Kami joget mengikuti lagu-lagu yang kukoleksi di dalam kamarku, cukup dramatis. Dua tangan terulur lurus, satu tangan di dada, satu lagi di kepala. Dansa ringan, lalu berputar. Sayang, kamarku nggak begitu luas dan James Arthur nggak sengaja menginjak kucingku Si Tom, yang kayak biasa, langsung ngamuk.
"Si Tom awalnya anteng-anteng saja. Cakarannya hebat sekali." kata James sambil nyengir karena tangannya terluka cakaran.
Yah, Si Tom langsung lari memanjat tirai setelah ngamuk. Dan akhirnya sampai di atas pintu dan mendekam di sana, mendesis dan menyeringai ke arah James. Kami mencoba menurunkan kucing itu dan kami juga mencoba pergi ke kamar mandi tapi dia tidak mengijinkan kami.
Kalau kami mencoba melewati ambang pintu, dia akan menyerang dengan kaki raksasanya. Kurasa dia setengah kucing setengah kobra. Akhirnya ibuku berhasil membuatnya turun dengan umpan ikan sarden.
Kami menuju ke ruang tamu. Menikmati teh dan camilan kecil yang di siapkan oleh ibu. Sambil mendengarkan lagu dan ngobrol tentang apa yang akan kami lakukan setelah kami menyingkirkan Kaum Tua. Begitulah kami menyebut orang tua kami.
Aku mau jadi artis komedi atau seseorang seperti gadis-gadis "itu" seksi, berdada montok yang tidak benar-benar melakukan apa-apa selain jadi "itu". Media massa membuntuti mereka seharian dan tajuk-tajuk berita menulis. Dan mereka menghasilkan uang hanya dari itu. Itulah aku, ya, aku.
James Arthur kepingin melakukan sesuatu yang berbau elektronik. Apa pun artinya itu, aku nggak minta dia menjelaskan. Soalnya seperti kalimatnya masih koma. Meski demikian, dia mau bepergian dulu.
"Oh, benarkah? Ke mana?" tanyaku dengan antusias.
"Ke mana pun Kusuka." jawabannya dengan enteng.
"Bagaimana dengan antariksa? Aku ingin pergi ke sana. Agar tidak terlihat oleh manusia lain." celetukku dengan serius.
"Hahaha, kenapa? Karena dirimu jelek?" tanya James sambil tertawa dan mencibirku.
"Begitulah." jawabku singkat.
Sesuatu yang agak aneh terjadi. Kami pergi tidur. James tidur di atas kasur lantai di samping ranjang ku. Kami mengobrol tentang banyak hal. Kemudian kayaknya ada yang menekan kaki ku.
James mengulurkan tangannya dan memegang kaki ku. Aku nggak tahu apa yang harus kulakukan, jadi aku nggak bergerak sama sekali. Supaya dia menyangka mungkin dia cuma memegang tempat tidur atau apa. Lama sekali aku tetap nggak bergerak-gerak, tapi terus sepertinya aku pasti ketiduran.
Hari pun berlalu, dan James pun pulang. Insiden "kaki" sama sekali tidak dibicarakan. Cowok memang aneh banget. Akhirnya alis mulai kelihatan normal.
Libby kena flu. Dia pucat pasi dan merana. Kubiarkan dia tidur di tempat tidurku dan napasnya berat, kasihan. Anak malang, aku benar-benar sayang adikku.
Membuatkan Libby susu panas dan berpikir mungkin dia bakal senang kalau aku bacakan dongeng anak "Kancil dan Buaya" untuknya. Dia berkata...
"Mau susu lagi kak." katanya dan bangkit duduk di tempat tidurku.
"Baiklah, tunggu sebentar. Oke?"
Aku langsung ke dapur dan membuatkan susu hangat lagi. Dengan wajah senang, dia menerima susu itu dan langsung meminumnya. Terus, waktu aku membuka bukunya, dia mengambil selimutku dan membuang ingus di situ. Selimutku benar-benar penuh ingus hijau. Siapa sih yang nyangka anak perempuan sekecil itu bisa menghasilkan seember ingus?
Aku terpaksa tidur di kasur lantai. Hidupku memang oke banget.
Pertemuan Topi Baret Darurat dan Bentuk-Bentuk Penyiksaan Lainnya akan diadakan sore ini. Aku memutuskan alisku sudah cukup sembuh sehingga bisa jalan-jalan. Tentu saja bukan alisnya yang jalan-jalan. Aku merasa kayak orang yang dikurung dalam gudang bawah tanah lalu dibebaskan di siang bolong dengan mata mengerjap kesilauan.
Kami pergi ke Caffe Cinta untuk minum cappuccino. Aku nggak doyan capuccino tapi semua orang meminumnya. Jadi kau tidak bisa bilang tidak. Sudah berminggu-minggu aku tidak keluar. Yah, sebenarnya lima hari sih. Kota tampak hebat.
Seperti New York... tapi tanpa gedung pencakar langit dan orang-orang Amerika. Kami memutuskan akan mengadakan pertemuan itu dulu. Lalu pergi dan mengintip cowok yang ditaksir Jasmine Rendra, Si Jackson. Dia bekerja di toko kue.
"Mana orangnya? Apa toko kelontong itu?" aku bertanya dengan sok serius.
"Bukan toko kelontong! Toko kue, yang penuh makanan manis!" jawab Jasmine dengan agak kesal.
"Kirain jual sembako." celetukku lagi dan wajah Jasmine semakin dongkol.
"Kenapa tidak sekalian jual kucing dan anjing saja?"
"Sekalian jual tikus mondok juga." sahutku dengan entengnya.
Wajah Jasmine Rendra merah padam, jadi kupikir aku harus menutup mulut. Jasmine nggak terlalu sering marah, tapi kalau sudah marah, nggak tanggung-tanggung.
"Bisakah kita membahas rencana topi baret?" tanya Julia yang sedari tadi diam mendengar obrolanku dengan Jasmine.
Di sekolah kami, kau harus mengenakan topi baret bersama seragam antiknya. Ini benar-benar penyiksaan. Soalnya, seperti yang kita ketahui, semua orang harus memakai topi itu saat cuaca panas. Bukan dalam sekolah yang harus dipakai setiap hari.
Lagian baret bikin rambut kami kelimis. Semester lalu kami berhasil membuatnya kayak panekuk dan memakainya. Pipihkan baretnya, terus jepit dengan jepit rambut tepat di bagian belakang kepalamu.
Masih nyebelin juga sih, tapi dari depan baretnya nggak kelihatan. Ellen bilang dia sudah menciptakan metode lain yang disebut "sosis". Dia menunjukan pada kami bagaimana melakukannya.
Digulungnya baretnya sekecil mungkin sampai kayak sosis, terus dijepit dengan jepit rambut tepat di belakang, di tengah kepalanya. Baretnya hampir-hampir nggak kelihatan. Brillian banget-nget. Kami memutuskan akan mulai memperkenalkan Operasi Sosis pada awal semester.
Kami nggak pernah berhenti mendemo baret ini. Orang-orang yang disebut orang dewasa nggak bakal mau bernegosiasi dengan kami. Kami mengirim wakil-wakil kami untuk bertemu Kepala Sekolah William. Kami menanyakan kenapa kami harus pakai topi baret.
Katanya itu untuk mempertahankan standar, dan untuk meningkatkan imej sekolah di tengah-tengah masyarakat. Karena sekolah kami dianggap sekolah paling elit di daerah kami.
"Tapi, anak-anak cowok jadi teriak-teriak menghina kami pak. Mereka teriak, "Ada bawang nggak?" Saya tidak yakin mereka menghormati kita, saya rasa mereka menghina dan mengolok-olok kita."
Kepala Sekolah William menggeleng-gelengkan tubuhnya. Itu kebiasaan nya kalau sedang jengkel pada kami. Yang berarti sepanjang waktu. Dia jadi kelihatan marah dan wajahnya mirip kepiting rebus. Kepala Sekolah William pun bicara dengan nada serius tanpa bisa diganggu gugat.
"Viona Abraham, kau sudah dengar keputusan terakhir ku tentang masalah ini. Topi baret harus dikenakan ke dan dari sekolah. Lebih baik kau memikirkan sesuatu yang lebih penting, misalnya mendapatkan kurang dari dua puluh satu teguran karena berperilaku buruk pada semester berikutnya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Mega Ackerman
Jejak, aku bacanya nyicil dulu ya thor, semangat
2022-02-25
1
Esa Aurelia
semangat viona..
2022-02-24
1
𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪🇱❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐
halo aku mampir lagi membawa 15 like ke Author
2022-02-24
3