NovelToon NovelToon

SUGAR BABY

Kemalangan

...💠Selamat Membaca💠...

Apa yang lebih menyedihkan di dunia ini selain dari kehilangan kedua orang tua yang kita cinta? Jawabannya adalah tidak ada. Itulah yang dirasakan oleh remaja bernama Jasmine Darellyn untuk saat ini.

Diumur yang masih sangat muda, ia harus kehilangan satu-satunya keluarga yang ia miliki. Sang ibu, meninggal setelah mengalami kecelakaan pada malam hari, sepulang bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran.

Remaja itu menatap gundukan tanah yang menyimpan jasad ibunya dengan pandangan kosong. Kenapa dunia begitu kejam? Mengambil satu persatu orang yang disayanginya tanpa belas kasih. Apa yang harus ia lakukan kini? Ia hanya gadis muda berusia 15 tahun yang bahkan belum mengerti betul arti dari kehidupan keras di luar sana.

"Kenapa kau tidak membawaku ikut serta, Mom? Aku ingin berkumpul kembali dengan kalian. Aku tidak ingin tinggal di dunia ini seorang diri," ratap gadis itu sembari memandang nisan bertuliskan nama sang ibu.

"Nak!" Sebuah tangan mendarat di bahunya, disusul dengan suara berat khas pria dewasa.

Jasmine menoleh tanpa minat, ia hanya ingin sosok itu segera menjauhkan tangan dari tubuhnya. Ia benci disentuh oleh orang yang tak ia kenal.

"Maaf."

Menyadari tatapan tajam dilayangkan Jasmine pada tangan yang bertengger di bahunya, si pria langsung menjauhkan tangannya seraya meminta maaf.

"Mulai saat ini, kau adalah tanggung jawabku."

Deg

Jasmine yang sudah kembali menatap pusara sang ibu, menegang kaku begitu mendengar perkataan si pria. "Atas dasar apa?" Dengan nada dingin ia bertanya.

"Maafkan saya. Kecelakaan itu terjadi karena salah saya."

Deg

Tubuh ringkih gadis itu bergetar, jadi pria di belakangnya inilah yang telah menjadi penyebab penderitaannya kini. "Anda pembunuh!" Jasmine mendesis.

"Maaf."

Jasmine akhirnya membalikkan tubuh demi melihat wajah si pembunuh yang telah merenggut sang ibu dari sisinya. Sesosok pria paruh baya berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk penuh penyesalan.

"Kenapa anda begitu kejam?" lirih Jasmine yang berusaha matian-matian menahan umpatan yang sangat ingin dilontarkannya pada si pria. Bagaimana pun juga, pria di depannya ini tetaplah orang tua yang seharusnya dihormati bukan dimaki.

"Saya telah lalai, maafkan saya."

Mendengar suara penuh penyesalan itu membuat tubuh Jasmine jatuh terkulai di atas tanah. Ia memukul-mukul dadanya yang terasa sesak, beberapa detik kemudian, tangisnya pun pecah. Seberapa keras ia coba untuk bertahan, tapi tetap saja ia masihlah remaja rapuh yang tidak setangguh orang dewasa dalam menghadapi kehilangan seperti ini.

"Saya tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini," lirihnya penuh isak.

"Maafkan saya. Saya berjanji akan menjadi pengganti orang tuamu." Pria itu berjongkok di hadapan Jasmine, tangannya terangkat mengelus surai pirang milik remaja yang tengah berduka itu.

Jasmine mengangkat wajahnya yang bersimbah air mata. "Tapi tetap saja anda bukan orang tua saya, hiks."

"Saya akan menjadi orang tuamu. Saya akan memberikan kasih sayang seorang ayah dan juga mencukupi semua kebutuhan hidupmu. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban saya atas kesalahan fatal yang sudah saya perbuat." Pria tua yang terkenal dingin itu, jadi banyak bicara hari ini.

"Apa anda serius, Sir?" Sebagai seorang remaja yang belum mengerti bagaimana cara menjalani hidup seorang diri, Jasmine tetap saja membutuhkan seorang pembimbing dan penjamin kehidupannya.

"Iya. From now on, I'm your daddy."

Jasmine menghambur memeluk tubuh si pria, ia tidak ingin menjalani hidup ini seorang diri. Semoga di atas sana, orang tuanya tak kecewa karena dia menerima begitu saja pembunuh itu untuk menjadi pengganti orang tua baginya.

...----------------...

Satu tahun kemudian...

Beberapa pemuda tampak menongkrong di sebuah cafe trendi yang terletak di dalam pusat perbelanjaan ikonik di kotanya. Jumlahnya ada empat orang dan mereka semua merupakan mahasiswa tingkat tiga di universitas ternama di kota tersebut.

"Jarang sekali kita bisa berkumpul seperti ini," ucap salah seorang di antara mereka. Dia adalah pemuda dengan rambut jabrik dan memiliki tato bertuliskan namanya di sepanjang leher.

"Kau tahu sendiri 'kan, kita ini sibuk dengan perkuliahan masing-masing." Pemuda berwajah sedikit pucat menyahut.

"Kuliah dengan kekasihmu di apartemen, maksudnya?" timpal pemuda berkuncir. Ada nada mengejek dalam setiap kata-katanya, dan itu ditujukan untuk temannya yang berwajah pucat. 

Pemuda berwajah pucat itu tersenyum manis, membuat sepasang matanya menyipit membentuk garis setengah lingkaran melengkung ke bawah. "Ayolah, kau jangan sok suci. Beberapa kali aku juga pernah melihatmu masuk ke hotel dengan Gloria." Tak mau kalah, pemuda pucat itu juga membeberkan perangai temannya.

"Haha, Nicho tidak selevel denganmu Christ. Dia mainnya di hotel." Si pemuda jabrik tertawa lebar.

Pemuda yang memiliki kulit sangat putih cenderung pucat bernama Christian itu mendelik ke arah si jabrik. "Yang jomblo tak usah berkomentar," ejeknya.

"Kasihan sekali kau, Kevin. Hahahaa." Pemuda berkuncir yang bernama Nicholas itu tertawa keras, disusul dengan Christ yang ikutan tertawa. Mereka berdua dengan tak berperasaan menertawai nasib Kevin yang sudah menjomlo dari lahir.

"Sialan kalian, awas saja, nanti akan ku temukan seorang gadis yang memiliki kecantikan melebihi Jessie, dan kedewasaan melebihi Gloria. Akan ku perkenalkan pada kalian, tunggu saja!" Kevin bertekad.

"Kalau kau bisa, hahahaaa."

Seorang di antara mereka hanya mendengarkan pembicaraan itu tanpa ada niat untuk bergabung. Punggungnya bersandar santai di kursi dengan tangan yang berpangku di atas dada.

"Hoi, kenapa kau diam saja? Seharusnya kau membantuku dari pembullyan ini!" protes Kevin pada sahabatnya yang hanya diam bak manekin di depan toko.

"Tak ada untungnya bagiku membantumu, stupid!"

Kevin menganga, kenapa dari ketiga sahabatnya tidak ada satu pun yang baik kepadanya. Apa begini yang dinamakan sahabat. Rasanya ia ingin bunuh diri saja.

"Dasar sialan kau, Orion!" umpat Kevin. "Kau sama saja denganku, jomlo akut!" Ia menyeringai. Memang di antara mereka berempat hanya ia dan Orion yang tak memiliki kekasih.

"Walaupun jomlo, Rion banyak yang mengejar, tidak sepertimu, TAK LAKU!" Ejekan kembali keluar dari bibir manis Christ.

Ok, kini Kevin memilih diam sembari mengurut dada. Tidak ada gunanya berdebat dengan para sahabatnya yang baik hati. Itu hanya akan membuatnya sakit hati.

"Orion, apakah kau tidak pernah tertarik pada perempuan?" tanya Nicho. Pertanyaan ini sebenarnya sudah lama bersarang di benaknya, tapi baru kali ini bisa ia utarakan.

"Benar, jika aku memiliki wajah setampan dirimu. Mungkin seratus orang kekasih, bisa ku dapatkan dalam satu kedipan mata." Christ menambahkan.

Pemuda bernama Orion Haydan Cannavaro itu menghembuskan napas perlahan. "Belum ada perempuan yang bisa membuatku tertarik," akunya.

Ketiga temannya terperangah tak percaya. Setahu mereka, beberapa perempuan yang mendekati Orion bukanlah perempuan-perempuan biasa. Bahkan di antara mereka ada yang berprofesi sebagai model dan juga artis. Jadi, di mana letak tidak menariknya?

"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu." Kevin geleng-geleng kepala.

"Aku tidak memintamu untuk mengertiku, stupid!"

"So, you are still virgin, right?" tanya Christ dengan suara sedikit keras.

"Pelankan suaramu, dasar memalukan!" bentak Nicho seraya menggeplak kepala sahabatnya.

