Keesokan harinya halaman rumah Mbah Arni ramai dibanjiri seluruh penduduk kampung Jatisari. Tidak mau ketinggalan, beberapa warga kampung sebelah juga banyak yang datang melihat. Mereka semua ingin melihat secara langsung lokasi dimana jenazah penari itu dikubur. Sayangnya, warga hanya diperbolehkan melihat dari sebelah luar 'Police Line' karena saat itu TKP masih dalam pemantauan polisi.
Pukul delapan pagi tim forensik dari kepolisian kembali melakukan observasi di TKP. Masyarakat semakin berebut menonton tim forensik yang sedang berkonsentrasi menyisir lokasi tersebut. Setiap orang yang baru mengetahui kisah pembunuhan Cempaka, merasa ngeri dan tak habis pikir dengan adanya kejadian tersebut. Tak ayal lagi, nama almarhumah Lastri, Agus, dan Cak Rosid menjadi buah bibir warga.
Pukul sebelas siang polisi menjemput aku dan Parto untuk dibawa ke Polsek dengan didampingi oleh orang tua kami. Polisi menanyakan beberapa hal yang kami ketahui seputar kasus tersebut. Kami pun menjelaskan apa saja yang kami ketahui kepada polisi, tentunya bagian mistisnya tidak kami ceritakan, karena percuma saja, mereka takkan mempercayai hal itu. Setelah mempertimbangkan sekumpulan barang bukti dan keterangan dari para saksi, akhirnya polisi menyimpulkan bahwa Cempaka memang telah dibunuh oleh almarhumah Lastri.
Warga pun semakin heboh membicarakan kasus tersebut, sehingga di seluruh penjuru kampung setiap ada yang sedang mengobrol, tema pembicaraannya pasti sama, yaitu Lastri, ibunya Cak Rosid telah membunuh Cempaka, selingkuhan suaminya. Kasian Cak Rosid harus menanggung beban mental atas kekejian yang tidak ia lakukan. Dari luar, memang Cak Rosid terlihat 'woles' saja menanggapi keluarganya yang dijadikan obyek pembicaraan masyarakat. Ia masih berjualan bakso di depan rumahnya. Entahlah apa yang ada di hati dan pikirannya, tidak ada yang tahu.
Malam mulai menjelang, sang rembulan mulai muncul menggantikan pesona sang surya yang sudah lelah menjalankan tugasnya seharian. Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang sepi mencekam, malam ini banyak warga yang masih berkumpul di luar rumah. Apalagi yang mereka lakukan, kalau bukan membicarakan Lastri. Aku lihat sejak pagi tadi, warung Cak Rosid masih sepi dari pembeli. Hanya anak-anak kecil saja yang masih membeli, itupun tidak dengan tarif yang sebenarnya.
Aku sedang duduk-duduk di teras rumah saat terdengar teriakan perempuan dari selatan rumah. Penduduk berlari berhamburan menuju arah teriakan itu. Aku pun berlari menuju ke sana bersama penduduk yang lain. Ternyata yang berteriak adalah Bu Mila. Saat itu orangnya hanya berbalut handuk. Ketika kami mendatanginya, Bu Mila masih gemetar ketakutan sambil menunjuk ke arah kamar mandi umum yang biasa digunakan warga RT empat, tempat perempuan itu tinggal.
"Ada apa, Bu Mila?" tanya beberapa warga yang datang
"A-ada h-hantu d-di d-dalam sana," jawab Bu Mila gemetaran sambil menunjuk ke arah kamar mandi umum.
Warga segera beramai-ramai berjalan menuju kamar mandi umum itu. Sesampai di depan kamar mandi, Bu Mila melanjutkan ceritanya.
"T-tadi pas s-saya m-menutup k-kamar m-mandi, tiba-tiba di d-dalam ada p-perempuan sedang b-bergelantungan di atap," terang Bu Mila dengan masih terbata-bata. Beberapa penduduk laki-laki langsung mengecek ke dalam kamar mandi, tetapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di sana.
"Mungkin kamu tadi keto'-keto'en saja, Bu Mila? (Mungkin kamu tadi berhalusinasi saja, Bu Mila?)" sambung warga yang lain.
