Kembali Ke Rumah

...💠Selamat Membaca💠...

"Ternyata kau tidak seperti yang ku harapkan. Keluarlah! Aku ingin menenangkan diri terlebih dahulu."

...----------------...

Kerlap-kerlip lampu disco menghiasi sebuah ruang remang-remang yang biasa menjadi tempat berkumpulnya manusia penyuka hiburan malam. Musik keras bergema ke segala penjuru ruangan, di lantai dansa semua orang bergoyang ria mengikuti alunan musik bergenre dancehall.

Di meja bar, seorang pria tampak mabuk. Ia hampir kehilangan kesadaran setelah menenggak beberapa gelas minuman beralkohol tinggi.

"Aku pria malang yang menyedihkan..."

"Kekasihku pergi..."

"Aku pria bejat..."

"Aku telah memperkosanya..."

"Sekarang aku cacat..."

"Hahahhaaa..."

Pria yang tengah meracau itu adalah Orion. Setelah pertengkarannya dengan Sophia, ia tidak lagi fokus bekerja. Sepulang dari kantor sore tadi, ia langsung melajukan mobilnya menuju sebuah pub.

"Hei tampan, mau aku temani?" Seorang wanita berdandanan menor dan berbaju mini datang menghampiri Orion. Ia menawarkan diri untuk menemani si pria malang kesepian itu.

Orion memandang si wanita dengan seksama. Kebanyakan minum membuat pandangannya mengabur, terlebih pencahayaan minim di sana membuatnya tak bisa melihat dengan jelas.

"Siapa kau?" tanya Orion.

"Aku wanita yang mungkin bisa membuatmu tidak kesepian lagi. Mau aku temani? Atau kita langsung ke hotel saja?" Wanita itu masih gigih menawarkan diri. Lagi pula siapa kaum hawa yang tidak tergiur melihat ketampanan Orion, kesampingkan dulu sikap brengseknya pada Jasmine di masa lalu.

"Hahahhahaaa." Tawa Orion menyembur. "Pergilah! Aku sama sekali tidak tergoda denganmu. Senjataku tidak bisa berdiri, aku pria cacat. Pergilah! Huss..." Usir Orion.

Wanita itu mendengus. "Dasar pria aneh!" ucapnya sebelum berlalu pergi meninggalkan Orion untuk kemudian mencari mangsa baru.

"Ada apa denganmu, sobat?" Seorang pria datang menghampiri dan menepuk pundak Orion.

Orion mendongak, ia mendapati sepupunya sudah berdiri di samping kursi tempatnya duduk. "Christ, kau datang?" Walaupun Orion tidak melihat dengan jelas wajah siapa yang menepuk pundaknya, tapi dari suaranya Orion tahu jika itu adalah suara milik Christ.

Christ mendaratkan pantatnya pada kursi di samping tempat duduk Orion. Ia menatap prihatin sepupunya yang tampak berantakan itu. "Ada masalah apa?" tanya Christ. Ia tahu, Orion tidak akan mengunjungi tempat hiburan malam ini jika tidak ada masalah yang sedang membebani pikirannya.

"Aku bertengkar dengan Sophia." Dalam kondisi mabuk, ia masih bisa menjawab pertanyaan Christ dengan tepat.

"Apa masalahnya?" tanya Christ. Baru kali ini ia melihat Orion kacau saat bertengkar dengan Sophia, biasanya hanya sebatas selisih pendapat dan Orion tidak akan sampai mabuk begini.

Orion menceritakan semuanya, meski terkadang ceritanya berputar-putar entah kemana, tapi Christ dengan sabar mendengar curahan hati sepupunya itu.

"Sebenarnya itu hal yang wajar, Sophia 'kan melakukannya sebelum bertemu denganmu. Jika dia melakukan hal itu di saat statusnya adalah kekasihmu, baru hal itu tak dapat dibenarkan," jelas Christ.

"Tapi aku mengharapkan seorang perempuan yang masih bersih dan suci. Bukan bekas dari pria lain," gerutu Orion.

Christ tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ia tak menyalahkan pemikiran Orion yang menginginkan perempuan suci, mungkin karena Orion sebelumnya tak pernah berhubungan dengan perempuan mana pun. Namun, di zaman yang seperti sekarang ini, mencari perempuan suci itu sangatlah sulit. Apalagi di negara yang menganut sistem bebas seperti di negara mereka saat ini.

"Ya sudahlah, sekarang kita pulang dulu. Ayo, aku antarkan! Kau harus istirahat agar pikiranmu kembali jernih." Christ terpaksa menarik tangan Orion untuk pergi meninggalkan pub. Sepupunya itu benar-benar sudah hilang kesadaran untuk saat ini.

...----------------...

"Ada apa ini, Christ?" Megan terkejut saat mendapati Christ datang ke rumahnya dengan memapah tubuh Orion yang tampak teler.

"Dia mabuk, Bi."

"Ayo, bawa ke kamarnya." Megan mengekori Christ yang membawa tubuh Orion masuk ke dalam kamar.

"Kenapa dia bisa sampai seperti ini? Apa dia ada cerita padamu?" tanya Megan begitu Orion sudah tertidur di ranjangnya.

"Aku tidak tahu, Bi. Dia hanya memintaku untuk menjemputnya." Christ berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan jika sepupunya galau karena masalah wanita.

"Ada-ada saja anak ini!" Megan terlihat tidak suka dengan perangai sang anak yang suka mabuk-mabukan.

