15.

Ming Yue tahu jika dirinya bukan Remimbi yang disukai oleh semua orang. Dia juga tidak berharap semua orang menyukainya. Dia hanya ingin hidupnya terbebas dari masalah dan terhindar dari bahanya. Selama dirinya berada di dunia ini setiap hari dirinya hanya berurusan dengan masalah. Dia lelah, capek jika harus waspasda setiap saat. Dia ingin kembali ke dunianya dan kembali ke dalam pelukan ayahnya yang hangat dan aman dari segala marabahaya.

Ming Yue dengan berhati-hati mengoleskan salep pada kulitnya yang melepuh. Ming Yue melihat pantulan dirinya di cermin, luka itu sebagian besar ada pada bagian belakang bahunya dan sulit untuk diraih. Setiap kali jarinya bersentuhan dengan luka itu dia meringis, rasanya sangat sakit.

Lu Ming yang berada di ruang kerja tidak bisa berkonsentrai dengan laporan yang diberikan oleh direktur cabang. Ketika dia mendengar suara benda jatuh dari kamarnya, dia segera mengakhiri teleconference itu.

Dia mengetuk pintu.

Tidak ada jawaban. “Ming Yue.” Lu Ming memanggilnya.

Tetap tidak

ada jawaban, Lu Ming mengetuk lagi dengan lebih keras. “Ming Yue!” Dia

berteriak.

“Lu Ming bisakah kau diam dan tidak berisik!” Ming Yue membuka pintu dan membentaknya.

Lu Ming mengerutkan dahi, tidak senang dengan nada bicara Ming Yue kepadanya. Gadis ini semakin hari semakin kurang ajar.

Tapi ketika melihat mata Ming Yue yang merah dia menahan emosinya yang ingin meluap. “Apa terjadi sesuatu?” Untuk satu kali ini Lu Ming akan bersabar.

Ming Yue menatap Lu Ming dengan jutek dan mendengus. Semua masalahnya datang karena Lu Ming. Andai saja dia diam dan tidak menggoda para wanita, wanita-wanita gendeng itu tidak akan datang mencari masalah kepadanya!

Dia bersumpah kalau sampai wanita itu berani muncul ke hadapannya, dia akan membotaki kepalanya dan mengaraknya di alun-alun kota.

Lu Ming yang aslinya bukan orang yang sabar, menggertakkan giginya. Kalau bukan Ming Yue, sudah dia lempar ke luar dari jendela. Wanita yang ada di hidupnya semuanya menyusahkan, tidak ibunya, tidak Ming Yue.

Dan Ming Yue merupakan yang paling menyusahkan diantara mereka. Satu hari saja tidak bisakah dia tidak membuatnya emosi?

Dia memilih untuk mengalah dan masuk ke kamar mandi.

Ketika dia membuka pintu kamar mandi, emosinya kembali meledak. Dia hampir saja terpeleset, kakinya menginjak sesuatu yang basah dan berlendir. Krim berwarna hijau mirip seperti slime berceceran di depan pintu. Handuk dan pakaian kotor berserakan di lantai. Lu Ming mengepalkan tangannya untuk mengumpulakan sisa-sisa kesabaran yang dia punya, mengkontrol diriya agar tidak melempar wanita ini ke luar melalui jendela. Setelah emosinya sedikit

surut, dia memunguti benda-benda itu dan memasukannya ke dalam keranjang pakaian kotor. Ketika dia hendak membersihkan lantai, matanya menemukan sebuah tube krim terselip di belakang pintu. Dia mengambilnya dan membaca labelnya.

Selep untuk luka bakar.

Lu Ming menghela nafas, dia tidak tahu harus bagaimana agar bisa memahami wanita itu. Sikapnya yang suka seenaknya sendiri itu membuat Lu Ming merasa seperti kehilangan lima tahun hidupnya. Dia menoleh kepada Ming Yue yang duduk di sofa dan sedang mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. Lu Ming menggelengkan kepala, kemudian dia menghampirinya. Mengambil alih pengering rambut itu dari tangan Ming Yue, cara Ming Yue memegang hair dryer itu membuatnya risau. Bagaimana dia akan bertahan hidup kalau mengeringkan rambut saja tidak becus.

“Apa yang terjadi hari ini?” Lu Ming mencoba berkomunikasi dengannya sembari dia mengeringkan rambut Ming Yue.

“Tidak mau bicara?” Lu Ming merasa jika Ming

Yue semakin lama semakin mirip dengan kucing. Harus ditepuk dan dielus agar

tidak ngambek.

Ming Yue tetap diam dan tidak berbicara.

Lu Ming ikut kesal dan tidak bertanya lagi. Dia tidak peduli, selep itu tidak membuatnya peduli! Mau salep itu dia gunakan sendiri atau tidak, itu bukan urusannya.

Saat Lu Ming menata rambut Ming Yue dan hendak mengepangnya seperti yang biasa Ming Yue lakukan sebelum tidur, dia melihat kulit pada pangkal leher sebelah kanan Ming Yue memerah. Lu Ming menarik kerah baju Ming Yue hingga memperlihatkan sepertiga kulit bahunya yang merah dan melepuh di beberapa bagian.

Alis Lu Ming bertaut dan rahangnya mengeras. “Siapa yang melakukannya?” dia bertanya agak sedikit kasar.

Menilai dari mood Ming Yue saat ini, luka itu sudah pasti bukan hasil dari sebuah kecelakaan.

Ketika datang tadi baju Ming Yue juga berantakan dan kotor. Siapa kira-kira yang melakukan itu? Orang di keluarga Ming? Tidak mungkin. Ming Yue tidak akan bereaksi seperti ini kalau pelakunya adalah mereka. Dia pasti sudah mengeluh dan protes kepadanya jika itu memang mereka. Ming Yue selalu blak-blakan jika itu menyangkut ketidak puasannya terhadap keluarga Ming.

Melihat Ming Yue yang tidak mau mengatakan apapun, Lu Ming tidak punya pilihan lain selain menyelesaikan mengepang rambutnya, mengoles ulang salep pada luka itu, dia yakin tadi Ming Yue belum selesai mengolesi semuanya.

Pada jam dua tengah malam Lu Ming terbangun dari tidurnya. Dia menyibakkan selimutnya dan berjalan ke tempat tidur. Ming Yue yang terbaring di sana, tidur dengan dahi yang berkerut dan tangannya mengepal mengcengkram ujung selimut. Lu Ming menyentuh dahi Ming Yue dan mengurai kerutan pada dahinya. Mimpi buruk. Selama tiga bulan ini Ming Yue selalu menelponnya pada jam-jam segini dengan asalan itu. Dengan cepat tubuhnya menerima perubahan itu dan menjadikannya sebuah kebiasaan. Setiap malam Lu Ming akan terbangun dan menunggu telpon dari Ming Yue. Dia sendiri juga merasa aneh dirinya tidak merasa terganggu. Bahkan saat dia melakukan perjalanan bisnis ke tepat yang memiliki zona waktu berbeda, Lu Ming akan meluangkan waktu khusus untuk telpon itu.

Setelah beberapa saat Ming Yue sudah kembali tidur dengan pulas dan tidak ada tanda-tanda dia masih menglami mimpi buruk, tapi Lu Ming tidak menarik tangannya dari dahi Ming Yue dan membiarkannya tetap di sana. Dia mendangi wajah Ming Yue yang di sinari cahaya rembulan yang masuk melalui sela gorden yang tidak tertutup dengan rapat.

Wajah Ming Yue hanya sedikit lebih besar dari telapak tangannya. Kulitnya seperti trasparan, lembut dan kenyal saat disentuh. Lu Ming meraba alis Ming Yue dengan jempolnya, turun kehidungnya pelan-pelan dan berhenti sedikit lebih lama pada bibirnya.

Ming Yue di dalam tidurnya sedang berada di lautan penuh makanan. Semua makanan yang dia sukai ada didepan matanya. Dia tersenyum dengan puas, meraih makan yang paling dekat dengan tangannya dan membuka mulutnya.

“Pancake hehe...” Ming Yue menjilat jari Lu Ming dan bergumam dengan mata yang terpejam.

Lu Ming mendengus. Dia menjitak dahi Ming Yue dengan pelan. Selain makanan apa ada hal lain di kepala ini?

Terpopuler

Comments

@shiha putri inayyah 3107

@shiha putri inayyah 3107

duh Ming Yue,,, bahkan dlm mimpi pun yg kamu pikirin cuma makanan...😂😂😂😂

2023-10-16

0

inayah machmud

inayah machmud

ya ampun ming yue. .🤭🤣🤣

2023-08-24

0

Wulan Falisha

Wulan Falisha

😂😂😂

2022-09-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!