu Silma, tapi sekarang malah datang bersama bu Silma.
"Ayo Ditha ." panggil bu Silma.
'Ditha ???!' bathin bu Laila sambil menoleh kebelakang, 'mana Ditha?'
"iya bu ." sahut Ditha sambil berjalan mengikuti ibunya masuk ke rumah jahit bu Laila.
Didalam rumah bu Laila bingung melihat Ditha datang bersama bu Silma.
'Jadi Ditha anak bu Silma' bathin bu Laila . 'Tapi kenapa anak ini tidak mengaku kenal bu Silma kemarin ?' Banyak pertanyaan dalam kepala bu Laila namun enggan untuk bertanya langsung.
"Ini Ditha anakku jeng Laila, tolong ukur juga badannya, bajunya di buat seragam seperti punya saya dan suami saya kemarin, di bikin model yang berbeda dengan warna dan kualitas yang sama ya..."
"Oh i..iya nyonya, ayo Ditha ibu ukur dulu badanmu." ujar bu Laila sambil memegang meteran, padahal di buku tulis bu Laila sudah punya catatan ukuran badan Ditha, karena Ditha pernah pesan baju ke bu Laila.
"Bu...maaf....sa sayaa..." ucap Ditha terputus-putus, ia bingung mau bicara apa.
"Sudah nanti saja kamu ceritakan." bisik bu Laila sambil pura-pura mengukur badan Ditha.
Tak lama kemudian..
"Sudah selesai nyonya."
"Oh iya...Ditha mana contoh baju kakakmu?"
"Ini bu, kalau kak Fitri, ukuran badannya kurang lebih sama denganku bu.
"Ah..ibu hanya pesan buat kamu dan Kakakmu saja." cetus bu Silma.
Agak kaget Ditha dan bu Laila mendengar ucapan bu Silma. 'Apa ibu tidak mengakui pernikahan kakak' Bathin Ditha.
Pun sama dengan bu Laila, setahunya bu Silma pesan baju untuk acara keluarga tapi kok??
"Ya sudah, jeng Laila tolong cepat selesai ya, ingat jangan jelek hasilnya !! tekan bu Silma.
"Oh iya nyonya." sahut bu Laila masih dengan beribu pertanyaan dalam benaknya.
Kemudian bu Silma dan Ditha pamit pulang.
Bersambung
NB
mohon krisannya yaaaa...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments