"Ngapain kamu tiduran di balik pintu, Le? bapak dan ibu ketok-ketok pintu mulai tadi nggak dibukain. Untung, ibumu bawa kunci serep."
Syukurlah, yang membuka pintu ternyata Bapak dan Ibu, bukan perempuan tadi.
"Ayo, bangun! Pindah ke kasur saja kalau mau tidur! Biar nggak masuk angin."
"Tadi ada hantu perempuan, Pak, di jendela itu."
"Kamu ini mengada-ada saja, Le. Paling-paling kamu tadi habis nonton Bu Mila makanya jadi ikutan berhalusinasi."
"Beneran, Pak. Aku melihatnya secara nyata."
Bapak menarik tanganku dan membimbingku menuju kamar.
"Pak! Bu! Aku mau tidur bareng kalian."
"Sudah besar masih penakut!" kata Bapak.
"Boleh, ya, Bu?" Aku merengek pada Ibu.
"Iya, deh. Khusus malam ini saja. Besok harus berani tidur sendiri di kamar." Jawab ibu.
"Makasih, Bu."
Setelah sekian tahun tidur sendirian, malam itu untuk pertama kalinya aku tidur bersama kedua orang tuaku. Ibu tidur di sisi dekat dinding bambu, aku di tengah, dan Bapak di pinggir ranjang sebelah luar. Aku sengaja memilih tidur di tengah-tengah supaya aman. Kalau dekat dinding takut perempuan tadi muncul di sebelah luar dinding, kalau tidur di pinggir ranjang takut perempuan itu muncul di sebelah tempat tidur, kalau di tengah aku rasa paling sulit dijangkau. Untuk lebih amannya, aku tidur sambil memegang baju kedua orang tuaku. Jadi, kalau perempuan itu berusaha menyentuhku, aku akan menarik baju Bapak dan Ibu supaya mereka segera bangun dan menolongku.
Bapak dan Ibu saling berbagi cerita tentang perjalanan Pak Suwarno di tanah suci. Aku mendengarkan mereka berdua dengan seksama, sehingga aku pun terlelap. Entah berapa lama aku terlelap. Ketika aku bangun kamar yang semula terang menjadi gelap gulita. Sudah menjadi kebiasaan Bapak selalu mematikan lampu kamar ketika penghuninya tidur. Aku baru sadar saat ini posisi tidurku tidak lagi di tengah-tengah Bapak dan Ibu melainkan berada di hilir kasur. Kalau tidur aku memang sulit diam alias posisinya berubah-ubah di luar kesadaran. Awalnya aku ingin melanjutkan tidurku lagi dengan posisi seperti itu, tapi karena ingat dengan perempuan itu maka pelan tapi pasti aku menggeser badanku kembali ke posisi semula di tengah-tengah mereka. Ketika posisiku sudah sejajar dengan orang tuaku, dalam kondisi remang-remang aku meneliti siluet dan bahasa tubuh Bapak dan Ibu. Apakah masih mereka berdua yang tidur di sebelahku atau sudah berganti dengan sosok yang lain? Sebelah kananku terdengar suara dengkuran Bapak yang khas, itu pasti Bapak, sedangkan sebelah kiri juga terdengar dengkuran halus khas ibuku. Aman kalau begitu, tapi itu siapa yang berdiri di sebelah luar dinding kamar? Dengan kondisi kamar yang gelap, sedangkan di luar masih ada sinar bulan tentunya jika ada orang di luar akan terlihat siluetnya dari dalam kamar.
"Hehehehehe ...," suara tawa tiba-tiba terdengar dari balik dinding. Ya, tidak salah lagi, perempuan itu sedang berdiri di balik dinding sebelah luar rumah. Tubuhku gemetar, aku tarik selimut menutupi wajahku sedangkan tanganku semakin erat memegang baju Bapak dan Ibu. Dalam hati aku mengumpat, "Dasar hantu sialan! Kok betah-betahnya nungguin orang tidur."
*
Pagi hari di depan rumah sudah ramai ibu-ibu memberhentikan tukang sayur. Seperti biasa sambil membeli sayur mereka bergibah ria.
"Sudah dengar apa belum, tadi malam Bu Riko didatangi hantu di rumahnya?" kata Bu Hendra.
"Eh .... Iya tah, Bu? Gimana ceritanya?" kata Bu Wawan.
"Ceritanya Bu Riko kan lagi lembur di dapurnya, buat kue pesanan Pak Suwarno. Pas enak-enaknya buat kue, tiba-tiba ada orang menggedor-gedor pintu dapurnya. Otomatis Bu Riko teriak menanyakan siapa yang ada di luar, tapi tak ada yang menyahut. Akhirnya Bu Riko melanjutkan membuat kue. Kemudian pintu dapurnya digedor-gedor kembali. Bu Riko teriak lagi tetap tidak ada yang menyahut. Akhirnya karena marah merasa diisengi orang, Bu Riko pun melemparkan air comberan ke arah luar pintu dapur, dilempar melalui bagian atas pintu yang terbuka, barulah ada reaksi dari orang yang berada di depan pintu dapur. Reaksinya bukan sahutan melainkan suara wanita yang terkekeh-kekeh. Bu Riko pun lari ke kamarnya karena ketakutan, kue buatannya dibiarkan begitu saja di dapur." Lanjut Bu Hendra.
"Hiiiiii .... Kok seram begitu, ya?" sahut Bu Wawan.
"Aku juga didatangi hantu perempuan tadi malam." Tutur Bu Mamik. Ibu-ibu yang lain menoleh ke arahnya serempak.
"Aku kan lagi barengi cucuku di ruang tamu. Cucuku yang masih usia lima tahun itu, tiba-tiba keluar pintu depan tapi balik lagi ke dalam sambil teriak, 'Ada orang gila! Ada orang gila!.' Otomatis aku tengok ke depan." Lanjut Bu Mamik.
"Orang gilanya ada beneran?" tanya Bu Wawan.
"Bukan orang gila yang ada, tapi perempuan berwajah seram sedang berdiri di teras rumah melotot ke arahku. Cucuku menyangka hantu perempuan itu sebagai orang gila." Jawab Bu Mamik yang diiringi pekikan ketakutan dari ibu-ibu.
"Setelah penemuan tengkorak itu, kok kampung kita jadi tambah seram ya?"
"Jangan-Jangan yang mengganggu penduduk kampung itu hantunya ibunya Rosid?"
"Hus .... Jangan keras-keras itu ada orangnya!"
*
Sekitar jam sembilan pagi saat istirahat, seluruh warga sekolah menyaksikan pemakaman tengkorak Cempaka di kuburan. Sengaja makamnya ditaruh di ujung selatan supaya agak jauh dari jalan, sehingga orang-orang tidak takut lewat di jalan tersebut. Mbah Nur mengumumkan kepada masyarakat bahwa akan diadakan tahlilan selama tujuh hari di rumah Mbah Arni setiap bakda Magrib. Syukurlah, minimal tujuh hari aku libur mengaji. Jadi, nggak takut dicegat hantu perempuan itu di jalan.
"Apa benar itu hantu Lastri?" Aku bertanya pada diri sendiri.
Pulang sekolah aku ke rumah Parto.
"To, ternyata banyak warga kampung yang didatangi hantu perempuan, termasuk aku."
"Oh, ya? Bukankah si Kunti sudah pergi?"
"Bukan, To. Ini bukan si Kunti. Yang ini lebih seram lagi. Dari sorot matanya seperti menyimpan kemarahan yang sangat besar."
"Kira-kira hantu siapa, Im?"
"Orang-orang banyak yang curiga itu hantunya Lastri."
"Bisa jadi. Mungkin Lastri marah karena sejak kasus itu terungkap banyak warga yang menghujatnya. Mungkin arwahnya tidak terima."
"Emang orang mati bisa marah juga, ya?"
"Harusnya sih enggak, tapi ibunya Cak Rosid kan mati bunuh diri, Im. Konon kalau orang mati bunuh diri bumi nggak mau menerimanya."
"Kok seram banget analisamu, To?"
"Im, aku punya ide."
"Apa, To?"
"Kamu kan pernah melihat hantu perempuan itu. Kamu masih ingat wajah seramnya, dong?"
"Inget bangetlah, secara aku dan dia pernah saling hadap-hadapan."
"Gini. Kita pura-pura beli bakso ke Cak Rosid. Baksonya kita makan di ruang tamu Cak Rosid sambil kamu liatin foto-foto keluarga yang dipajang Cak Rosid di ruang tamunya."
"Ide yang bagus, To. Ayo berangkat!"
*
"Beli baksonya, Cak"
"Berapa?"
"Seribuan dua mangkok."
"Oke."
"Cak, boleh numpang makan di dalam? Parto takut keliatan adiknya."
"Silakan, sekalian saus kecapnya dibawa ke dalam, ya!"
"Makasih, Cak"
Kami pun masuk ke dalam ruang tamu Cak Rosid. Benar saja di ruang tamu Cak Rosid ada beberapa foto yang dipajang di dinding. Parto memberi kode kepadaku untuk meneliti foto itu satu persatu. Satu persatu aku pandangi belum ada yang mirip dengan wajah perempuan itu, hingga sampailah pada foto terakhir yang dipajang di sebelah lemari. Seorang ibu sedang menggendong anak, agak buram fotonya, pada bagian tertentu sudah jamuran. Setelah aku perhatikan, anak kecil itu persis Cak Rosid versi balita, dan aku pun memperhatikan sosok perempuan yang sedang menggendongnya. Cantik sekali tidak kalah dengan Cempaka yang kulihat dalam mimpiku. Aku terkesiap, setelah dilihat-lihat wajahnya sangat mirip sekali dengan wajah hantu perempuan tadi malam.
"Gimana, Im?" bisik Parto.
Aku mengangguk dan terduduk lemas di kursi Cak Rosid. Cak Rosid datang membawa dua mangkuk bakso pesanan kami. Kupandangi wajah Cak Rosid, salah satu bujang lapuk usia 30-an di kampungku ini. Ada rasa iba menyeruak di hatiku, ibunya sekarang menjadi hantu gentayangan.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Tantina Wyvaldia
semakin menarik dan pantas jadi yang terbaik, sayang, aku terlambat tahu cerita ini
2024-04-28
0
Marni Agung
hahaaaa
2023-01-13
0
hanung wahyuningsih
👍
2023-01-01
0