Oh, baiklah, teruskan, putar saja lagi rekaman lama itu. Cuma gara-gara aku penuh semangat begini. Kami toh mendemo lagi tahun lalu, yaitu Kalau Kalian Ingin Kami Mengenakan Baret Kami, Yuk Benar-Benar Mengenakannya.
Ini termasuk setahun penuh menarik baret sampai menutupi seluruh kepala hingga yang kelihatan tinggal telinga saja. Benar-benar mencengangkan, melihat seratus anak cewek di halte bus hanya kelihatan telinganya. Akhirnya kami berhenti juga sih. Karena rasanya benar-benar gerah pakai baret seperti itu. Lagi pula kau nggak bisa lihat jalan. Plus itu bikin rambutmu jelek banget.
Pertemuan selesai dan tiba waktunya ngejar-cowok. Jasmine Rendra agak gugup memikirkan kami semua masuk ke toko kue itu. Dia kan belum ngomong betulan sama Si Jackson. Yah, selain mengatakan "Sepaket Donat Coklat mini".
Kami memutuskan akan mengendap-endap tanpa menarik perhatian. Terus, waktu Jasmine baru mau dilayani, kami pura-pura nggak sengaja melihatnya. Dan masuk ke toko dan bilang, "Hai."
Orang akan mengira ini kejadian tak disengaja dan kami jadi punya kesempatan untuk melihat cowok itu, sekilas dan sekalian menciptakan kesan keliru bahwa Jasmine Rendra cewek yang sangat populer.
Jasmine Rendra pergi ke WC untuk membuat dirinya tampak natural. Lalu dia melangkah memasuki toko kue tersebut. Kutunggu sampai lima menit terus aku jalan duluan melewati pintu toko. Jasmine Rendra sedang ngobrol dengan cowok jangkung berambut gelap yang mengenakan jins hitam.
Sambil tersenyum cowok itu mengulurkan beberapa kue. Wajah Jasmine Rendra sedikit merah dan tangannya memuntir-muntir poninya. Itu memang kebiasaan jeleknya. Aku menghentikan langkahku dan berkata dengan nada senang bercampur kaget. Bahkan aku sendiri sampai tak percaya mendengarnya, aktingku begitu natural.
"Jasmine! Hai! Kau ngapain di sini?!"
Dan aku memeluknya hangat sekali, berhasil berbisik di telinganya, "Jangan puntir-puntir ponimu!"
"Hai Viona Abraham. Aku baru saja beli kue donat mini!" jawab Jasmine Rendra setelah pelukanku kulepaskan.
"Wah, kue yang imut!" balasku sambil mengedipkan mata ke arah Ellen dan Julia. Terus Ellen dan Julia masuk dengan tangan terentang seraya menjerit kesenangan.
"Jasmine, oh Jasmine! Oh, senangnya! Wah, sudah lama banget kita nggak ketemu. Bagaimana kabarmu?"
Benar-benar deh, kami harus pandai berakting pada hari itu. Sementara itu, cowok bernama Jackson itu berdiri saja di sana. Jasmine pun mendekatinya dan berkata padanya.
"Oh, aku benar-benar minta maaf sudah membuatmu menunggu," katanya dengan rasa bersalah.
"Nggak papa kok," jawab Jackson sambil tersenyum.
"Berapa harga semua yang harus kubayar?" tanya Jasmine Rendra lagi.
"Tidak usah, untukmu gratis saja. Sampai ketemu lagi." jawab cowok itu lagi.
Dan kami pun keluar toko. Setelah berjalan beberapa meter kami nggak bicara apa-apa, tapi tahu-tahu kami lari cepat sekali sambil ketawa ngakak. Sungguh hari yang penuh kejahilan dan membuatku terhibur setelah suntuk terperangkap di dalam kamar untuk beberapa hari gara-gara alis ku.
Malam pun tiba, aku baru saja ngobrol dengan Jasmine di telepon. Menurut dia, Jackson lebih tampan dari yang disangkanya, tapi dia nggak yakin apakah cowok itu naksir dia, jadi kami pun membahasnya dari awal sampai akhir. Aku bisa mendengar ayah Jasmine di kejauhan, berkata..."Kalau Kalian besok toh ketemu, tidak bisakah kalian menunggu dan tidak menambah tagihan telepon ku?"
Orang tua di mana-mana memang sama saja. Semuanya pelit. Akhirnya Jasmine menutup teleponnya dan berkata,
"Sampai ketemu lagi."
Aku setuju tapi menambahkan dengan bijaksana. Jasmine pun menunggu jawabanku dengan tidak menutup teleponnya.
"Tapi bisa saja dia bilang begitu pada semua orang, seperti sebangsa, "Sampai ketemu lagi" itu."
"Maksudmu, kau nggak yakin dia naksir aku?" Jawab Jasmine yang membuatnya uring-uringan.
"Aku nggak bilang begitu. Dia mungkin nggak bakal bilang "Sampai ketemu lagi" kalau maksudnya bukan "Sampai ketemu lagi".
"Jadi menurutmu maksudnya memang "Sampai ketemu lagi, mengharap bisa bertemu lagi denganku?" Jasmine langsung ceria lagi.
"Ya!" jawabku singkat.
Dia terdiam sebentar. Aku bisa mendengarnya mengunyah permen karetnya. Terus dia berkata lagi.
"Tapi kapan tepatnya dia kepingin ketemu aku lagi?"
Beneran deh, kami bisa begini terus semalaman. Aku pun berkata dengan logika seriusku.
"Jasmine, aku nggak tahu!! Kenapa tidak kau tentukan saja kapan tepatnya itu?"
"Maksudmu aku harus ngajak dia kencan?" tanyanya dengan nada sepontan dan berhenti mengunyah permen karetnya.
Aku bisa melihat bukuku seolah melambai memanggilku, berkata, "Ayo, baca aku, ayo, baca aku, kau tahu kau ingin membacaku." Jadi aku bersikap tegas namun lembut.
"Itu sih terserah kau saja, Jasmine. Tapi aku tahu apa yang akan dilakukan olehku. MET malam."
Aku mengakhiri obrolan telepon kami. Waktu bengong yang sama. Tempat bengong yang sama. Hari selanjutnya pun Jasmine meneleponku. Dia ingin melancarkan Operasi Ngejar Jackson. Kami akan pergi ke Caffe Cinta untuk menyusun rencana lebih mendetail.
Lalalala. Hidup ini sungguh indah. Lalala. Aku bahkan berhasil membubuhkan maskara tanpa mataku kecolok. Dan aku juga mencoba pensil bibirku yang baru dan kayaknya efeknya jelas bikin hidungku kelihatan lebih kecil. Dalam salah satu saat-saat langka aku menceritakan kecemasan hidungku pada ibuku. Ibu pun berkata,
"Dulu kami pakai teknik 'bayangan'. Kau tahu kan, warna terang dan gelap untuk menciptakan bayangan. Kau bisa membubuhkan warna terang sepanjang bagian tengah batang hidungmu dan warna yang lebih gelap di pinggir hidungmu sehingga membuatnya kelihatan sempit."
Jawaban yang salah ibu. Jawaban yang benar adalah "Kau cantik, Viona Abraham, dan nggak ada yang salah dengan hidungmu."
Aku tidak bilang begitu sih, aku tidak akan memberinya kepuasan itu. Aku malah ngomong sambil makan roti panggang supaya aku bisa menyangkalnya kalau terpaksa.
"Ibu, aku nggak kepingin kelihatan kayak kau dan teman-teman mu dulu, aku sudah lihat foto-foto kalian dan nggak ada lagi yang kepingin kelihatan seperti Sinden Ludruk!"
Saat kubilang begitu, ibuku agak marah. Dan aku langsung pergi begitu saja setelah meneguk segelas susu. Ibu sebelah rumah lagi-lagi mengeluh soal kucing jutekku Si Tom. Kucing itu bikin pudel mereka ketakutan. Katanya, Si Tom mengejarnya.
"Maafkan Si Tom Bu. Dia itu kucing liar. Itulah yang dia lakukan. Mereka mengejar mangsa mereka." kataku dengan santai menjelaskan.
"Kalau begitu aku benar-benar nggak yakin dia boleh jadi binatang rumahan!" jawab ibu sebelah rumah dengan tegas.
"Dia bukan binatang rumahan, percayalah. Aku sudah mencoba melatihnya tapi dia memakan talinya. Nggak banyak yang bisa dilakukan terhadap Si Tom." jawabku dengan serius juga.
Yang benar saja, memangnya tugasku menghadapi tetangga histeris? Kenapa sih dia tidak mencari anjing yang lebih besar saja? Makhluk menyalak yang tolol itu bikin Si Tom jengkel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
April
Mampir lagi
2022-02-02
1
I.S.DINIa
halo kak, lama gak saling sapa...akhirnya bisa ketemu lagi....sukses selalu kak...
2022-01-10
1
Leli Leli
next 🤗🤗🤗
2022-01-09
1