...💠Selamat Membaca💠...
Mark memasuki apartemen saat waktu menunjukkan pukul 7 malam. Hari ini ia pulang sedikit terlambat karena ada beberapa laporan yang harus ditinjau ulang.
Saat melewati ruang makan, ia melihat hidangan untuk makan malam sudah tersaji di meja makan. Ia tak langsung mengisi perutnya yang memang sudah kelaparan, ia terlebih dahulu berjalan ke kamar Jasmine untuk melihat kondisi kekasihnya itu. Biasanya, setiap kali berkunjung ke kota sebelah, Jasmine akan kembali pulang dengan keadaan hati yang kurang baik.
Pria 35 tahun itu membuka pintu kamar kekasihnya yang memang tidak dikunci. Di dalam sana, ia menemukan Jasmine tengah meringkuk di atas tempat tidur, dihampirinya tubuh itu. Benar saja dugaannya, wajah Jasmine sembab dengan kelopak mata yang membengkak. Pasti sulit bagi wanita itu untuk menjalani semua ini. Disaat ingin merengkuh sang putra dalam dekapan, tapi bayangan buruk di masa lalu selalu menghantui.
...----------------...
Mark membawa tubuh tak sadarkan diri Jasmine menuju rumah sakit terdekat. Pagi ini, perempuan itu memuntahkan sarapannya dan seketika jatuh pingsan.
Pria itu berjalan mondar-mandir di depan ruang pemeriksaan. Ia begitu mencemaskan keadaan perempuan yang sudah satu bulan ini tinggal bersamanya di apartemen.
"Apa anda suaminya, Pak?"
Mark kaget saat dokter sudah keluar dari dalam ruang pemeriksaan dan menanyainya pertanyaan seperti itu.
"Ah, i-iya." Mark terpaksa berbohong demi menghindari pertanyaan merepotkan berikutnya.
"Selamat Pak, saat ini istri anda sedang mengandung. Kehamilannya baru memasuki usia 5 minggu."
Deg
Kaget? Jangan ditanya lagi. Mark tidak menyangka jika Jasmine tengah mengandung benih dari lelaki bejat yang telah memperkosanya. Apa yang harus ia katakan pada perempuan itu nanti.
"Karena istri anda masih sangat muda, saya harap anda bisa menjaganya dengan baik. Cukupi kebutuhan asupan makanannya dan jangan lupa juga untuk memberinya vitamin. Selain itu, muntah-muntah diawal kehamilan adalah hal yang wajar, jadi jangan khawatir."
Penjelasan dokter selanjutnya, sama sekali tidak masuk dalam benak Mark, yang ada di dalam pikirannya saat ini hanyalah bagaimana cara ia menyampaikan berita besar ini pada Jasmine, nantinya.
Dipandanginya tubuh ringkih yang tengah terbaring di ranjang pesakitan itu, saat ini dalam otaknya, Mark sedang menyusun kalimat yang nanti akan dikatakannya pada Jasmine, terkait kehamilan perempuan muda itu. Semoga saja Jasmine bisa menerima janin di dalam kandungannya.
Tak lama berselang, Jasmine akhirnya membuka mata. Wajahnya masih terlihat pucat dengan mata yang sayu.
"Aku di mana?" tanya Jasmine lirih. Ia memerhatikan sekelilingnya yang terlihat asing.
"Kau ada di rumah sakit, tadi kau pingsan." Mark menjawab. Perlahan pria itu mendekat dan duduk tepat di samping ranjang Jasmine. "Apa yang saat ini kau rasakan?" tanya Mark kemudian.
"Kepalaku pusing, badanku rasanya lelah sekali dan perutku juga mual."
Setelah satu bulan mereka tinggal bersama, Jasmine memang sudah lebih sedikit terbuka kepada Mark. Ia membutuhkan pria itu, siapa lagi yang bisa diharapkannya di dunia ini selain malaikat penolongnya. Belakangan ini perempuan berambut pirang itu sadar, jika hidup terlalu berharga untuk disia-siakan.
"Apa kata dokter?" Pertanyaan Jasmine selanjutnya membuat tubuh Mark menegang. Ia menimbang, apakah berita kehamilan ini akan dikatakannya saat ini juga atau nanti saja.
"K-kau hanya kelelahan." Mark memutuskan untuk tidak mengatakannya. Ia akan menunggu kondisi Jasmine lebih baik dulu, hingga dia mampu menerima kabar besar ini. "Selain itu, kau juga kurang asupan makanan. Lihat saja, tubuhmu sudah semakin kurus. Dokter mengatakan jika kau harus mencukupi kebutuhan makanmu. Makanya, kalau aku bilang makan, ya makan. Jadi, tubuhmu akan sedikit lebih bertenaga dan lambungmu juga punya bahan untuk diolahnya hingga kau tak akan mual lagi." Mark lanjut mengomel sebagai upaya menutupi kegugupannya karena telah menyembunyikan kebenaran.
"A-ah, iya." Jasmine mengangguk pasrah. Dia tidak marah diomeli seperti itu, justru bahagia karena masih ada yang memerhatikan dirinya.
"Maafkan aku, semoga nanti kau bisa menerima kehadiran janin itu." Mark menatap Jasmine prihatin.
...----------------...
