Malam tahlilan ketiga di rumah Mbah Arni terasa membosankan karena yang 'mimpin tahlil dan doa temponya agak lambat sehingga acara tahlilannya 'nggak selesai-selesai.
"Yang doa kayak keong, Im."
"Iya bener, To. Harusnya ambil penting-pentingnya saja yang penting khusyuk. 'Nggak usah dilama-lamain begini!"
"Setuju."
Akhirnya setelah ditunggu beberapa lama acara pun selesai. Setelah diberi hidangan makan, warga pun pulang membawa kue macam tiga, apem, sompel (nogo sari), dan gerung teleng (iwel-iwel) sebagai kue khas malam ketiga tahlilan.
"Tadi kamu habis berapa piring, To?"
"Dua, kamu berapa?"
"Sama. Enak banget nasi pecelnya ya?"
"Sebandinglah dengan durasi doanya"
Kami pun tertawa bersama. Tiba-tiba Zen datang ikut nimbrung.
"Mendoakan tetangga itu harus ikhlas. Jangan banding-bandingin doa dengan makanan yang disajikan. Tuan rumah kan sedang berduka, andai nggak dikasih makanan atau minuman pun seharusnya kita tetap ikhlas mendoakan."
"Apaan sich kamu, Zen? Enggak usah munafik. Kalau ngak ada makanannya, apa kamu mau tetap rajin mendoakan? "
"Ya, iya ,dong! Masa berdoa harus lihat makanannya?"
"Halah .... Sana kamu nggak usah bareng-bareng kita, kalau mau ceramah!"
"Ya, enggak gitu."
"Udah sana! Kami enggak mau mendengar ocehanmu."
Zen meninggalkan kami berdua dengan wajah yang penuh tanda tanya.
*
Kami berdua sudah berani berjalan agak di depan beberapa meter dari bapak-bapak tetangga.
"Amit, Mbah" Kami menyapa seorang kakek yang sedang duduk-duduk di dekat rumpun bambu rumah Pak Suwarno.
"Iya, Le." Jawab kakek-kakek tersebut.
"Siapa, Im? Kok malam-malam berani duduk-duduk di situ?"
"Saya juga nggak kenal mungkin tamu salah satu tetangga kita atau ... tunggu dulu sepertinya aku pernah melihatnya."
"Oh ya? Dimana?"
"Ya .... Dia itu kakek-kakek yang pagi-pagi pernah lewat depan rumah."
"Ngapain dia di situ, ya?"
"Gimana kalau kita intip, To?"
"Oke."
Kami pun mengendap-endap di antara tegalan dan bersembunyi di balik rimbunnya pagar beluntas. Dalam hal beginian kami memang paling jago, kami yakin kakek-kakek tadi tidak akan mengetahui keberadaan kita.
"To, kakek itu sembunyi dari bapak-bapak tetangga."
"Iya. Pasti ada yang nggak beres sama kakek-kakek itu, ngapain dia pake sembunyi kalau tidak ada apa-apa?"
Setelah tidak ada orang lewat lagi, kakek tua itu berjalan memutari rumpun bambu sambil menebarkan sesuatu di sana, duduk bersila sambil membakar entah apa itu. Kemudian ia berlari ke arah selatan dan menghilang di ujung jalan.
"Bener, Im. Kakek tadi melakukan sesuatu yang tak lazim."
"Apa yang dia tebar dan bakar di sana?"
"Kita lihat, yuk! Siapa tahu ini ada hubungannya dengan arwah Lastri?" Parto menarik tanganku.
"Berhenti dulu! Kita cek dulu apakah Lastri sedang ada di sana atau sedang mengganggu warga."
"Oke, Im. Satu .... Dua .... Tiga ...." Kita membuka kalung pembelian Mbah Kardi sambil memicingkan mata melihat ke arah rumpun bambu. Ternyata tidak ada arwah Lastri di rumpun bambu.
"Aman, Im. Ayo kita lihat kesana!"
"Tunggu, To. Bulu kudukku tiba-tiba merinding. Sepertinya ada sesuatu di belakang kita."
"Iya, Im. Aku juga merasa begitu."
"Ayo berhitung lagi, To!" Kataku semakin gemetar, kesensitifan inderaku sepertinya kembali setelah melepas kalung itu.
"Satu .... Dua ....Tiga ...." Kami menoleh ke belakang bersama-sama dan benar dugaanku ternyata di belakang kami berdua ada sosok perempuan berambut gimbal sedang melotot ke arah kami.
"LASTRI .... Huaaaaaaaaaaaaa ...."
Kami pun lari terbirit-birit melompati pagar-pagar bluntas, perasaan ngeri terhadap si rambut gimbal dan mata melototnya membuat kami menjadi pelari tercepat dalam sekejap. Entah berapa kali aku terjatuh karena kaki tersandung gundukan-gundukan tanah, tiap aku terjatuh aku langsung bangkit dan berlari lebih cepat lagi karena takut ada Lastri di belakangku, sementara Parto juga sama denganku beberapa kali jatuh tersungkur dan bangkit lagi.
"Sialan Si Lastri!" Kata Parto ngos-ngosan ketika kita sudah sampai di depan rumah.
"Badanku sakit semua, To gara-gara Lastri." Kataku dengan tak kalah ngos-ngosannya.
"Kita lanjutkan besok investigasi kita! Sekarang kita pake lagi saja kalung ini biar aman!"
Akhirnya kita memakai lagi kalung tersebut dan masuk ke dalam rumah.
