Bab 20

Semangat hidupku memudar. Aku bahkan nggak repot-repot pakai make-up. Itu nggak penting! Aku toh tidak sedang mencoba bikin cowok naksir aku. Nggak ada lagi tuh "Sampai ketemu lagi" untukku. Aku hanya akan menghabiskan waktuku tumbuh besar dan berkonsentrasi pada tugasku supaya aku bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus dan sebagainya.

Lonceng neraka!! Robbie berdiri di gerbang! Mungkin menunggu tunangannya. Aku berjalan melewatinya, pura-pura tidak melihat dia di sana. Tapi dia bicara padaku.

"Teman-temanmu boleh juga."

Aku terpaksa berhenti deh. Aku marah besar, aku ingin mengatakan sesuatu yang benar-benar cerdas dan tajam dan pintar. Sesuatu yang akan memberitahunya bahwa dia harus hati-hati terhadapku. Jadi aku berkata untuk membalas ucapannya.

"Kurasa kau menganggap aku bakal tertarik pada apa yang kau katakan?"

Dan aku pun melanjutkan langkahku. Aku merasa lega setelah berkata seperti itu. Kulihat sekilas, wajah Robbie agak bingung. Tapi aku terus melangkah. Sepulang sekolah, ayah menunjukan sebuah peta padaku. Kelihatannya tempat itu memiliki aktivitas padat paling hebat di dunia.

Gempa bumi dan gunung berapi. Lava menyembur keluar dari bumi. Dan lahar dingin mengalir di sepanjang aliran sungai. Kau jadi mempertanyakan kesehatan jiwa ayahku. Bukan untuk yang pertama kali sih. Ayahku bahkan bukan tipe orang luar-ruangan. Baru keluar dari jok mobilnya saja dia sudah kecapekan. Atau merawat kumisnya.

Semua itu akan berakhir dalam air mata, air matanya. Ibuku merebahkan dirinya di tubuh ayahku. Sungguh menjijikan! Habis ini tahu-tahu aku punya adik lagi deh. Ugh! Aku bahkan nggak kepingin memikirkannya.

Jasmine Rendra masih belum masuk. Aku akan mengunjunginya sepulang sekolah. Saat aku menelepon rumahnya, nggak ada yang mengangkat teleponnya. Beberapa kali aku meneleponnya. Dan ibunya Jasmine lah yang mengangkat teleponnya. Ibunya bilang, Jasmine nggak bisa ngangkat telepon karena sedang sakit.

"Dia flu ya tante?" tanyaku dengan keingin tahuan yang besar.

"Yah, aku nggak tahu sih, tapi dia nggak mau makan." jawab ibunya Jasmine dengan nada sedih sekaligus cemas.

"Apa? Makanan kesukaannya pun dia nggak mau makan?" tanyaku lagi dengan nada cemas.

"Tidak." sahut ibunya.

Telepon pun ditutup. Tidak mau makan. Jasmine Rendra tidak mau makan. Berarti parah. Wah, jauh lebih parah dari yang kusangka. Aku juga patah hati. Tapi masih mending, aku cuma mengurung diri sehari di kamar.

Masih nggak ada Jasmine. Tambah lama tambah aneh saja. Yang paling baru, Ali dan Jassy berubah sinting lagi. Mereka ingin kami semua berlari mengelilingi lapangan 10 kali.

Aku masih merasa agak aneh. Aku nggak bakal melakukan apa pun yang dikatakan oleh Jassy. Cukup deh. Aku hanya berlari tiga putaran dan ngos-ngosan. Rasanya hampir pingsan. Aku melakukan napas pendek, terus bangkit dan pergi ke kelasku.

Sudah seminggu Jasmine nggak masuk sekolah. Sekarang aku mengkhawatirkannya. Dia nggak mau ngomong denganku di telepon. Bahkan waktu aku menyamar jadi Sinterklas sekalipun.

Hariku yang penuh kegembiraan mulai pada pukul lima pagi. Ketika Libby datang ke kamarku dan ngasih aku hadiah. Sesuatu yang terbuat dari tepung, sebuah kue donat. Aku langsung teringat pertemuan pertamaku dengan Robbie, Si Dewa Cinta.

Hari itu, kami sedang "mengencangkan ikat pinggang" seperti yang dikatakan ayah. Karena ketidak mampuannya mempertahankan pekerjaan, itu menurut pandanganku. Tapi aku nggak bilang begitu sih, soalnya aku takut kalau-kalau ucapanku itu membuat Hari Natal parah lagi.

Kami nggak bisa mendapatkan hadiah mahal-mahal. Ibu dan ayah memberiku hadiah make-up dan celana olah raga. Dan aku membuatkan pegangan kumis yang bagus buat ayah dan kurasa dia bakal menyukainya.

Aku membuatkan kosmetik home-made buat ibu yang terbuat dari kuning telur dan macam-macam wewangian bunga. Dia mencobanya dan kulitnya jadi sedikit gatal. Tapi ibu tidak memarahiku.

Aku membuatkan kostum peri untuk Libby, dan itu salah besar karena selama seharian dia mengubah kami jadi macam-macam dengan tongkat sihirnya. Aku harus menjadi "babi kecil yang manis" selama sekitar satu jam. Aku takkan pernah mau melihat sosis lagi.

Jasmine Rendra pun menelepon, tapi dia masih belum berani keluar rumah. Jadi nggak bisa kabur dari acara Natal bareng keluarga deh.

Kucingku Si Tom kelihatan manis mengenakan mahkota kertas emasnya sampai mahkota itu kemudian membuatnya kesal dan dia memakanbya. Waktu makan siang, ibu membuatkan makan siang bentuk tikus yang terbuat dari makanan kucing untuk Tom. Dia melahap kepala makanannya lalu duduk di atasnya. Hanya Tuhan yang tahu apa yang ada dalam benak Si Tom.

Kurasa aku bakal jadi manusia baru di usiaku tahun depan. Dan merayakan hari paling pendek, dengan meninggalkan keluargaku dan pergi ke hall sekolah untuk berdansa bersama kaum kerdil. Tak mungkin lebih membosankan lagi dibanding mengawasi ayahku yang mencoba menyalakan sikat gigi elektrik barunya. Bagaimana pun, ada saat-saat mengasyikan ketika sikat giginya terperangkap di antara kumisnya.

Oh Tuhan! Ibu dan ayah dengan egoisnya memintaku menjaga Libby. Sementara mereka merayakan "malam terakhir kami bersama". Ayah berangkat ke kota S pada akhir bulan. Dan sebagai tanda perpisahan yang brilian, dia mengajak ibu ke Pub, bersama paman Eddie.

Kalau aku jadi ibuku, aku pasti akan berpura-pura sakit kaki. Agar tidak menghadapi gaya joget paman Eddie yang berbahaya! Ibu dan ayah masuk, terkikik-kikik. Mereka mabuk. Aku sedang di tempat tidur. Mencoba tidur, tapi mereka sama sekali cuek.

Aku bisa mendengar mereka joget di ruang tamu. Mereka menyedihkan. Kemudian mereka merayap naik sambil berbisik pelan.

"Stttt...jangan keras-keras...."

Ibuku kaget sedikit waktu dia masuk ke kamarku. Soalnya Libby tidur bersamaku tapi tidurnya terbalik, sehingga kakinya berada di atas bantal di sebelahku. Ibu memindahkannya ke tempat tidurnya. Tapi kemudian horor dari segala horor!! Ayah mengacak-acak rambutku! Aku berpura-pura lebih keras lagi untuk tidur.

Keesokan harinya, ibu dan ayah masih di tempat tidur. Aku akan mengajak putri bungsu mereka yang cantik, Libby ke kamar mereka untuk mengobrol. Ayah keluar dari kamar, dan memberiku seratus ribu untuk menjaga Libby.

Hari keberangkatan ayah ke kota S tiba. Hari ini ayah berangkat. Harus kukatakan bahkan aku pun menangis sedikit. Dia pergi naik becak kuno paman Eddie. Kami semua melambai mengiringi kepergiannya. Katanya dia akan menelepon begitu dia tiba di kota S.

Butuh lima atau enam jam untuk tiba di sana. Ibu jadi murung dan tersedu-sedu. Jadi aku membelikan beberapa milk tea untuknya. Itu membuatnya tambah menangis. Jadi kurasa aku nggak akan melakukannya lagi. Libby memberinya mangkuk makanan kucing Si Tom untuk tempat menangis.

Ayah sudah pergi. Kini, hanya ada kami bertiga di dalam rumah kecil yang sederhana ini. Tahun baru pun terlewati. Aku akan jadi orang yang lebih baik terhadap orang-orang yang pantas dibaiki. Aku akan memperhatikan masa depanku. Aku akan lebih ramah dan bicara baik-baik dengan tetangga sebelah rumah. Aku tidak akan menilai orang dari luarnya dan bersikap sombong!

Terpopuler

Comments

𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪​​​🇱​​​​❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐

𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪​​​🇱​​​​❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐

like 15 akhir nya audah mendarat thor jgan lupa bacak balik ya ke novel saya


wanita raja hantu

2022-02-24

3

April

April

Iya dong viona, harus menjadi pribadi yang baik

2022-02-23

1

April

April

Mampir

2022-02-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!