Aku terus tersenyum, menampilkan wajah manis ku. Meski pun cowok kece itu melihatku dengan tatapan bingung. Dengan senyuman yang dibuat-buat sepertiku, tentu saja kau jadi nggak bisa ngomong, kecuali kau senang kedengaran kayak orang sinting. Nah, cowok kece idaman ini berkata.
"Kau mau apa? Apakah kau tersesat?"
Aku pasang muka bingung dan bibir mencibir. Aku menarik napas dan berkata dengan nada memelas, "Tolong."
"Dengar, jangan takut. Ayo ikut aku!" katanya sambil meraih tanganku.
Ellen dan Julia kelihatan kagum. Cowok ini amat sangat tampan dan dia mengajakku ke suatu tempat. Dengan tertatih aku berjalan di sebelahnya. Yah, nggak terlalu lama sih, hanya sampai ke toko kue Donat. Wanita penjaga toko itu terus mengamati kami.
Di tempat tidur, aku berbaring kesakitan Wanita penjaga kue Donat itu berbicara dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Usianya sekitar empat puluh tahunan. Aku mengangguk semampu manusia bisa mengangguk, terus kabur dari situ. Cowok kece itu kayaknya kaget melihat kakiku sembuh sendiri begitu saja. Aku benar-benar harus mengecat rambutku sekarang kalau mau belanja ke kota ini lagi.
Aku nggak punya teman. Satu pun nggak ada yang datang. Ibu dan ayah sudah berangkat kerja. Adikku Libby di taman bermain. Mendingan aku mati saja.
Mungkin aku memang sudah mati. Mau tahu bagaimana kau bisa tahu? Kalau kau mati dalam tidurmu dan bangun ketika sudah mati. Siapa yang akan memberitahumu? Mungkin saja kayak di film. Kau bisa melihat semua orang tapi mereka tidak bisa melihatmu karena kau sudah mati. Oh, aku benar-benar membuat diriku takut sekarang...aku akan memasang CD kencang-kencang dan joget.
Sekarang aku masih ketakutan tapi juga capek. Kalau aku memang sudah mati, aku kepingin tahu apakah ada yang bakal peduli. Siapa yang akan datang ke pemakamanku? Ibu dan Ayah kurasa...mereka harus hadir karena hampir semuanya salah mereka hingga aku cukup depresi untuk bunuh diri.
Kenapa sih aku nggak bisa punya keluarga normal kayak Julia dan Ellen? Mereka punya kakak dan adik yang normal. Ayah mereka punya janggut dan gudang. Ibuku tidak mengijinkan ayahku punya gudang semenjak dia meninggalkan umpan pancingnya di sana dan tempat itu akhirnya jadi markas besar lalat hijau.
Waktu petugas listrik datang karena kulkas kami meledak, ia berkata pada ibuku, "Orang sinting mana sih yang memasang kabel kulkas ini? Apakah Anda kenal orang yang benar-benar tidak menyukai Anda?"
Dan Ayahlah yang memasang kabelnya. Bukannya baca buku petunjuknya, dia malah ngomong tentang perasaan dan yang lainnya. Kenapa sih dia nggak bisa jadi ayah sungguhan? Benar-benar menyedihkan kalau lelaki bersikap kayak begitu.
Bukannya aku kepingin kayak wanita zaman dulu, kau tahu? Renda di sekujur tubuh dan bibir prianya tertutup rapat dan nggak pernah ngomong apa-apa meski pun mungkin dia mengidap tumor otak. Aku kepingin cowokku kece asalkan Tuhan menghendaki, aku manusia normal. Punya emosi tapi hanya terhadapku. Aku kepingin cowokku seperti Tom Cruz. Khayalanku terlalu tinggi, yang kuinginkan adalah cinta sehangat mentari. Lagi pula, aku nggak bakal punya cowok, soalnya aku terlalu jelek.
Melihat-lihat album foto lama keluarga...aku tidak terlalu terkejut diriku jelek, foto-foto ayah waktu masih kecil benar-benar mengerikan. Hidungnya besar banget...sampai setengah wajahnya. Malah sebenarnya, bisa dibilang dia cuma terdiri atas hidung dengan kaki dan tangan.
Libby bangun dan ngotot tidur di tempat tidurku. Cukup manis sih, meskipun dia agak nakal sedikit. Aku pun ikut tidur di sampingnya. Mimpi lorong cinta yang baru saja menghiasi tidurku, di mana cowok kece ini menggendongku melewati air hangat. Ternyata hanya celana panjang basah Libby yang mengenai kakiku. Adikku mengompol di kasur.