"Tidak. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Wanita itu bergelantungan di atas, matanya yang merah menatap tajam ke arahku," jawab Bu Mila lagi dengan suara lebih ditinggikan untuk lebih meyakinkan warga yang berkerumun.
Para penduduk laki-laki kemudian dengan menggunakan senter menyorot ke seluruh gang rumah di sekitar rumah Bu Mila. Dengan begitu mungkin bisa menemukan sedikit petunjuk atau hal yang mencurigakan, tetapi sayangnya mereka tidak menemukan apa-apa.
Akhirnya Bu Mila dibawa oleh para warga menuju ke rumahnya. Dan penduduk pun membubarkan diri menuju rumah masing-masing. Sebagian orang masih mengira Bu Mila salah lihat tetapi ada sebagian yang lain mempercayai apa yang dilihat oleh Bu Mila.
Sepulang dari rumah Bu Mila aku langsung pulang dan menutup pintu rumah. Rupanya bapak dan ibuku masih belum pulang dari rumah Pak Suwarno. Karena masih belum mengantuk, aku duduk-duduk di ruang tamu sambil melihat ke arah warung Cak Rosid, masih sepi rupanya.
[Tok tok tok ...]
[Tok tok tok ...]
[Tok tok tok ...]
Pintu rumahku diketok oleh seseorang. Sudah menjadi kebiasaanku, sebelum membuka pintu aku mengintip dari jendela. Ternyata tidak ada orang di depan pintu. Aku pikir mungkin orangnya sudah pergi karena aku kelamaan yang mau membuka pintu. Aku pun duduk kembali di kursi tamu.
[Tok tok tok]
[Tok tok tok]
[Tok tok tok]
Terdengar lagi suara ketokan dari arah pintu. Kembali aku mengintip dari jendela, tetapi masih sama seperti sebelumnya. Tidak ada orang yang berdiri di depan pintu. Supaya lebih yakin memang tidak ada orang di depan pintu, aku pun menempelkan kepalaku ke kaca jendela untuk memperluas jangkauan penglihatan, tetapi juga nihil. Akhirnya aku menarik kepala dari arah jendela. Ketika aku mulai menarik kepala dari jendela, dari ekor netraku terlihat ada sesosok manusia sedang berdiri di luar jendela. Menyadari kehadiran seseorang tersebut, aku pun menarik kepalaku sambil menoleh ke arah sosok tersebut. Tepat saat posisi berdiriku sudah tegak sempurna, barulah sosok tersebut terlihat dengan jelas. Sesosok perempuan berambut panjang, gimbal, dengan sorot mata berwarna merah menyeramkan, sedang berdiri di sana. Kontan saja aku terkejut dan badanku jatuh terjerembap ke belakang.
"Astagfirullah!" pekikku.
"Hehehehe ... hehehehehe ...," suara tawa demit wanita itu terkekeh.
Beberapa saat mata kami saling menatap, sebelum akhirnya wanita tersebut menghilang begitu saja. Aku meringkuk ketakutan sambil bersandar di dinding rumah. Aku tak berani bergerak kemana-mana. Aku terus berdoa karena ketakutan, takut perempuan itu masuk ke dalam rumah dan menghampiriku. Sementara di dalam rumah tidak ada siapa-siapa hanya aku sendirian.
"Paaaak ... Buuuuuu .... Cepat pulang!" pekikku di dalam hati. Suasana sepi tak ada suara sedikit pun. Aku hanya dapat mendengar tarikan napasku sendiri.
[Tok tok tok]
[Tok tok tok]
[Tok tok tok]
Kembali terdengar ketokan dari balik pintu. Aku semakin menggigil ketakutan. Aku memejamkan mata dengan kuat. Aku ingin pingsan saja waktu itu, tetapi nyatanya tidak bisa. Aku masih sadar sesadar-sadarnya. Terdengar bunyi ceklekan dari arah pintu diikuti bunyi derit pintu yang didorong ke dalam. Aku berusaha menahan putaran daun pintu tetapi jangkauan kakiku tak sampai.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
hanung wahyuningsih
suka
2023-01-01
0
Ahnafal Wafa Tsaqifa
serem banget thor
2022-12-04
0
lyxxx
ngeriii
2022-07-14
2