Sudah dua bulan berlalu, Jasmine merasa ada yang aneh pada dirinya. Setiap pagi selama dua bulan ini, ia selalu merasakan mual di pagi hari, dan rasa tidak enak itu perlahan akan hilang saat hari merangkak siang. Selain itu, bentuk tubuhnya juga sedikit berubah. Mulai dari perut yang membuncit dan dada yang bertambah besar, apakah ini efek dari berat badannya yang naik hingga beberapa bagian tubuhnya juga ikut membesar? Entahlah, jujur saja nafsu makannya belakangan ini meningkat pesat.
"Apakah ini wajar?" Jasmine memerhatikan penampilannya di depan cermin besar di dalam kamar. Saat ini ia hanya mengenakan pakaian dalam. Diamatinya dengan teliti bentuk tubuhnya yang sudah berubah.
Perut yang awalnya datar, kini sedikit membuncit. Dada teposnya kini bertumbuh besar dengan putik yang sedikit menonjol. Pinggulnya juga tampak membesar dari pada sebelumnya.
"Apakah ini normal?" Ia bertanya pada dirinya sendiri. Apa lagi setelah ia ingat jika sudah tiga bulan ini belum mendapatkan tamu bulanan.
"Apa aku ke rumah sakit saja ya, untuk memeriksakan keanehan pada tubuhku ini?" pikirnya.
Tanpa pikir panjang, Jasmine pun memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Untung saja Mark membekalinya dengan sebuah kartu ATM, hingga ia bisa menarik uang untuk kebutuhan sehari-hari. Kebetulan sudah satu bulan ini Mark tak mengunjunginya, maklum, pria itu baru dua bulan menikah, jadi masih hangat-hangatnya dengan sang istri. Jasmine sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.
...----------------...
Mark mengunjungi apartemen setelah mendapatkan pesan dari Jasmine yang memintanya untuk datang. Belakangan ini, ia memang sangat sibuk dengan rencana pendirian perusahaannya sendiri yang ada di kota sebelah.
Ia menemukan Jasmine yang tengah duduk di ruang tamu dengan kepala tertunduk.
"Jasmine," sapanya.
Perempuan muda itu mengangkat kepala, wajahnya terlihat sembab dengan mata yang memerah, menatapnya tajam.
"Apa maksud semua ini, Tuan Mark?" Jasmine menyodorkan sesuatu yang diambilnya di atas meja ke hadapan Mark.
Pria itu perlahan mendekat sembari memerhatikan secarik foto hitam yang dipegang Jasmine. Diambil alihnya benda tipis itu dari tangan si remaja pirang.
Deg
Mata Mark membola melihat apa yang saat ini berada dalam genggamannya, yaitu foto hasil USG. Seminggu yang lalu ia juga mendapatkan foto yang sama saat memeriksakan kandungan istrinya.
"Ja-jadi kau...?" Mark menebak jika Jasmine sudah mengetahui jika dirinya hamil.
"Iya, aku sudah tahu. Kenapa kau sembunyikan semua ini dariku? Jika aku tahu lebih awal, mungkin aku akan dengan mudah melenyapkan anak ini!" Jasmine memukul perutnya bertubi-tubi.
Mark terbelalak melihat tindakan kasar yang dilakukan Jasmine. Ia mendekati perempuan itu untuk menghentikan aksi brutalnya yang ingin melenyapkan janin dalam kandungannya.
"Hei! Kau jangan gila!" pekik Mark. Ia mencengkram kedua tangan Jasmine hingga perempuan itu tak bisa lagi bergerak.
"Lepaskan aku! Aku akan melenyapkan anak ini bagaimana pun caranya. Aku tidak sudi mengandung anak laki-laki bajingan itu. Aku tidak sudi!" raung Jasmine histeris.
"Dengarkan aku! Kau boleh benci laki-laki itu, tapi anak dalam kandunganmu ini tidak punya salah apa-apa. Apa kau tega membunuh darah dagingmu sendiri?" tanya Mark.
Jasmine terdiam, sebenarnya ia tidak tega. Namun, mengingat jika janin dalam perutnya ini adalah benih dari laki-laki sialan itu, ia sungguh tidak bisa menerimanya.
"Aku akan melenyapkannya..." Jasmine tetap pada keputusannya. Walaupun dokter sudah mengatakan jika menggugurkan kandungan memiliki banyak resiko apalagi dilakukan oleh dirinya yang masih tergolong muda, di mana rahimnya belum terlalu kuat untuk menerima semua itu, tapi tak ada jalan lain. Ia sudah bertekad untuk menghilangkan jejak yang ditinggalkan oleh lelaki biadab itu.
Mark melepaskan cengkraman tangannya, ia beringsut menjauhi Jasmine. "Terserah, lakukan apa yang kau inginkan. Setelah ini, aku tidak akan peduli lagi. Mau kau mati sekali pun, aku sudah tidak peduli!" Setelah mengatakan itu, Mark pun meninggalkan Jasmine yang membeku di tempatnya.
Setelah kepergian Mark, Jasmine meraung hebat. Ia sakit hati saat pria penolongnya itu mengatakan jika tidak akan peduli lagi padanya.
"Semua ini karena laki-laki bajingan itu!" pekik Jasmine.
...Bersambung...
Jangan lupa Like, Vote & Comment
Terima kasih sudah membaca 🙏🏻😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments