Di tempat lain bu Silma masih dengan kekagetannya setelah bertemu dengan dengan anaknya. Agak sedikit menyesal dia telah menolak Ditha.
Sesampainya di rumah bu Silma tidak tenang dan kelakuannya itu di perhatikan oleh suaminya.
"Ada apa dengan mu mah ?"
"Mmm...mm.. enggak pah, enggak ada apa-apa kok, cuma capek aja habis maksa bu Laila supaya cepat jahitin baju buat acara bulan depan itu. "
"Sebenarnya acara apa sih pah bulan depan itu kok penting banget ?" tanya bu Silma balik ke suaminya.
"O..oh itu acara pertemuan keluarga biasa kok, setiap keluarga punya baju khusus tiap kali ada pertemuan ya jadi supaya gak malu aja di depan keluarga lain, oh ya mah, anak-anakmu ajak ke acara ya... ajak dulu sebelumnya ke bu Laila biar di jahitkan baju juga."
"Pertemuan keluarga? Kok baru kali. ini ya pah, sebelumnya gak ada kan? Trus kenapa mengajak anak- anak? Trus papah sudah bisa menerima anak-anak? " banyak sekali pertanyaan bu Silma, kok tumben suaminya menyebut anak-anaknya padahal suaminya melarang membicarakan masalah anak-anak fikir bu Silma.
"Udah..udah.. nanti juga kamu tahu sendiri mah, di urus dulu apa yang ku suruh tadi, dan anak-anakmu pesankan baju untuk mereka juga biar gak malu-maluin nanti. " kata pak Salman sambil masuk ke ruang kerjanya.
Bu Silma masuk ke dalam kamar tidurnya, sambil duduk di pinggi tempat tidur dia berfikir tentang pertemuan dengan Ditha tadi, tak di sadari olehnya Ditha sudah dewasa, sangat cantik alami dengan wajah gabungan antara wajahnya dan almarhum ayah Ditha, ada sedikit sesal dalam hatinya tidak bisa mengikuti tumbuh kembang anak-anaknya di karenakan menuruti nafsu dunianya.
Punya suami kaya tapu anak-anaknya menderita apa boleh buat daripada hidup menjanda, miskin lagi, telinganya tidak sanggup mendengar ocehan dari tetangga-tetangganya. Sekarang mau kemana saja dia di panggil nyonya besar, bangga hatinya, rupanya sifat egoisnya masih menang daripada naluri keibuannya.
\*\*\*
Ke esokan harinya bu Silma pergi ke pasar, sebelum pergi ke rumah ibunya di desa tetangga. Di pasar ia membelu sembako dan lain-lain, untuk ia bawa ke rumah ibunya. Selesai berbelanja dengan menaiki mobil mewahnya lanjut melaju ke desa sebelah.
Sesampai di rumah ibunya bu Silma turun dari mobil, mengetuk pintu rumah dari luar dia hanya mendengar suara mesin jahit saja.
"Assalamu alaikum ibuu..." panggil bu Silma, 'perasaan di rumah tidak ada yang bisa menjahit tapi kok terdengar suara mesin jahiy ya' tanya nya dalam hati.
"Assalamu alaikuuuum" teriak bu Silma agak keras dari sebelumnya.
Suara mesin jahit berhenti dan terdengar sahutan.
"Wa alaikum salam, siapa ya ?" sambil membuka pintu kepala Ditha keluar sedikit dan menengok ke kanan, dia kaget melihat siapa yang datang.
"Ib...ibuu..." kata Ditha agak terbata, dadanya langsung sesak teringat penolakannya sang ibu kemarin.
"I...Iya Ditha ini ibu."
"Masuk bu." kata Ditha sambil membuka lebar pintu rumah neneknya.
"Duduk dulu bu, Ditha panggilkan nenek di rumah bibi Amih, nenek sedang menolong anak bibi Amih melahirkan." kata Ditha sambil menghapus air matanya yang sudah mengalir tanpa bisa di tahan.
"Tidak usah Ditha, ibu mau bicara sama kamu dan kakakmu saja."
Ditha tahu ibu dan neneknya tidak akur semenjak pernikahan ibunya dengan suami barunya jadi tidak mungkin ibunya mencari neneknya.
"Kakak Yayan masih kerja bu, Kak Fitri juga masih mengajar di TK dekat kantor desa." Ditha lupa kalau ibunya tidak tahu tentang pernikahan kakaknya.
"Fitri siapa Ditha?"
"Kak Fitri isteri ka Yayan bu, maaf kakak sudah menikah 6 bulan yang lalu."
"Sudah menikah?" bu Silma kaget.
Sekaget-kagetnya tidak ada penyesalan di mata bu Silma, bahkan hatinya pun tak tergerak untuk merasakan penderitaan anak-anaknya malah yang ada rasa marah, kenapa ia tidak di beritahu tentang hal ini.
"Kenapa tidak memberi kabar ?" Apa kalian menganggap ibu kalian sudah tidak ada di dunia inj ?" sentak bu Silma.
Ditha kaget dengan reaksi bu Silma.
"Kami harus bagaimana bu, justru ibulah yang berbuat seolah kamu tidak ada ." sahut Ditha lemah.
"Kamu...!!" bentak bu Silma.
****
"Masih ingat rumah ini Silma ?"
"Ib..ibu..." bu Silma kaget, ternyata ibu nya sudah berdiri di dekat pintu.
"Rupanya aku lupa kasih hati ke dalam tubuhmu saat kau aku kandung Silma.., sampai tega kamu membentak anakmu !!" lanjut nenek Eti sambil berkaca-kaca.
"Bukankah sudah aku ingatkan jangan kembali lagi kesini dan mencari kami bila kamu masih mempertahankan Salman ?!"
Nenek Eti menarik nafas sebentar dan duduk di samping Ditha.
"Ditha ambilkan air minum dulu ya nek " ujar Ditha hendak berdiri.
"Gak usah Ditha, nenek sudah minum tadi ." tahan nenek.
"Silma jika kedatangan mu ini hanya untuk menambah luka kami, lebih baik kamu kembali ke rumah suami mu, tolong biarkan kami hidup tenang walau ekonomi kami pas-pasan tapi kami bahagia ." lanjut nenek.
"Maaf bu, kedatangan ku di suruh kak Salman untuk mengajak anak-anak ke acara pertemuan keluarga bulan depan ." kata bu Silma sambil menunduk.
"Oh di suruh Salman ? Kalau tidak di suruh kamu tidak akan mencari anak-anakmu ? apa akhirnya Salman butuh anak untuk dia pamerkan pada keluarganya ? kejam kamu Silma !!!" pertanyaan beruntun di ajukan nenek Eti.
"Bu tolong, siapa tau setelah ini kak Salman mau menerima anak-anak dan kami bisa berkumpul lagi ." isak bu Silma.
"Berkumpul lagi ?? Kumpulkan otak dan hati mu dulu Silma !!" bentak nenek.
"Disaat anak-anak sudah dewasa, dan Yayan sudah berumah tangga, Ditha pun usianya sudah mempersiapkan diri untuk suatu hari menikah lantas kamu mau ajak berkumpul ?? justru mereka sudah siap untuk berpisah dan membangun rumah tangga sendiri, hidup masing-masing dengan keluarga kecil mereka, jadi percuma saja kamu ajak berkumpul Silma !! Paham kamu ??" Nenek masih mempertanyakan tanggung jawab anak perempuannya itu.
"Tolong bu, biarkan Silma bicara dengan Yayan dan Ditha ." bujuk bu Silma.
"Terserah kamu, tapi ingat jangan paksa anak-anak, paham !!?"
"I iya bu.."
"Ditha, coba kamu kabari kakakmu, bisa pulang tidak, kalau bisa dengan Fitri sekalian biar di perkenalkan dengan ibumu " ucap nenek pada Ditha sambil masuk ke kamar tidurnya untuk beristirahat setelah semalaman membantu tetangganya melahirkan.
"Iya nek ."
Ditha berjalan ke meja mesin jahitnya dan mengambil gawainya untuk menghubungi kakaknya.
Sambil menunggu bu Silma agak bingung dengan kondisi rumah orang tuanya tidak seperti 5 tahun lalu saat ia terakhir kali menginjak kan kaki untuk mengantarkan Ditha sepulang perpisahan SMP nya.
Rumah ortunya dulu sangat buruk dan tidak nyaman, berasa sempit sekali, tapi sekarang walau ukuran rumah tidak berubah tapi berasa nyaman dan sejuk, penataan barang sangat rapi sekali, mungkin ini sentuhan tangan Ditha dan Yayan , bathinnya. Anak-anak sangat kreatif sama seperti almarhum suaminya dulu.
Dua kali Ditha menghubungi kakaknya tidak ada respon, 'mungkin sibuk' bathin Ditha.
"Bu, kakak sudah Ditha hubungi tapi tidak merespon mungkin lagi banyak pekerjaan bu ."
"Ya sudah Ditha, biar ibu tunggu sebentar lagi, mang Kariiim... tolong turunkan belanjaan tadi ya ." perintah bu Silma kepada sopir pribadinya yang sedang duduk di teras rumah ibunya.
"Baik nyonya ."
Mang Karim adalah teman almarhum ayah Ditha bahkan sebab kematian ayah Ditha pun mang Karim tahu, hanya saja dia di suruh tutup mulut oleh pak Salman, karena tak mau kehilangan pekerjaan dan juga di bayar untuk tutup mulut maka mang Karim menurut saja, walaupun kadang kasihan melihat anak-anak bu Silma.
"Ini ibu belikan kebutuhan dapur Ditha, bawa ke dalam ya.." kata bu Silma pada anaknya.
"Kok repot-repot bu, didalam masih banyak persediaan bu ."
"Gak pa-pa Ditha, buat simpanan supaya gak beli lagi ." kata bu Silma, nada bicaranya sudah tidak semarah tadi saat sebelum ibu nya datang.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Ruk Mini
ada udang d balik bakwan
2024-11-07
0