Mungkin alisku bakal tumbuh dalam semalam. Berapa lama sih waktu yang diperlukan alis untuk tumbuh? Ternyata harapanku semu. Alisku belum tumbuh juga.
Jasmine Rendra menelepon dan kepingin pergi belanja. Ada make-up baru yang sangat natural sehingga meskipun kau memakainya, orang nggak bakal tahu.
"Alis palsu ada nggak?" tanyaku dengan sungguh-sungguh.
"Kenapa? Apa sih maksudmu? Maksudmu bulu mata palsu?" Dia malah balik bertanya padaku.
"Bukan. Maksudku alis. Tahu kan, bulu-bulu di atas matamu." kataku dengan nada agak jengkel. Beneran deh, teman itu bisa idiot banget.
"Yah jelas nggak ada alis palsu. Semua orang punya alis, kenapa kau membutuhkan alis cadangan?" tanya Jasmine dengan heran. Membuatku agak kebingungan menjawabnya. Dan aku pun berkata pelan, agar dia tidak teriak kaget.
"Aku nggak punya alis lagi. Sudah ku cukur habis tanpa sengaja."
"Hah?? Aku datang sekarang, jangan lakukan apa pun sampai aku tiba di sana." jawab Jasmine Rendra dengan nada kaget dan terburu-buru menutup teleponnya.
Tak berapa lama, waktu aku membuka pintu, dia sudah datang dan ada di hadapanku. Jasmine Rendra cuma menatapku seolah aku ini anak anjing yang lucu.
"Hahaha, kau kelihatan kayak anak anjing!" ujarnya sambil menertawakan ku.
Dia benar-benar teman idiot. Bisa dibilang lebih mirip punya kambing daun the sheep daripada punya teman. Jasmine Rendra pun sudah pulang. Idenya membantuku adalah menggambarkan alis dengan pensil mata. Jelas sekarang aku harus tinggal di rumah selama-lamanya.
Ayah benar-benar bikin aku jengkel. Dia cuma datang ke pintuku, menjulurkan kepalanya ke dalam, terus tertawa, terus pergi lagi...tapi cuma sebentar. Dia mengajak paman Eddie ke atas untuk melihatku.
Memangnya aku ini apa? Anak perempuannya atau tontonan di pada malam sih? Paman Eddie hanya tersenyum dan berkata santai.
"Nggak papa, kalau alis mu nggak tumbuh lagi, kau dan aku bisa mulai terjun ke dunia pertunjukan. Kita bisa melakukan aksi ganda memasang tampang bola biliar!"
Oh, betapa aku nggak ketawa. Satu-satunya yang baik padaku hanya Libby. Dia mengusap tempat alisku semula berada kemudian pergi dan datang lagi dan memberiku sepotong kue. Aku pun tersenyum dan menerima niat baik adikku.
Saat malam, aku nggak bisa tidur. Aku kepingin tahu siapa ya wali kelas kami? Aku berdoa pada Tuhan, jangan Han Heator. Aku nggak mau dia terus-menerus mengingatkan ku soal insiden belalang yang ngaco itu. Siapa sih yang bakal nyangka beberapa ekor belalang bisa makan begitu banyak dalam waktu begitu singkat?
Waktu aku melepaskan mereka di laboratorium Biologi supaya mereka bisa terbang-terbang sebentar, aku kan nggak nyangka mereka bakal menggerogoti tirai-tirai itu. Kaget juga bahwa Han Heator cuma punya sedikit sekali selera humor.
Umurnya sekitar 40 tahunan dan dia bujang tua yang nggak mau menikah. Aku ketakutan jika hidupku nanti akan seperti nasibnya. Aku membayangkan, kemungkinan aku kelak bakal jadi guru Biologi di semacam sekolah cewek mengerikan. Kayak dia. Punya kucing dan minum susu hangat. Pakai jaket, dan dengerin radio. Suka macam-macam.
Mendingan aku bunuh diri saja. Aku bakal bunuh diri kalau aku bisa dibikin jengkel, tapi aku terlalu tertekan buat merasa jengkel.