Orion hanya tersenyum tipis. Apa salahnya menjadi perjaka? Jujur saja, ia tidak ingin memanfaatkan perempuan hanya untuk kepuasan nafsu semata, ia ingat masih memiliki seorang ibu di rumah. Jika ia menyakiti perempuan, itu secara tidak langsung ia juga menyakiti ibunya. Orion sangat menyayangi sang ibu, makanya ia lebih banyak menghindar dari masalah-masalah berbau percintaan, khususnya untuk saat ini. Dia masih 20 tahun dan fokusnya saat ini hanya untuk pendidikan saja. Membanggakan kedua orang tua, itulah cita-cita terbesarnya.

"Rion! That's your dad, isn't it?" Christ menunjuk ke arah luar cafe. Kebetulan dinding cafe terbuat dari kaca, jadi orang yang berlalu lalang di luarnya terlihat begitu saja.

Mereka semua serentak menoleh ke arah yang ditunjuk Christ.

"Dad?" Orion menggeram. Bagaimana tidak, ia melihat sang ayah jalan berdua dengan seorang perempuan muda, dan yang lebih mengejutkan, tangan ayahnya merangkul pundak si perempuan itu dengan mesra.

"Apa sekarang ayahmu menjadi Sugar Daddy?"

PLAK

Nicho langsung menampar mulut Kevin yang telah berbicara sembarangan. Tidakkah pemuda jabrik itu berpikir jika ini bukanlah waktu yang tepat untuk bercanda.

"Aku akan pergi, kalian jangan mengikutiku!" Orion bangkit berdiri dan menyambar tasnya. Pemuda itu langsung pergi meninggalkan cafe, sepertinya ingin mengejar sang ayah.

"Semoga dia tidak bertindak gegabah," harap Nicho. Ia tahu jika Orion bukanlah orang yang sabar, terkadang emosi sahabatnya itu meledak-ledak untuk masalah tertentu.

"Aku tidak menyangka jika uncle Felix ternyata memiliki simpanan seorang daun muda," oceh Kevin.

"Kevin! Sekali lagi kau bicara, mulutmu ku jahit!" ancam Nicho.

Christ hanya diam mencoba mencerna apa yang terjadi. Ia tidak percaya jika ayahnya Orion mengkhianati bibinya. Ya, ibu Orion adalah kakak dari ibunya Christ. Mereka berdua adalah saudara sepupu. "Semoga semuanya baik-baik saja."

...----------------...

Orion memerhatikan kegiatan sang ayah dan perempuan muda itu dari jauh. Saat ini mereka berdua sedang berada di sebuah toko pakaian mahal.

Hampir lima belas menit berlalu, baru ayahnya terlihat keluar dari toko bersama si perempuan. Banyak tentengan yang mereka bawa di tangan masing-masing.

"Dad, kau menghabiskan uang untuk membelanjakan kekasih gelapmu. Fu**ing jerk!" Tangan Orion terkepal di samping tubuhnya. Ingin sekali ia berlari menghampiri sang ayah dan meninjunya, tapi itu terlalu ceroboh. Ia tidak ingin menjadi tontonan banyak orang.

Orion kembali mengikuti kemana ayahnya dan perempuan itu pergi. Sampai kemudian, tepat pukul 5 sore, mereka berhenti di sebuah gedung apartemen yang cukup mewah.

"Oh, jadi di sini selingkuhanmu tinggal, Dad?" gumam Orion dari atas motornya. "Awas saja, aku tidak akan tinggal diam. Kalian telah menyakiti mommy, jadi tunggu saja balasan dariku!" Setelah mengucapkan kata-kata itu, Orion kembali melajukan motor besarnya membelah jalanan ibu kota. Ia ingin pulang dan memeluk sang ibu tercinta.

...----------------...

Selama seminggu ini, Orion selalu membuntuti kemana ayahnya pergi. Untung saja, kuliah sedang libur jadi ia memiliki banyak waktu untuk menumpas perselingkuhan sang ayah. Terhitung, tiga kali ayahnya berkunjung ke apartemen perempuan itu. Entah apa yang mereka kerjakan di sana, Ia tidak sanggup membayangkan.

Orion bersembunyi di balik dinding saat melihat sosok ayahnya keluar dari apartemen si perempuan. Terlihat sang ayah berpamitan di ambang pintu, dan tak lupa mengusap pelan rambut pirang perempuan itu. Ia menggeram marah melihat adegan tersebut. Memastikan jika ayahnya sudah benar-benar pergi, baru Orion melancarkan aksinya. Ia sudah tidak sanggup menahannya lagi. Perempuan penggoda itu harus ia beri pelajaran.

...----------------...

Jasmine hendak masuk ke dalam kamar setelah melepas kepergian ayah angkatnya. Namun, suara bel yang berbunyi, seketika menghentikan langkahnya. Gadis pirang itu berbalik kembali menuju pintu masuk.