Pindah tempat tidur. Libby sama sekali tidak terganggu dan malah memukul tanganku. Dan aku bilang, "Anak nakal!" waktu aku mengganti celana panjangnya.
Aku mulai cemas memikirkan apa yang ku kenakan di hari pertama sekolah nanti. Tinggal sebelas hari lagi dari sekarang. Kepingin tahu seberapa banyak make-up "natural" yang bisa kupakai tanpa ketahuan? Bulu mata sih oke, bagaimana kalau maskara?
Mungkin aku cat saja sekalian bulu mataku. Aku benci alisku. Aku menyebutnya alis, tapi sebenarnya alisku cuma satu, membentang di sepanjang keningku. Kayaknya aku aku harus mencabutnya habis-habisan kalau aku bisa menemukan pinset ibuku. Dia menyembunyikan benda-benda itu sekarang, soalnya katanya aku nggak pernah mengembalikan nya. Aku harus mengaduk-aduk di seluruh kamar tidurnya.
Ibuku selalu menyiapkan makan siang ringan. Sandwich dan kopi susu. Nggak ada yang bisa di makan di rumah ini. Nggak heran sikut ku tulangnya menonjol. Aku mencoba mencari benda yang kuinginkan.
Akhirnya pinset nya ketemu. Kenapa ibuku mengira aku nggak bakal menemukannya di laci dasi ayah, aku benar-benar nggak tahu. Selain pinset itu aku menemukan sesuatu yang sangat aneh di laci dasi itu. Benda itu mirip celemek yang ditaruh di dalam kotak khusus.
Aku sangat berharap ayahku bukan banci. Benar-benar melebihi yang bisa ditanggung jiwa dan raga kalau aku harus "memahami" sisi feminim ayahku. Aku, ibu dan adikku harus menyaksikan sementara dia berjalan ke mana-mana pakai daster dan sandal antiknya. Mungkin kami harus mulai memanggilnya ayah banci? Sungguh khayalanku yang mengerikan.
Ya Tuhan, mencabut alis benar-benar menyakitkan. Aku harus berbaring sebentar. Sakitnya amit-amit, sampai-sampai mataku berair. Aku benar-benar nggak tahan. Aku baru saja mencabut sekitar lima bulu dan mataku sudah bengkak dua kali ukuran normal.
Aku menyerah! Aku akan menggunakan pisau cukur ayahku saja. Lebih tajam dari yang kukira. Banyak yang gugur sekali usap. Aku harus menyamakan keduanya. Habis semua. Kelihatannya bagus, kayaknya sih. Tapi aku jadi kayak kaget setengah mati di satu mata. Aku harus nyamain yang satunya sekarang.
Ibu nyaris menjatuhkan Libby waktu dia melihatku. Katanya, "Demi Tuhan, kau apakan dirimu, dasar anak tolol?!"
Ya Tuhan, aku benci orang tua! Aku, tolol?? Mereka tuh tolol. Dia berharap aku masih seumur Libby supaya dia bisa memakaikan topi-topi konyol yang ada telinganya dan ada bebeknya. Ya Tuhan!!
Waktu ayah pulang, aku mendengar mereka ngomongin aku.
"Begini begini... dia kelihatan kayak ... begini begini," kata ibu. Lalu aku mendengar ayah teriak kaget.
"Dia apaa?! Yah... begini...begini... begitu..." Brak bug bug brak di pintu.
"Viona!! Apa yang kau lakukan sekarang!?" teriak ayah sambil marah.
Aku bersembunyi di balik selimut. Ayah nggak bisa masuk soalnya aku sudah menyeret rak laciku ke depan pintu.
"Setidaknya aku wanita tulen!!" teriakku dari dalam kamarku.
"Demi Tuhan, apa maksudmu ngomong begitu Viona?! Buka pintunya!! Anak nakal!!" teriak ayahku lagi.
Beneran deh, ayah sangat marah padaku!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Embun Kesiangan
semangat Viona, semangat thor
2022-02-18
1
~🌹eveliniq🌹~
ijin nyicil baca ya semangat selalu
2022-01-30
1
Lovallena (Lena Maria)
Aku Pelakor? hadiirrr 🤩
2022-01-29
1