Ayah dan Ibu pergi belanja. Ibuku tanya apakah aku ingin dibelikan sepatu sekolah? Aku menatap sepatunya dengan penuh arti. Menyedihkan rasanya bahwa orang setua dia mencoba mengikuti gaya kami, orang-orang muda. Pikiranmu dia bakalan malu jadi induk domba berkostum biri-biri tapi nggak tuh. Aku bisa melihat percaya dirinya waktu dia duduk dia hari yang lalu. Dan aku bukan satu-satunya yang melihat penampilan ibuku yang sok bergaya anak muda.
Saat aku jenuh, telepon berdering. Ellen dan Julia dan Jasmine Rendra akan mampir sehabis dari pusat perbelanjaan. Rupanya di toko, Jasmine ketemu cowok yang benar-benar disukainya. Kurasa hidupku bakal kayak begini. Nggak punya cowok, cuma hidup lewat cerita-cerita cewek lain tentang cowok mereka.
Aku pasrah dengan takdirku. Aku, Viona Abraham. Usiaku tujuh belas tahun, jelek dan belum pernah jatuh cinta. Meski pun aku mendambakan ada cowok kece yang tiba-tiba menyatakan cinta padaku. Rasanya mimpi deh.
Aku sedang membuka-buka buku dan menemukan teknik-teknik berciuman. Yang aku nggak ngerti adalah, bagaimana kau tahu kapan melakukannya, dan bagaimana kau tahu apakah kepalamu harus miring ke kanan atau kiri?
Kau kan nggak mau mematuk-matuk kayak burung merpati berjam-jam lamanya, tapi aku nggak bisa tahu banyak dari foto-foto di buku itu. Kuharap aku nggak pernah membacanya, soalnya artikel itu bikin aku makin gugup dan bingung daripada sebelumnya.
Tapi, kenapa aku harus peduli? Aku toh akan mendekam di rumah seumur hidupku. Kecuali ada cowok kece yang kesasar di jalanan rumahku dan menemukan tangga menuju kamarku dengan mata ditutup kain, tapi kalau tidak ada aku akan terperangkap di antara empat dinding ini selama-lamanya.
Mungkin mengingat aku nggak bisa keluar rumah, aku bisa menggunakan waktuku dengan bijaksana. Aku bisa membereskan kamarku dan mengatur gaun-gaun ku di satu lemari ku dan lain sebagainya. Aku benci berbenah.
Kalau aku menikah nanti, atau lebih mungkin lagi, menjadi nggak normal eksekutif yang keren, aku nggak bakal pernah berbenah. Aku akan punya asisten. Aku nggak punya bakat berbenah. Ibuku menyangka aku dengan sengaja nggak mau membereskan barang-barang. Tapi sebenarnya aku nggak bisa bedain antara rapi dan nggak rapi.
Waktu ibu bilang, "Pokoknya rapikan saja dapurnya," aku akan menyapukan pandanganku dan berpikir, Yah, ada beberapa panci di sana dan sebagainya. Tapi menurutku itu oke-oke saja. Lalu mulai deh ibuku ngomel dan ngomel.
Ketiga temanku datang, aku pun menyiapkan kopi untuk mereka. Kopinya instan sih, tapi kalau kau mencampurnya dengan gula lalu diaduk lama sekali, kopi itu akan mengental. Lalu kalau kau tambahkan air, jadi deh Espresso. Hanya saja tanganmu jadi pegal banget.
Sore yang oke banget, berkat kehadiran ketiga temanku itu. Kami mencoba macam-macam make-up. Ku rekatkan poniku dengan sello tape supaya lebih panjang dan lebih lurus sehingga bisa menyembunyikan tempat alisku semula berada.
"Kau jadi kelihatan seperti baru saja kabur dari panti anak-anak culun." kata Jasmine Rendra dengan seriusnya.
"Hahaha," sontak saja semua mentertawaiku.
Ellen bilang, kalau aku memberi tekanan pada mulut dan mataku, orang nggak bakal memerhatikan hidungku. Kalau begitu, mulai sekarang bibir menor adalah untukku.
Kami berbaring santai di tempat tidurku, mendengarkan slow musik dan Jasmine Rendra cerita tentang cowok cakep di toko.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
pena cantik putri
hadir Thor 🙏 jangan lupa mampir terus ya di Happy Story In High School
2022-02-10
1
Ufuk Timur
penjual nya bingung ,😆😆
2022-01-25
1
Esa Aurelia
Hadeh alis-alis..
2022-01-19
1