Setelah pintu terbuka, ia disambut oleh punggung tegap seseorang yang membelakanginya.

"Maaf, cari siapa, ya?" tanya Jasmine.

"Mencarimu!" Sosok itu berbalik. Sepasang matanya menyorot Jasmine tajam.

Gadis itu merasa sedikit ketakutan. "Ka-kau siapa?" tanyanya dengan suara bergetar. Tangannya sudah mengambil ancang untuk segera menutup pintu jika tamu yang datang itu ingin melakukan sesuatu yang tidak baik.

"Tidak usah takut, bukankah kau sudah terbiasa dengan lelaki?" Pemuda yang datang itu menyeringai, membuat perasaan Jasmine semakin tak enak.

"Maaf, saya tidak mengenalmu." Baru saja ingin menutup pintu, pemuda itu sudah lebih dahulu menahannya dengan menyelipkan kakinya di bawah sana.

Tubuh Jasmine terdorong ke belakang saat pemuda itu memaksa masuk.

"K-kau mau apa?" cicit Jasmine.

Seringai mengerikan yang tercetak di bibir pemuda itu membuat Jasmine mati ketakutan. Apalagi setelah melihat jika pemuda itu mengunci pintu dan menatapnya dengan pandangan yang aneh.

"Jangan mendekat!" pekik Jasmine.

...----------------...

Remaja 16 tahun itu bangkit dengan susah payah. Seluruh tubuhnya terasa remuk saat digerakkan, terlebih pada area intimnya.

Hidupnya sekarang hancur, tak ada lagi yang bisa ia harapkan. Satu-satunya harta berharga yang ia miliki kini telah hilang dirampas paksa oleh seseorang yang tak dikenalinya.

"Aku ingin mati saja."

...Bersambung...

Hoho... Cerita baru. Ada yang suka? Mau lanjut?

Kehilangan Mahkota

...💠Selamat Membaca💠...

Orion berjalan menuju pintu apartemen milik selingkuhan ayahnya dengan jantung yang berdebar. Dalam hati ia berpikir, apakah yang dilakukannya ini sudah benar, atau justru salah.

"Tak ada lagi yang mesti dipikirkan." Tekad Orion sudah bulat, ia menghirup napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Kemudian, pintu apartemen diketuknya dua kali.

Jujur saja, ini sedikit sulit. Rasanya, ia belum terlalu siap untuk bertatapan langsung dengan perempuan penggoda yang ingin merusak rumah tangga kedua orang tuanya. Ia takut tidak bisa mengendalikan diri. Akhirnya, pemuda itu memilih untuk membalikkan tubuh.

"Maaf, cari siapa, ya?" Alunan suara merdu itu memasuki gendang telinga Orion. Jantung pemuda itu semakin berdetak cepat. Ia penasaran, bagaimana wajah perempuan yang sudah membuat ayahnya berpaling. Apakah cantik seperti ibunya? Entahlah. Selama ini ia hanya melihat dari kejauhan. Yang jelas, dia memiliki rambut pirang sebahu.

"Mencarimu!" Orion akhirnya memberanikan diri untuk berbalik. Kini di hadapannya, ada sesosok perempuan yang sangat cantik. Wajahnya oval, dihiasi dengan sepasang mata berlensa safir, terlihat berkilau seperti air laut yang diterangi cahaya matahari siang, hidungnya bangir, bibirnya kecil tapi tebal, sangat sensual. Namun, semua keindahan itu justru membuat Orion meradang. Jadi, dengan memanfaatkan wajah cantik inilah, cara si perempuan memikat sang ayah, pikirnya. Mata tajam yang semula memandang kagum, kini menyorot benci.

"Ka-kau siapa?" Perempuan itu bertanya dengan wajah pucat seperti ketakutan.

"Tidak usah takut, bukankah kau sudah terbiasa dengan lelaki?" Melihat ketakutan di mata musuhnya, Orion menyeringai.

"Maaf, saya tidak mengenalmu." Perempuan itu bergegas menutup pintu.

Namun, Orion bergerak lebih cepat, sebelum perempuan itu berhasil menutup pintu. Sebelah kakinya dijulurkan hingga membuat pintu gagal tertutup. Langsung saja, ia mendorong pintu dan memaksa masuk.

"Kau tidak mengenalku? Kalau begitu ayo kita berkenalan, namaku Orion. Siapa namamu?"

"Jas-mine..." Walaupun dalam keadaan genting, perempuan bernama Jasmine itu masih sempat-sempatnya menjawab pertanyaan Orion.

