SUGAR BABY
...💠Selamat Membaca💠...
Apa yang lebih menyedihkan di dunia ini selain dari kehilangan kedua orang tua yang kita cinta? Jawabannya adalah tidak ada. Itulah yang dirasakan oleh remaja bernama Jasmine Darellyn untuk saat ini.
Diumur yang masih sangat muda, ia harus kehilangan satu-satunya keluarga yang ia miliki. Sang ibu, meninggal setelah mengalami kecelakaan pada malam hari, sepulang bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran.
Remaja itu menatap gundukan tanah yang menyimpan jasad ibunya dengan pandangan kosong. Kenapa dunia begitu kejam? Mengambil satu persatu orang yang disayanginya tanpa belas kasih. Apa yang harus ia lakukan kini? Ia hanya gadis muda berusia 15 tahun yang bahkan belum mengerti betul arti dari kehidupan keras di luar sana.
"Kenapa kau tidak membawaku ikut serta, Mom? Aku ingin berkumpul kembali dengan kalian. Aku tidak ingin tinggal di dunia ini seorang diri," ratap gadis itu sembari memandang nisan bertuliskan nama sang ibu.
"Nak!" Sebuah tangan mendarat di bahunya, disusul dengan suara berat khas pria dewasa.
Jasmine menoleh tanpa minat, ia hanya ingin sosok itu segera menjauhkan tangan dari tubuhnya. Ia benci disentuh oleh orang yang tak ia kenal.
"Maaf."
Menyadari tatapan tajam dilayangkan Jasmine pada tangan yang bertengger di bahunya, si pria langsung menjauhkan tangannya seraya meminta maaf.
"Mulai saat ini, kau adalah tanggung jawabku."
Deg
Jasmine yang sudah kembali menatap pusara sang ibu, menegang kaku begitu mendengar perkataan si pria. "Atas dasar apa?" Dengan nada dingin ia bertanya.
"Maafkan saya. Kecelakaan itu terjadi karena salah saya."
Deg
Tubuh ringkih gadis itu bergetar, jadi pria di belakangnya inilah yang telah menjadi penyebab penderitaannya kini. "Anda pembunuh!" Jasmine mendesis.
"Maaf."
Jasmine akhirnya membalikkan tubuh demi melihat wajah si pembunuh yang telah merenggut sang ibu dari sisinya. Sesosok pria paruh baya berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk penuh penyesalan.
"Kenapa anda begitu kejam?" lirih Jasmine yang berusaha matian-matian menahan umpatan yang sangat ingin dilontarkannya pada si pria. Bagaimana pun juga, pria di depannya ini tetaplah orang tua yang seharusnya dihormati bukan dimaki.
"Saya telah lalai, maafkan saya."
Mendengar suara penuh penyesalan itu membuat tubuh Jasmine jatuh terkulai di atas tanah. Ia memukul-mukul dadanya yang terasa sesak, beberapa detik kemudian, tangisnya pun pecah. Seberapa keras ia coba untuk bertahan, tapi tetap saja ia masihlah remaja rapuh yang tidak setangguh orang dewasa dalam menghadapi kehilangan seperti ini.
"Saya tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini," lirihnya penuh isak.
"Maafkan saya. Saya berjanji akan menjadi pengganti orang tuamu." Pria itu berjongkok di hadapan Jasmine, tangannya terangkat mengelus surai pirang milik remaja yang tengah berduka itu.
Jasmine mengangkat wajahnya yang bersimbah air mata. "Tapi tetap saja anda bukan orang tua saya, hiks."
"Saya akan menjadi orang tuamu. Saya akan memberikan kasih sayang seorang ayah dan juga mencukupi semua kebutuhan hidupmu. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban saya atas kesalahan fatal yang sudah saya perbuat." Pria tua yang terkenal dingin itu, jadi banyak bicara hari ini.