Christ melihat raut wajah bibinya yang tidak senang, pria itu tahu jika beberapa tahun ini, hubungan Orion dan kedua orang tuanya terlihat renggang. Ia sendiri tidak tahu apa yang telah menjadi penyebabnya. Selain itu, Nicholas juga sudah lama menghindari Orion. Setiap kali diajak berkumpul bersama, jika itu ada Orion, maka dia akan selalu beralasan untuk tidak ikut serta. Entahlah, Christ pusing menghadapi masalah yang tengah dihadapi oleh sepupunya ini, baik itu dengan orang tuanya, Nicholas  maupun Sophia.

"Kalau begitu aku pamit, Bi." Christ harus segera pulang karena saat ini istrinya sendirian di rumah.

"Ya, terima kasih ya, Christ. Hati-hati di jalan dan salam untuk istrimu."

"Iya, Bi."

Megan memerhatikan bungsunya yang terlelap. Terlihat dari wajahnya, Orion seperti menyimpan masalah yang cukup berat. "Apa sebenarnya yang terjadi pada dirimu, Nak?" ucap Megan sendu. Semarah-marahnya ia pada Orion, pria itu tetaplah anaknya, buah hati yang telah dikandungnya selama sembilan bulan. Ibu mana yang tidak akan sedih melihat nasib anaknya seperti ini.

"Apa karena kami yang mengacuhkan dirimu, kau jadi kacau seperti ini? Mommy sungguh minta maaf, bukan maksud kami seperti itu, tapi perbuatan yang sudah kau lakukan pada Jasmine itu sudah kelewat batas. Kami tidak terima." Megan kembali berucap. Memang kesalahan Orion sangat sulit untuk dimaafkan, apalagi ia seorang wanita, ia sangat paham bagaimana perasaan Jasmine setelah mengalami pemerkosaan akibat ulah Orion itu. Terlebih, baik Megan mau pun suaminya, masih belum menemukan keberadaan Jasmine sampai detik ini. Apakah dia baik-baik saja atau justru sebaliknya.

"Temukan Jasmine, Nak. Setelah itu ibu akan kembali menjadi ibu yang seperti dulu," ucap Megan sebelum keluar dari kamar putranya.

Tak berselang lama, setelah pintu kamarnya tertutup, mata Orion terbuka lebar. Ia mendengar semuanya. Air mata mulai turun membasahi pipinya.

"Maafkan aku Mom, maaf karena telah mengecewakan kalian."

...----------------...

Orion terbangun saat matahari sudah tinggi. Ia merasa sangat nyaman setelah sekian lama tidak tidur di kasur empuk di kamarnya. Pria itu mencoba duduk dengan kepala yang terasa sedikit berat, efek minuman alkohol yang dikonsumsinya semalam.

Setelah membersihkan diri, Orion berjalan menuju ruang makan. Seharusnya ini adalah waktunya makan siang. Benar saja, sampainya di sana, Megan tengah menghidangkan makanan di atas meja.

"Duduklah!" kata Megan.

Orion duduk di hadapan sang ayah yang terlihat enggan menatapnya. Di antara kedua orang tuanya, memang Felix lah yang paling marah karena ulahnya beberapa tahun silam itu.

Megan mengambilkan makanan untuk suaminya terlebih dulu baru setelah itu mengambilkannya untuk Orion.

"Makanlah!" Megan berucap dengan nada datarnya.

"Terima kasih, Mom." Orion merasa sangat bahagia. Ini adalah makan siang pertama mereka setelah sekian lama.

Makan siang hari itu berlangsung khidmat, tak ada satu pun obrolan yang terjadi.

Saat Megan sedang membereskan piring kotor di atas meja, bunyi bel rumah terdengar nyaring.

"Ada tamu, coba lihat siapa yang datang?" kata Felix pada istrinya.

"Suruh saja pelayan yang membukakan pintu, aku masih harus menyelesaikan ini sedikit lagi."

Setelah Felix memerintahkan pelayan untuk membuka pintu, kini si tamu yang datang tengah menuju ke tempat semuanya berada, yakninya masih di ruang makan.

"Dad, Mom..." sapa seorang pria tampan yang baru saja memasuki ruang makan.

Wajah dua orang tua di sana langsung berubah ceria, mereka menyambut kepulangan si sulung setelah tujuh tahun terbaring di rumah sakit.

"Kenapa tidak bilang kalau kau sudah boleh pulang? Kami kan bisa menjemputmu." Nada suara Felix terdengar bahagia.

"Aku ingin memberi kejutan, hehe ..." Pria itu adalah Lucas, kakaknya Orion.

Sementara Orion, ia masih duduk mematung di kursi yang didudukinya. Ia tidak percaya dengan semua ini. Kakaknya yang telah koma sekian lama, sadar kembali.

"Orion!"

Pria itu tersentak saat suara Lucas memanggilnya. Perlahan ia membalikkan tubuh menatap tiga orang yang tengah berpelukan di depan sana. Terlihat bahagia sekali tanpa dirinya. Ia tersenyum miris.

"Ka–kak?" sapa Orion terbata.

"Kemarilah! Kau tidak merindukan kakakmu ini? Tidak ingin memelukku?" Lucas merentangkan tangannya.

Orion terdiam, haruskah ia menghambur ke pelukan kakaknya? Bagaimana jika nanti Lucas tahu kalau ia telah melakukan sebuah kesalahan yang sangat fatal di masa lalu. Akankah Lucas masih ingin memeluknya seperti sekarang ini, atau justru akan balik membencinya seperti yang dilakukan oleh ayah dan ibu mereka.

...Bersambung...

Jangan lupa Like, Vote & Comment

Terima kasih sudah membaca 🙏🏻😊

  

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!