"Namamu jelek, persis seperti kelakuanmu!" Orion hendak mencengkram wajah Jasmine tapi tangannya lebih dulu ditepis sebelum berhasil melakukannya.

"Jangan sentuh aku!" pekik Jasmine dengan tubuh bergetar.

Orion tak mengindahkan penampakan lawannya yang sudah mati ketakutan. Pemuda itu semakin berani dengan mengunci pintu apartemen, sebagai antisipasi agar lawannya tak bisa kabur.

Setelah bunyi klek yang menandakan pintu telah terkunci sempurna, perlahan Orion berjalan menghampiri si perempuan, dan ya jangan lupakan seringai mengerikan yang setia tersungging di bibir tipisnya.

"Jangan mendekat!" pekik Jasmine.

Pekikan itu malah membuat Orion semakin tertantang. Ia terus maju, sementara perempuan pirang itu bergerak mundur.

"Siapa kau, apa yang kau inginkan?!" teriak Jasmine yang mulai frustasi, pasalnya kini dia sudah tersudut di tembok dengan Orion yang mengurung pergerakannya.

"Berapa umurmu?" tanya Orion sembari matanya lekat menatap safir yang membeliak penuh ketakutan.

"H-huh?"

"Ku perhatikan kau masih bocah, tapi kelakuanmu sungguh di luar dugaan."

"Apa yang kau bicarakan? Aku sama sekali tidak mengerti!"

"Kau sudah merebut ayahku!" bentak Orion. Ia muak karena perempuan itu terus berlagak polos.

"Ayahmu? Ayahmu yang mana? Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan?" teriak Jasmine.

"Ayah yang mana? Jadi kau berhubungan dengan banyak pria tua, huh? Sampai-sampai kau tidak tahu siapa yang kini tengah aku bicarakan." Orion geleng-geleng kepala, ternyata perempuan di hadapannya, memang semurahan itu.

"Pergi kau!" Perempuan pirang itu mendorong tubuh Orion hingga kurungannya terlepas. Secepat kilat, ia berlari masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.

Orion sempat terdiam setelah mendapat dorongan kuat dari Jasmine, namun ia segera tersadar lantas berlari mengejar ke dalam kamar.

"Hei! Open the door!" Orion menggedor-gedor pintu itu dengan keras. Saat ini ia merasa sangat kesal.

"Go away!" Terdengar teriakan dari dalam kamar.

"Tidak. Aku tidak akan pergi sebelum kau mendapatkan balasan atas apa yang telah kau lakukan. Kau adalah ****** kecil yang sudah menggoda ayahku!" Orion berteriak sembari mencoba mendobrak pintu kamar.

"Aku tidak pernah menggoda siapapun!"

BRAKK

Orion akhirnya berhasil masuk setelah mendobrak pintu kamar.

"Ya Tuhan, apa sebenarnya yang kau inginkan?" Jasmine yang berada di pojok sana terus berteriak frustasi.

Orion berjalan menghampirinya setelah pintu tertutup. "Aku mau kau menderita."

Perempuan malang itu terlihat sangat pucat, peluh membanjiri wajah dan tubuhnya.

"Kita bisa bicarakan ini baik-baik, kau bisa menjelaskan padaku, apa masalahnya? Aku...-"

"Shut up!"

Deg

Orion terpana saat melihat figura foto yang berdiri di atas nakas. Ia mengambilnya dan memandangi potret dua manusia di dalamnya dengan napas memburu penuh amarah.

"Lihat! Ini ayahku, dan kau sudah merebutnya dari ibuku. Kau, F**king *****!" Orion menarik rambut Jasmine dan menghadapkan wajah pucat itu ke arah foto yang berada di tangannya.

"Bu-bukan, arrgghh..." Jasmin menjerit saat Orion menarik kasar rambutnya. Ia sulit untuk bisa berkata-kata.

"Dasar perempuan murahan!"

PRANGG

Tarikan Orion di rambut pirang itu terlepas berganti dengan ia yang memegangi kepalanya yang baru saja di hantam dengan keras mengenakan vas bunga, yang entah di dapat dari mana oleh Jasmine. Terlihat darah mengucur deras dari keningnya.

"KAU!?"

Orion menarik tangan Jasmine yang hendak melarikan diri dengan kuat, setelah dapat, dihempaskannya tubuh itu sampai terpelanting di atas tempat tidur.

"Arghh, sial!" Orion menjerit saat melihat tangan yang memegang kepalanya sudah dilumuri darah. "Aku tidak akan mengampunimu!"

Pemuda itu naik ke atas tempat tidur, ia langsung menindih tubuh yang terlentang di bawahnya.

"Minggir! Apa yang mau kau lakukan?" Jasmine mendorong tubuh Orion, tapi tak berhasil. Tenaganya terlalu kecil untuk menghadapi tubuh tinggi besar yang menindihnya.

"Aku akan memberimu pelajaran!" Orion menarik baju kemeja yang digunakan Jasmine sampai satu persatu kancingnya terlepas.

"Jangan! Apa yang kau lakukan?!" Jasmine menangis, meminta Orion menghentikan perbuatannya.

"Hahaha, lihatlah! Bahkan dadamu saja belum tumbuh, tapi kau sudah berani menjual diri. Apa yang bisa dinikmati dari tubuh jelekmu ini, eh?" ejek Orion. Ia sudah berhasil menelanjangi bagian atas dari tubuh Jasmine.

"Jangan!" Perempuan malang itu mencoba menutup dadanya menggunakan kedua tangan, tapi Orion segera menyingkirkannya. Diambilnya baju kemeja milik Jasmine yang tadi dilepasnya, kemudian mengikatkannya pada kedua pergelangan tangan kecil milik gadis itu yang terus saja memberontak.

"Jangan!" Jeritan Jasmine tertelan kembali masuk ke dalam tenggorokannya saat Orion membungkam mulutnya dengan ciuman paksa yang sangat kasar.

Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepalanya agar ciuman Orion terlepas. Berhasil, Orion menghentikan ciumannya dan kini berpindah pada bagian dada.

Ia hanya berdecih, menatap dada datar itu tanpa minat. Tatapannya lalu turun ke bagian bawah yang masih terbungkus dengan rok sepanjang lutut.

"Mau apa kau?" Jasmine meronta saat Orion berusaha melepas rok yang dikenakannya.

"Berisik!" Orion mengambil bra Jasmine dan menyumpalnya ke mulut perempuan itu. Hingga suara teriakan tak lagi terdengar.

Entah apa yang merasukinya, yang jelas malam itu Orion benar-benar melakukannya. Ia memperkosa Jasmine dengan kejam, tanpa peduli kesakitan yang dirasakan perempuan bernasib malang itu.

...----------------...

Orion membuka mata, kepalanya terasa sangat sakit. Setelah merampas paksa kehormatan Jasmine, pemuda itu jatuh tertidur karena kelelahan. Dilihatnya ke samping, gadis itu terlelap dengan keadaan mengenaskan. Terbesit sedikit rasa bersalah dalam diri Orion, pelan-pelan ia membuka ikatan di tangan Jasmine dan tak lupa sumpalan di mulutnya juga.

Pemuda itu meremas rambutnya frustasi. "Apa yang sudah ku lakukan?" lirihnya. Menyesal? Tentu saja. Ia tidak menyangka akan bertindak sejauh ini.

Ditatapnya Jasmine sekali lagi. Dipindainya tubuh telanjang itu dengan nanar. Banyak luka lebam dan juga tanda kemerahan di sekujur tubuh ringkih itu.

"Aku harus segera pergi dari sini." Orion benar-benar kalut, ia bangkit dan mengenakan kembali pakaiannya, lalu melarikan diri meninggalkan tubuh yang tergolek tak berdaya di atas tempat tidur.

...----------------...

Sepasang suami istri tengah menanti kepulangan anak bungsunya dengan perasaan cemas, pasalnya jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari.

"Ponselnya masih tidak aktif," ucap si suami.

"Ya Tuhan, kemana kau Orion. Tak biasanya dia pulang selarut ini?" Si istri, yang merupakan ibu dari Orion, bergumam resah.

"Itu dia!" Ayah Orion, yang bernama Felix, bangkit berdiri saat melihat kemunculan sang anak.

"Orion!" Si ibu memekik kaget melihat keadaan bungsunya. Ia berlari menghampiri.

"Ada apa, Nak? Kenapa kau berdarah?" Si ibu yang bernama Megan mengelus kening Orion yang dipenuhi noda darah kering.

"Ada sedikit kecelakaan, Mom... but I'm Ok." Suara Orion terdengar parau.

"Kita ke rumah sakit, ya?" bujuk Megan.

"Tidak. Aku mau istirahat saja." Orion berjalan meninggalkan sang ibu.

"Orion!" panggil Felix.

Orion berhenti, ia menoleh, menatap ayahnya dengan sorot mata tajam. Lalu, beberapa detik kemudian, ia kembali melangkah meninggalkan kedua orang tuanya yang saling melemparkan tatapan heran.

...----------------...