"Apa anda serius, Sir?" Sebagai seorang remaja yang belum mengerti bagaimana cara menjalani hidup seorang diri, Jasmine tetap saja membutuhkan seorang pembimbing dan penjamin kehidupannya.
"Iya. From now on, I'm your daddy."
Jasmine menghambur memeluk tubuh si pria, ia tidak ingin menjalani hidup ini seorang diri. Semoga di atas sana, orang tuanya tak kecewa karena dia menerima begitu saja pembunuh itu untuk menjadi pengganti orang tua baginya.
...----------------...
Satu tahun kemudian...
Beberapa pemuda tampak menongkrong di sebuah cafe trendi yang terletak di dalam pusat perbelanjaan ikonik di kotanya. Jumlahnya ada empat orang dan mereka semua merupakan mahasiswa tingkat tiga di universitas ternama di kota tersebut.
"Jarang sekali kita bisa berkumpul seperti ini," ucap salah seorang di antara mereka. Dia adalah pemuda dengan rambut jabrik dan memiliki tato bertuliskan namanya di sepanjang leher.
"Kau tahu sendiri 'kan, kita ini sibuk dengan perkuliahan masing-masing." Pemuda berwajah sedikit pucat menyahut.
"Kuliah dengan kekasihmu di apartemen, maksudnya?" timpal pemuda berkuncir. Ada nada mengejek dalam setiap kata-katanya, dan itu ditujukan untuk temannya yang berwajah pucat.
Pemuda berwajah pucat itu tersenyum manis, membuat sepasang matanya menyipit membentuk garis setengah lingkaran melengkung ke bawah. "Ayolah, kau jangan sok suci. Beberapa kali aku juga pernah melihatmu masuk ke hotel dengan Gloria." Tak mau kalah, pemuda pucat itu juga membeberkan perangai temannya.
"Haha, Nicho tidak selevel denganmu Christ. Dia mainnya di hotel." Si pemuda jabrik tertawa lebar.
Pemuda yang memiliki kulit sangat putih cenderung pucat bernama Christian itu mendelik ke arah si jabrik. "Yang jomblo tak usah berkomentar," ejeknya.
"Kasihan sekali kau, Kevin. Hahahaa." Pemuda berkuncir yang bernama Nicholas itu tertawa keras, disusul dengan Christ yang ikutan tertawa. Mereka berdua dengan tak berperasaan menertawai nasib Kevin yang sudah menjomlo dari lahir.
"Sialan kalian, awas saja, nanti akan ku temukan seorang gadis yang memiliki kecantikan melebihi Jessie, dan kedewasaan melebihi Gloria. Akan ku perkenalkan pada kalian, tunggu saja!" Kevin bertekad.
"Kalau kau bisa, hahahaaa."
Seorang di antara mereka hanya mendengarkan pembicaraan itu tanpa ada niat untuk bergabung. Punggungnya bersandar santai di kursi dengan tangan yang berpangku di atas dada.
"Hoi, kenapa kau diam saja? Seharusnya kau membantuku dari pembullyan ini!" protes Kevin pada sahabatnya yang hanya diam bak manekin di depan toko.
"Tak ada untungnya bagiku membantumu, stupid!"
Kevin menganga, kenapa dari ketiga sahabatnya tidak ada satu pun yang baik kepadanya. Apa begini yang dinamakan sahabat. Rasanya ia ingin bunuh diri saja.
"Dasar sialan kau, Orion!" umpat Kevin. "Kau sama saja denganku, jomlo akut!" Ia menyeringai. Memang di antara mereka berempat hanya ia dan Orion yang tak memiliki kekasih.
"Walaupun jomlo, Rion banyak yang mengejar, tidak sepertimu, TAK LAKU!" Ejekan kembali keluar dari bibir manis Christ.
Ok, kini Kevin memilih diam sembari mengurut dada. Tidak ada gunanya berdebat dengan para sahabatnya yang baik hati. Itu hanya akan membuatnya sakit hati.