*
Keesokan paginya, seperti biasa ibu menyuruhku membeli sayur ke Cak Ridwan yang mangkal di depan rumah. Ibu sengaja menyuruhku membeli sayur karena malas mendengar tetangga nge-gibahkatanya. Tapi ia lupa dengan menyuruhku membeli sayur secara tidak langsung menjerumuskanku dalam dunia pergibahan, meskipun sejauh ini aku hanya menjadi pegibah syar'i alias tukang dengerin orang ngegibah saja.
"Bu Neni, kue tiga-tigaan tadi malam kecil-kecil, ya?"
"Iya, Bu Mila. Punya suamiku malah isinya cuma dua."
"Eh... Iyatah? Kok bisa kurang-kurang gitu ngisinya, ya?"
"Gimana enggak kurang-kurang, lah wong yang bantuin enggak berhenti ngemili kuenya."
"Ya, nggak tahu lagi kalau gitu, Bu. Emang siapa, sih yang suka kayak gitu?"
"Itu loh. Bu Hendra."
"Hm .... Panteeeeees."
"Emang Bu Hendra suka gitu?"
"Ealah, kamu ni, kayak nggak ngerti sifatnya dia saja."
Tiba-tiba Bu Hendra datang.
"Pagi ibu-ibu ..."
"Pagi Bu Hendra. Wah, Bu Hendra ini selalu kelihatan bersemangat. Apa sich rahasianya?"
"Ah, Bu Mila ini bisa saja?"
Melihat drama gibah ibu-ibu ini aku jadi geli sendiri. Ternyata benar kalau ada orang ngegibahin orang lain di depan kita, bisa jadi suatu saat kita yang digibahin di depan orang lain.
"Gimana, Bu Mila masih diganggu Lastri?"
"Alhamdulillah, Bu Hen sudah bisa tidur dengan nyenyak sekarang. Jimat Mbah Kardi memang manjur."
"Loh, kalian pakai jimat kok nggak bilang-bilang, sih? Aku loh kemaren malam didatangi Lastri." Kata Bu Siska.
"Tadi malam giliran Bu Ratih depan rumah yang didatangi." Sambung Bu Siska lagi.
"Bu Ratih si rondo teles itu?"
"Hus....Bu Hendra ini ada-ada saja. Kok rondo teles, sih?"
"Loh, kan rambutnya keramas tiap hari jadi teles (basah) terus." Kata Bu Hendra sambil senyum-senyum iri.
"Namanya juga mendreng (pedagang keliling), Bu. Jadi, harus tampil menarik. Apalagi yang dijual bedak dan lipstik." Sela Bu Inggrid dengan senyum 'nggak kalah memancing.
"Iya. Mendreng segalanya," jawab ibu-ibu lainnya kompak.
Duh kah, bisa gila aku melihat pertunjukan gibah ibu-ibu kampungku ini. Tapi, karena penasaran dengan cerita Lastri aku betah-betahin berdiri di sana sambil pura-pura melihat ikan segar dan tempe tahu padahal aku cuma disuruh beli sayur saja sama ibu, uangnya hanya cukup buat beli sayur.
"Gimana ceritanya tadi Bu Ratih digangguin arwah Lastri?"
"Sekitar jam tujuh malam Bu Ratih pulang jualan, dia mau ngebersihin make up sambil duduk di meja rias. Nah pas ngebersihin mukanya itu Bu Ratih ngeliat ada jerawat agak gede di pipi sebelah kiri. Dia mau mencetin tuh jerawat, didekatkanlah pipi sebelah kiri ke cermin. Pas sudah deket Bu Ratih ngerasa ada yang aneh. Dia lihat pori-pori wajahnya jadi besar-besar gitu trus agak keriput gitu. Awalnya dia pikir mungkin efek karena dilihat dari jarak dekat. Tapi lama-lama Bu Ratih curiga, dia pun agak mundur. Ternyata benar, bayangan di cermin yang ia lihat bukan lagi wajahnya melainkan sosok perempuan berambut gimbal dengan mata melotot, LASTRI."
"Hiiiiiii ...," suara ibu-ibu kompak.
"Terus, Bu Ratih masih berani tidur sendirian di rumahnya?"
"Ya, enggak lah Bu. Tadi malam tak ajakin nginep di rumah dulu kasian dia sampai jerat jerit nggak karuan begitu."
"Ajakin ke rumah Mbah Kardi saja, Bu. Biar nggak digangguin Lastri lagi."
"Iya, Bu nanti siang kami mau kesana. Hiiii .... Serem kalau ingat sama wajah Lastri."
"Ngomong-ngomong ibu nggak khawatir ke luar rumah lama-lama?"
"Khawatir apa Bu? Kalau siang kan Lastri nggak pernah nongol?"
"Bukan hantu Lastri maksud saya, Bu. Tapi nggak khawatir suami Bu Siska digangguin hantu yang lain di rumah?" ujar Bu Hendra sambil senyum-senyum.
"Ah, Bu Hendra ini." Jawab Bu Siska sambil nyelonong pergi setelah mengambil dan membayar belanjaannya. Dari caranya berjalan yang terburu-buru sepertinya dia memang ingin keburu sampai di rumah karena terpengaruh omongan Bu Hendra.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Tantina Wyvaldia
kak author sukses bikin takut
2024-04-29
0
hanung wahyuningsih
ngebut
2023-01-01
0
Ahnafal Wafa Tsaqifa
up
2022-12-06
0