Di tengah malam yang sunyi, seorang perempuan muda berjalan gontai tanpa alas kaki. Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, kini ia sampai di sebuah sungai yang terlihat sepi. Kakinya yang mulai melepuh melangkah mendekati bibir sungai.

"Tak ada lagi yang bisa ku harapkan dari dunia yang kejam ini. Dad, Mom, sebentar lagi aku akan datang. Tunggu aku!" Setelah mengucapkan kata terakhirnya, perempuan itu langsung terjun ke sungai.

...Bersambung...

Jangan lupa Like, Vote & Comment

Terima kasih sudah membaca🙏🏻😊

Melanjutkan Hidup

...💠Selamat Membaca💠...

Pria berusia 26 tahun itu menatap pantulan dirinya di cermin besar yang ada di dalam kamar apartemen. Tubuh atletis yang dibalut dengan stelan tuxedo hitam membuatnya terlihat gagah. Kaki panjang beralaskan pantofel berkilat itu maju selangkah, dan wajah dingin andalan si pria mendekat ke arah cermin. Tangannya terangkat, mengatur sedikit poni guna menutupi bekas luka yang cukup panjang melintang di atas alis sebelah kirinya.

Bekas luka itu selalu mengingatkan dirinya atas kekejaman yang sudah dilakukannya 6 tahun lalu. Menjadi ko pengingat baginya agar tak melupakan malam kelam itu begitu saja.

"Sayang, kau sudah selesai?" Suara lembut seorang wanita menyapa dibarengi dengan kedua tangan yang melingkar di perut keras terlatihnya.

Pria itu, Orion, sedang dipeluk mesra dari belakang oleh kekasihnya. Wanita cantik yang berprofesi sebagai model dan sudah hampir dua tahun ini berkencan dengannya. Semalam, ia menginap di apartemen wanita itu.

Tubuh tegap Orion berbalik, ia mendorong pelan bahu si wanita berambut panjang itu agar melepas pelukannya. "Aku harus segera berangkat" katanya.

Wajah wanita itu terlihat tak senang, terbukti dengan bibir yang sengaja dimajukan, sebagai tanda tengah merajuk. Padahal ia ingin meminta waktu sebentar saja untuk bermanja, tapi Orion terlalu sibuk dengan urusan kantornya.

"Bersiaplah, malam nanti, aku akan mengajakmu ke rumah. Akan ku perkenalkan kau pada kedua orang tuaku."

Wajah yang semula cemberut itu berubah sumringah. "Benarkah? Kau tidak bercanda, kan?" tanya wanita itu memastikan. Matanya memandang penuh binar pada wajah sang kekasih.

Orion mengangguk dengan senyum tipis menghiasi wajah tampannya. "Jangan lupa berdandan yang cantik!"

"Tentu. Aku akan mempersiapkan malam ini dengan sangat baik." Wanita itu terlihat begitu bersemangat. Dengan diperkenalkan pada kedua orang tua sang kekasih, itu berarti hubungan mereka akan menaiki tingkat yang lebih serius lagi. Tentu saja, ia sudah tidak sabar untuk segera menjadi istri dari seorang Orion Hayden Cannavaro.

"Tunggu dulu!" Wanita itu menahan lengan Orion saat pria itu akan beranjak pergi.

"Aku tidak mau karyawanmu menertawakan bosnya yang tidak rapi dalam mengikat dasi." Si wanita berdiri di hadapan Orion sembari tangannya menari lincah memperbaiki ikatan dasi Orion yang sedikit berantakan.

"Selesai," ucapnya. Wanita itu menengadah menatap Orion dengan senyuman manis di bibirnya.

Orion tak tahan dan langsung ******* bibir merah muda kekasihnya. "Terima kasih, sayang."

"Aku berangkat dulu."

"Iya."

...----------------...

Seorang wanita muda baru saja keluar dari dalam lift yang membawanya menuju lantai teratas gedung tempatnya bekerja. Tujuannya saat ini adalah ruangan CEO. Menduduki posisi sebagai seorang sekretaris membuatnya dituntut untuk selalu berada di sisi sang pemimpin perusahaan.

Selama perjalanan, tidak satu atau dua orang yang memperhatikan dirinya. Semua pasang mata yang ia lewati sudah pasti meliriknya, baik pria maupun wanita. Bagaimana tidak, ia dijuluki sebagai wanita most wanted di perusahaan. Selain wajah yang sangat cantik, bentuk tubuhnya juga membuat laki-laki meneteskan air liur. Dada besar dan padat, serta bokong sintal nan bulat. Sungguh, ia menjadi makhluk ciptaan Tuhan yang paling banyak diincar. Namun, semua pria yang mengaguminya hanya bisa berfantasi tanpa berharap apapun, karena semua orang tahu, wanita itu sudah ada pemiliknya.