"Orion, apakah kau tidak pernah tertarik pada perempuan?" tanya Nicho. Pertanyaan ini sebenarnya sudah lama bersarang di benaknya, tapi baru kali ini bisa ia utarakan.
"Benar, jika aku memiliki wajah setampan dirimu. Mungkin seratus orang kekasih, bisa ku dapatkan dalam satu kedipan mata." Christ menambahkan.
Pemuda bernama Orion Haydan Cannavaro itu menghembuskan napas perlahan. "Belum ada perempuan yang bisa membuatku tertarik," akunya.
Ketiga temannya terperangah tak percaya. Setahu mereka, beberapa perempuan yang mendekati Orion bukanlah perempuan-perempuan biasa. Bahkan di antara mereka ada yang berprofesi sebagai model dan juga artis. Jadi, di mana letak tidak menariknya?
"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu." Kevin geleng-geleng kepala.
"Aku tidak memintamu untuk mengertiku, stupid!"
"So, you are still virgin, right?" tanya Christ dengan suara sedikit keras.
"Pelankan suaramu, dasar memalukan!" bentak Nicho seraya menggeplak kepala sahabatnya.
Orion hanya tersenyum tipis. Apa salahnya menjadi perjaka? Jujur saja, ia tidak ingin memanfaatkan perempuan hanya untuk kepuasan nafsu semata, ia ingat masih memiliki seorang ibu di rumah. Jika ia menyakiti perempuan, itu secara tidak langsung ia juga menyakiti ibunya. Orion sangat menyayangi sang ibu, makanya ia lebih banyak menghindar dari masalah-masalah berbau percintaan, khususnya untuk saat ini. Dia masih 20 tahun dan fokusnya saat ini hanya untuk pendidikan saja. Membanggakan kedua orang tua, itulah cita-cita terbesarnya.
"Rion! That's your dad, isn't it?" Christ menunjuk ke arah luar cafe. Kebetulan dinding cafe terbuat dari kaca, jadi orang yang berlalu lalang di luarnya terlihat begitu saja.
Mereka semua serentak menoleh ke arah yang ditunjuk Christ.
"Dad?" Orion menggeram. Bagaimana tidak, ia melihat sang ayah jalan berdua dengan seorang perempuan muda, dan yang lebih mengejutkan, tangan ayahnya merangkul pundak si perempuan itu dengan mesra.
"Apa sekarang ayahmu menjadi Sugar Daddy?"
PLAK
Nicho langsung menampar mulut Kevin yang telah berbicara sembarangan. Tidakkah pemuda jabrik itu berpikir jika ini bukanlah waktu yang tepat untuk bercanda.
"Aku akan pergi, kalian jangan mengikutiku!" Orion bangkit berdiri dan menyambar tasnya. Pemuda itu langsung pergi meninggalkan cafe, sepertinya ingin mengejar sang ayah.
"Semoga dia tidak bertindak gegabah," harap Nicho. Ia tahu jika Orion bukanlah orang yang sabar, terkadang emosi sahabatnya itu meledak-ledak untuk masalah tertentu.
"Aku tidak menyangka jika uncle Felix ternyata memiliki simpanan seorang daun muda," oceh Kevin.
"Kevin! Sekali lagi kau bicara, mulutmu ku jahit!" ancam Nicho.
Christ hanya diam mencoba mencerna apa yang terjadi. Ia tidak percaya jika ayahnya Orion mengkhianati bibinya. Ya, ibu Orion adalah kakak dari ibunya Christ. Mereka berdua adalah saudara sepupu. "Semoga semuanya baik-baik saja."
...----------------...
Orion memerhatikan kegiatan sang ayah dan perempuan muda itu dari jauh. Saat ini mereka berdua sedang berada di sebuah toko pakaian mahal.
Hampir lima belas menit berlalu, baru ayahnya terlihat keluar dari toko bersama si perempuan. Banyak tentengan yang mereka bawa di tangan masing-masing.
"Dad, kau menghabiskan uang untuk membelanjakan kekasih gelapmu. Fu**ing jerk!" Tangan Orion terkepal di samping tubuhnya. Ingin sekali ia berlari menghampiri sang ayah dan meninjunya, tapi itu terlalu ceroboh. Ia tidak ingin menjadi tontonan banyak orang.
Orion kembali mengikuti kemana ayahnya dan perempuan itu pergi. Sampai kemudian, tepat pukul 5 sore, mereka berhenti di sebuah gedung apartemen yang cukup mewah.
"Oh, jadi di sini selingkuhanmu tinggal, Dad?" gumam Orion dari atas motornya. "Awas saja, aku tidak akan tinggal diam. Kalian telah menyakiti mommy, jadi tunggu saja balasan dariku!" Setelah mengucapkan kata-kata itu, Orion kembali melajukan motor besarnya membelah jalanan ibu kota. Ia ingin pulang dan memeluk sang ibu tercinta.
...----------------...
Selama seminggu ini, Orion selalu membuntuti kemana ayahnya pergi. Untung saja, kuliah sedang libur jadi ia memiliki banyak waktu untuk menumpas perselingkuhan sang ayah. Terhitung, tiga kali ayahnya berkunjung ke apartemen perempuan itu. Entah apa yang mereka kerjakan di sana, Ia tidak sanggup membayangkan.
Orion bersembunyi di balik dinding saat melihat sosok ayahnya keluar dari apartemen si perempuan. Terlihat sang ayah berpamitan di ambang pintu, dan tak lupa mengusap pelan rambut pirang perempuan itu. Ia menggeram marah melihat adegan tersebut. Memastikan jika ayahnya sudah benar-benar pergi, baru Orion melancarkan aksinya. Ia sudah tidak sanggup menahannya lagi. Perempuan penggoda itu harus ia beri pelajaran.
...----------------...
Jasmine hendak masuk ke dalam kamar setelah melepas kepergian ayah angkatnya. Namun, suara bel yang berbunyi, seketika menghentikan langkahnya. Gadis pirang itu berbalik kembali menuju pintu masuk.
Setelah pintu terbuka, ia disambut oleh punggung tegap seseorang yang membelakanginya.
"Maaf, cari siapa, ya?" tanya Jasmine.
"Mencarimu!" Sosok itu berbalik. Sepasang matanya menyorot Jasmine tajam.
Gadis itu merasa sedikit ketakutan. "Ka-kau siapa?" tanyanya dengan suara bergetar. Tangannya sudah mengambil ancang untuk segera menutup pintu jika tamu yang datang itu ingin melakukan sesuatu yang tidak baik.
"Tidak usah takut, bukankah kau sudah terbiasa dengan lelaki?" Pemuda yang datang itu menyeringai, membuat perasaan Jasmine semakin tak enak.
"Maaf, saya tidak mengenalmu." Baru saja ingin menutup pintu, pemuda itu sudah lebih dahulu menahannya dengan menyelipkan kakinya di bawah sana.
Tubuh Jasmine terdorong ke belakang saat pemuda itu memaksa masuk.
"K-kau mau apa?" cicit Jasmine.
Seringai mengerikan yang tercetak di bibir pemuda itu membuat Jasmine mati ketakutan. Apalagi setelah melihat jika pemuda itu mengunci pintu dan menatapnya dengan pandangan yang aneh.
"Jangan mendekat!" pekik Jasmine.
...----------------...
Remaja 16 tahun itu bangkit dengan susah payah. Seluruh tubuhnya terasa remuk saat digerakkan, terlebih pada area intimnya.
Hidupnya sekarang hancur, tak ada lagi yang bisa ia harapkan. Satu-satunya harta berharga yang ia miliki kini telah hilang dirampas paksa oleh seseorang yang tak dikenalinya.
"Aku ingin mati saja."
...Bersambung...
Hoho... Cerita baru. Ada yang suka? Mau lanjut?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments