Dia tahu cowok itu namanya Jackson karena ada yang memanggilnya begitu di toko tempat dia bekerja. Gadis pintar! Kami janjian akan menunggu sampai aku bisa keluar lagi, lalu pergi dan melihat cowok itu. Topik berganti ke ciuman.
"Aku pergi ke pesta Natal di rumah sepupuku tahun lalu dan ketemu cowok di sana. Kayaknya dia kakak kelas kita deh, umurnya kurang lebih sembilan belas tahun. Dan dia membawa sampange di tangannya dan kemudian dia menciumku." kata Ellen dengan wajah malu ketika menceritakan hal itu kepada kami.
"Bagaimana rasanya??" Langsung deh kami menyimak dengan sungguh-sungguh dan bertanya serentak seperti itu.
"Sedikit basah, seperti rasa agar-agar hangat." jawab Ellen sambil tersenyum.
"Bibirnya tertutup atau terbuka?" tanya Jasmine Rendra yang begitu antusias ingin tahu.
"Hm, sedikit terbuka." jawab Ellen sambil berpikir mengingat ciuman setahun lalu itu.
"Apakah dia menjulurkan lidahnya?" tanya Viona Abraham dengan serius.
"Tidak, cuma bibirnya." timpal Ellen lagi.
Aku kepingin tahu apa yang dilakukan Ellen dengan lidahnya sendiri.
"Yah, kubiarkan saja di tempatnya." jawaban Ellen agak jengkel karena kejahilanku.
"Bagaimana dengan gigimu?" desakku lagi.
"Oh, yeah, kucopot!" jawab Ellen singkat sembari melotot kesal.
Aku agak tersinggung. Kau tahu, kan. Aku cuma nanya. Ellen pun tahu betapa tidak sukanya aku dengan jawabannya itu. Lalu dia pun melanjutkan cerita ciumannya.
"Aku nggak ingat. Ciuman itu sedikit menggelitik dan nggak lama, tapi aku menyukainya, kayaknya. Dia cukup ramah tapi dia punya cewek dan kurasa dia menganggapku cuma gadis kecil berumur lima belas tahun yang belum berpengalaman."
"Dia benar!" sahutku dengan serius.
Akhirnya obrolan kami berakhir. Adikku Libby sering banget menciumku di mulut, tapi kurasa ciuman seperti itu nggak masuk hitungan. Kalau aku ini nggak normal, kurasa itu mungkin bisa jadi latihan yang bagus.
Dari balik tirai jendelaku aku bisa melihat bulan kuning yang besar. Aku memikirkan semua orang di bumi ini yang memandang ke bulan yang sama. Aku kepingin tahu ada berapa di antara mereka yang nggak punya alis?
Syukurlah mereka semuanya pergi. Akhirnya. Apa sih semua omong kosong keluarga bahagia ini? Semua omong kosong "kita harus melakukan sesuatu sebagai keluarga"? Aku berkata pada ayah.
"Kita ini empat manusia yang karena nasib yang buruk, kebetulan terperangkap di dalam rumah yang sama. Kenapa kita membuatnya lebih buruk lagi dengan pergi ke taman atau jalan-jalan bersama?"
Bagaimanapun, orang nggak normal nggak ke mana-mana. Dia hanya ngendon di kamarnya selama empat puluh tahun berikutnya untuk menghindar dari tertawaan orang-orang.
Aku nggak bakal pernah punya cowok. Ini tidak adik, ada orang-orang yang benar-benar idiot dan mereka toh punya cowok. Melly punya cowok-cowok yang keren padahal dia nggak cantik. Duh, sialnya hidupku. Harus hidup seperti ini.
Aku masih belum menyerang ayah soal celemeknya. Ya Tuhan, benar-benar ngebosenin. Aku bisa melihat bapak dan ibu sebelah rumah di teras rumah mereka. Apa sih yang dikerjakan orang-orang itu? Kalau aku akhirnya menikah dengan orang seperti bapak sebelah rumah, aku pasti bakalan bunuh diri.
Dia punya pantat paling besar yang pernah kulihat. Aku kagum banget dia bisa masuk ke rumah kecilnya itu. Suatu hari nanti, badannya semakin gemuk. Gawat!! Lelaki gendut itu melihatku!!
Aku mulai bisa bikin surat kabar nih buat orang-orang di sini. Karena kejenuhan ku bersembunyi terus di dalam kamar. Ya ampun. Aku baru saja lihat Tom mencakar-cakar di rerumputan panjang itu. Dia sedang memburu pudel tetangga. Aku harus turun tangan untuk mencegah terjadinya pembunuhan. Oh, ternyata nggak papa. Ibu sebelah rumah sudah melemparinya dengan batu bata kecil
Sungguh hari yang panjang dan membosankan. Aku benci hari Minggu. Minggu dengan sengaja diciptakan oleh orang-orang yang nggak punya kehidupan dan teman. Tapi di sisi baiknya, aku punya segaris bayangan tipis di bagian alis.
Enam hari lagi sekolah dan terus menghitung. Kalau saja ibuku berpikiran luas, feminim, ibu bekerja dan sebagainya, tapi juga bisa menyeterika pakaianku.
Kayaknya aku mau pakai rok panjang di hari pertama sekolah nanti. Aku belum memutuskan apa-apa soal make-up, karena kalau aku berpapasan dengan wali kelas Han Heator dan dia melihat make-up ku, dia akan memaksaku menghapusnya.
Terus wajahku bakal merah mengilap, wajah guru olah raga. Di lain pihak, aku nggak mungkin mengambil resiko berjalan ke sekolah tanpa make-up. Nggak peduli seberapa banyak jalan tikus yang kuambil, cepat atau lambat aku toh harus ketemu cowok-cowok Tunas Bangsa! Yang paling merisaukan adalah topi baret jelek itu. Aku harus berembuk dengan gengku untuk menyusun rencana.
Kami mengadakan pertemuan Topi Baret Darurat dan Bentuk-Bentuk Penyiksaan Lainnya besok, di tempatku lagi. Alisku sudah tumbuh tapi tampangku masih kayak serangga kaget.
Setelah minum teh, waktu Ayah sedang mencuci piring, dengan nada biasa aku bilang...
"Kenapa kau nggak pake celemek khususmu, Yah?"
Kontan saja dia ngamuk dan bilang tidak semestinya aku mengaduk-aduk lacinya. Kataku, "Kurasa aku berhak tahu apakah ayahku memang banci." Ibuku tertawa, dan itu bikin Ayah makin uring-uringan.
"Kau mendorongnya jadi begitu, Isabell! Kau tidak menunjukkan sikap hormat, jadi bagaimana dia bisa hormat padaku?"
Isabell Abraham adalah nama ibuku. Dan ibuku berkata dengan nada santainya.
"Tenang saja, Bobby Abraham. Tentu saja aku menghormatimu, hanya saja lucu juga membayangkan kau banci." Lalu ibuku tertawa lagi. Ayah langsung pergi dengan wajah masam dan kesal. Untunglah.
"Itu celemek Masonic nya. Itu lho, sebangsa geng." kata ibuku lagi.
Aku nyengir dan mengangguk padahal aku sama sekali nggak ngerti apa yang dikatakannya.
Kenapa sih aku nggak diadopsi saja? Aku kepingin tahu apakah sudah terlambat melakukannya? Apakah aku terlalu tua untuk menelepon saluran bantuan sosial? Mungkin saja ada orang kaya yang normal yang mengadopsi ku. Khayalan gila karena hidupku di tengah-tengah keluarga aneh.
Hari masuk sekolah akan segera tiba. Sebagai hadiah kejutan, sepupuku James Arthur akan datang menginap. Maksudku, dulu aku menyukainya dan waktu kanak-kanak kami cukup akrab dan sebagainya, tapi sekarang dia tuh idiot banget. Suaranya aneh dan baunya juga ajaib. Nggak bau ompol seperti Libby sih, tapi mirip bau keju. Aku nggak yakin semua cowok baunya kayak begitu, mungkin karena dia sepupuku.
James sebenarnya nggak seburuk itu. Dia kelihatan jauh lebih muda dariku dan masih mau joget gila-gilaan diiringi lagu-lagu kuno seperti yang kami lakukan dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
La Vie Est Un Mystere
hadir thor
2022-02-10
2
RijumiLY
Halo kak, Aku udah mampir nih... baru baca sebagian, ntar aku cicil dikit" ya kak, aku tinggal jejak & like dulu ya, salam dari Memories, can you Comeback?
2022-02-05
1
kekey euis
semngat thor, jngan lupa mampir like dan fav yah Kak.
2022-02-05
1