Wanita cantik bertubuh indah itu sama sekali tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya. Ia terus berjalan, sampai kaki jenjangnya berhenti di depan pintu ruangan pria nomor satu di perusahaan. Tanpa meminta izin terlebih dahulu, ia membuka pintu begitu saja.

"Kau datang?" sambut pria dewasa yang tengah duduk di atas kursi kebesarannya.

"Ya." Wanita itu menyahut seadanya lalu berjalan menuju meja kerjanya yang memang disiapkan khusus di ruangan itu.

Wanita itu mulai sibuk dengan bermacam laporan di atas meja. Ia terlihat sangat serius menekuni pekerjaannya.

"Mine, kemarilah!" panggil sang atasan. Seorang pria berumur 35 tahun yang memiliki surai sebahu diikat.

Wanita bertubuh molek itu bernama Jasmine, ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan pelan menuju meja sang atasan.

"Berikan dokumen ini pada direktur keuangan!" Disodorkan sebuah map ke hadapan Jasmine.

"Baik, Mr. Davidson." Jasmine mengambil alih map itu dari tangan atasannya, saat akan berbalik, pinggangnya ditarik secara tiba-tiba, hingga tubuhnya jatuh terduduk di atas paha sang atasan.

"Mr?" Jasmine memekik kaget karena ulah pria yang dipanggilnya Mr.Davidson"Apa yang kau lakukan?" tanyanya seraya mencoba melepaskan diri.

"Nanti saja kau antarkan map itu, sekarang temani aku dulu." Pria bernama lengkap Mark Davidson itu memeluk erat tubuh Jasmine yang berada di pangkuannya. Suaranya terdengar berat.

"Ada masalah apa lagi, Mark?" Jasmine beralih ke mode tidak resmi. Jika tingkah atasannya sudah seperti ini, berarti ada sesuatu yang telah terjadi. Dan ia harus menyingkirkan sejenak status atasan dan bawahan yang mengikat mereka.

"Tidak apa-apa. Aku hanya membutuhkan pelukan hangat darimu," gumam Mark yang bersembunyi di balik punggung Jasmine.

Wanita berambut pirang panjang itu membuang napas, ia melepas kedua tangan yang melingkar di perutnya lantas berdiri.

"Ayo!" Digenggamnya tangan Mark dan dibawanya pria itu untuk duduk di sofa panjang yang ada di ruangan.

Setelah mereka berdua duduk, Mark langsung merebahkan kepalanya di paha Jasmine, mata abunya terpejam rapat.

Jasmine tak bertanya, ia hanya mengusap-usap kening pria di pangkuannya dengan lembut. Ia tahu, saat ini atasannya itu sedang mengalami masalah, tapi belum siap untuk menceritakannya.

Sepuluh menit kemudian, Mark membuka mata. Ia merasa beban di pundaknya sedikit terangkat berkat kenyamanan yang diberikan Jasmine.

"Mau bercerita?" tanya Jasmine saat Mark menatap intens dirinya.

"Nanti saja, di apartemen." Pria itu mengangkat tangan kanannya, membelai sebentar wajah Jasmine, kemudian menarik tengkuk wanita itu untuk turun mendekati wajahnya.

Cup

Sebuah kecupan mampir di bibir berwarna peach milik sekretaris cantik itu.

"Aku menginginkanmu saat ini juga!" Mark berbisik lirih.

"Mark!" protes Jasmine. Ia menjauhkan wajah meronanya dari Mark.

"Maaf." Pria itu segera bangkit dari rebahannya.

"Aku akan kembali bekerja." Jasmine mengambil map yang ada di atas meja sang atasan dan segera mengantarkannya menuju ruangan direktur di lantai bawah.

"Mine..." Begitulah Mark memanggil Jasmine, dengan empat huruf yang ada di belakang nama wanita itu. Mine, yang juga berarti milikku.

...----------------...

Sesosok tubuh tengah terbaring tidak sadarkan diri di ranjang pesakitan sebuah rumah sakit terbaik di kota. Banyak alat medis yang menempel di tubuh kurus sosok itu. Seorang wanita paruh baya, menatapnya dengan sendu. Terhitung sudah tujuh tahun pria yang terbaring itu tak sadarkan diri dari tidurnya yang panjang.

"Kapan kau bangun? Kami semua sangat merindukan dirimu. Kembalilah!"

...Bersambung...

Jangan lupa Like, Vote & Comment

Terima kasih sudah membaca🙏🏻😊

Visual ➡️ Jasmine Darellyn

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!